Oleh Zeynita Gibbons
Budaya Indonesia masih mendominasi Pasar Malam Besar "Tong Tong Fair", yang merupakan festival Eurasia terbesar di dunia yang berlangsung di lapangan Malieveld, dekat Central Station Denhaag, selama 10 hari dari tanggal 25 Mei hingga 5 Juni.
Bagaimana tidak di panggung utama yang berada di pasar itu dikelilingin gerai berbagai negara di Asia seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, China setiap harinya menampilkan berbagai pertunjukan kesenian Indonesia mulai dari tari tarian, gamelan sampai pada peragaan busana batik dari Yogyakarta.
"Indonesia masih tetap menjadi focus Pasar Malam Besar Tong Tong Fair," ujar Direktur Pasar Malam Besar Tong Tong Fair Ellen Derksen didampingi Dra Leslie Boon, cucu penggagas Pasar Malam Tong Tong, almarhum Jan Boon atau Tjalie Robinson, penulis sastra terkenal Belanda dan budayawan Indo, kepada koresponden Antara London, akhir pekan.
Menurut Leslie Boon, penyelenggaraan Tong Tong Fair yang kini berkembang menjadi festival Eurasia terbesar di dunia sepenuhnya mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah Den Haag dan tiga Dinas di Kotapraja Den Haag yaitu Dinas Budaya, Dinas Kependudukan dan Dinas Tata Kota.
Diakuinya Pasar Malam Tong Tong semula identik dengan perayaan Indonesia di Belanda. Namun, setelah digelar 53 kali, bukan lagi milik orang Indonesia tetapi menjelma menjadi perayanan bangsa Asia, namun budaya Indonesia masih mendominasi panggung hiburan.
Apalagi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata memberikan dukungan dengan mengirimkan penyanyi keroncong Sundari Soekotjo lengkap dengan Grup Keroncong "OK Za Unine", pertunjukan tarian tradisional Indonesia oleh kelompok Beksan Puro Pakualaman-Yogyakarta, serta pergelaran mode batik oleh desainer Batik Rosso dari Yogyakarta.
Menurut Kasubdit Promosi Wilayah Eropa, Maria Mayabubun yang didampingi Kasi Promosi Wilayah Eropa Barat, Molly Prabawaty , sesuai dengan tema "Tong Tong Fair 2011", Kemenbupar mengirimkan misi kesenian dari Puro Pakualaman serta disainer Batik Rosso.
Pasar Malam Besar "Tong Tong Fair" yang digelar setiap tahunnya, pada tahun 2011 merupakan yang ke-53 bertemakan Jogjakarta tidak hanya dikunjungi warga Belanda keturunan yang tinggal di Belanda tetapi juga dari Negara lainnya di Eropa. "Kami memang ingin Tong Tong Fair yang menjadi agenda tahunan menjadi salah satu obyek wisata bagi wisatawan di Eropa," ujar Leslie Boon.
Penyelenggaraan Tong Tong Fair di lapangan Malieveld itu diadakan dalam tenda raksasa yang tahan api, itu yang dibagi dalam beberapa bagian dan seperti di pintu masuk terdapat Rumah Indo dengan taman tropis.
Dalam tenda lain terdapat Pavilyun Budaya yang khusus untuk pertunjukan budaya dan penyelenggaraan "workshop" dan juga ruang demonstrasi masak, stan milik Yayasan Tong Tong serta Grandcafe De Veranda.
Selain itu juga terdapat Pavilyun Indonesia yang khusus untuk delegasi yang khusus datang dari Indonesia untuk memamerkan barang-barang seni khas Indonesia dan juga dipadati dengan pemilik gerai yang setia membuka stand sejak 25 tahun yang lalu, yaitu ketika Tong Tong Fair masih bernama Pasar Malam Besar.
Industri pariwisata
Di antara nya terdapat stan Kemenbudpar yang menyediakan informasi mengenai obyek wisata Indonesia bekerja sama dengan industri pariwisata yang ada di Belanda seperti industri pariwisata milik pasangan Sifa Silvana Feddes wanita Bandung bersama sang suami Robert Feddes yang sejak beberapa tahun menjual berbagai obyek di tanah air.
Dalam beberapa tahun ini, permintaan paket wisata ke Indonesia meningkat dua kali lipat, ujar Sifa yang didampingi sang suami. Mengusung nama Dari Java, bergabung dalam pavilion Indonesia di stand Kemenbupar. Apalagi dengan adanya penerbangan langsung Garuda Indonesia ke Jakarta, ujarnya.
Menurut Robert, dalam beberapa bulan mendatang mereka juga akan meluncurkan website yang menyediakan paket wisata ke Asia karena permintaan cukup banyak. "Rencananya namanya Go Asia," ujar Robert lagi.
Dalam mengembangkan usahanya Sifa dan Robert mengandeng Ruud Van Thiel, pemilik majalah Sama Sama Magazine dalam mempromosikan paket wisata yang mereka jual. "Saya senang bisa bekerja sama dengan industri pariwisata," ujar Ruud.
Di Pavliun Indonesia juga terdapat berbagai stan pedagang yang menjual berbagai makanan dan barang kerajinan dari Indonesia seperti wayang orang, batik dan makanan kering. Layaknya di Pasar Tanah Abang. "Kami berdagang di Pasar Malam Besar Tong Tong setiap tahun," ujar Rahmayulis yang akrab disapa Bunda Yoely.
Wartawan Bisnis Indonesia bersama sang suami Rachmad Saleh yang memiliki usaha Srikandi Craft sejak beberapa tahun berdagang di Paviliun Indonesia bersama rekan rekannya dari Indonesia. "Setiap tahun saya minta cuti dari kantor dan ikut berjualan di Tong Tong Fair," ujar ibu empat putra putri yang berangkat dewasa.
Di dalam salah satu tenda besar Tong Tong Fair terdapat pavilyun yang cukup luas yang tak kalah luasnya dengan lapangan sepak bola. Di pavilun yang dinamakan Grand Pasar ini di tengah tengah terdapat panggung yang setiap saat menampilkan berbagai pertunjukkan kesenian dari Indonesia.
Kris van Wyk yang diboyong orang tuanya ke Belanda saat berusia lima tahun datang bersama sang istri Sumini van Wyk dengan asyiknya menyaksikan pertunjukkan wayang di panggung Grand Pasar.
Kris yang sudah tidak dapat berbahasa Indonesia lagi itu mengakui bahwa bagaimanapun di dalam dirinya masih mengalir darah Indonesia. "Kami orang Jawa dan senang menyaksikan pertunjukkan wayang," ujar Kris yang bekerja sebagai tenaga ahli elektrik khusus datang dari Rotherdam mengajak sang istri untuk menyaksikan Pasar Malam Besar Tong Tong Fair.
Sementara itu terdapat seratus stan lebih yang memamerkan dan menjual barang-barang antik dari Indonesia dan negara-negara Asia lainnya termasuk toilet yang langsung membersihkan usai buang air besar dengan mengunakan alat "remote control".
Bahkan di Grand Pasar juga terdapat peramal yang bisa melihat nasib seseorang dengan menggunakan kartu atau media lainnya. Namun tak kalah menarik di pasar itu terdapat penjual berbagai buah-buahan asal Indonesia seperti manggis, kelapa muda dan bahkan durian yang bisa langsung disantap di tempat.
Tenda yang paling banyak pengunjungnya adalah Kampung Kuliner yang terdiri dari empat tenda raksasa yang dipenuhi dengan puluhan kedai makanan menjual hidangan khusus Indo dan Indonesia. Pavilyun ini menjadi favorit setiap pengunjung Tong Tong Fair.
Selain panggung utama di tengah tengah pasar, penyelenggara Tong Tong Fair menyediakan panggung lainnya seperti Teater Bintang untuk kegiatan musik, tarian dan sandiwara. Teater Bibit yang digunakan untuk ceramah, tayang bincang, pemutaran film, presentasi buku, pembacaan puisi, sandiwara mini dan musik akustik.
Selain itu juga terdapat Bengkel Teater yang digunakan untuk bengkelkegiatan dan kegiatan eksklusif lainnya seperti belajar membuat wayang bersama Ki Ledjar Soebroto, dalang wayang kancil, belajar membatik , bermain ukulele, bahkan juga belajar pencak silat atau teknik memijit tradisional.
Jumlah pengunjung pasar malam yang mengelar 400 pertunjukan seni dari tahun ke tahun terus bertambah bahkan mencapai lebih dari 130 ribu orang. Dengan membayar karcis seharga 11,5O euro hari biasa dan 14,50 Euro Sabtu/Minggu, orang tetap datang berbondong-bondong ke Pasar Malam Tong Tong yang dibuka mulai pukul 11.00-22.00.
Pengunjung Pasar Malam Tong Tong tidak saja dari Belanda tetapi juga Eropa dan dari Inggris seperti Indah Morgan yang tinggal di Nottingham, Inggris datang bersama ketiga putra dan putrinya untuk menyaksikan Pasar Malam Besar.
Pasar Malam Tong Tong Fair dikenal sebagai tempat bernostalgia masyarakat Indonesia yang menetap puluhan tahun di Belanda seperti terlihat pada penampilan berbagai kesenian tempo dulu seperti keroncong maupun musik hawaian dan juga berkumpulnya generasi tua.
"Saya mencoba menghilangkan citra Pasar Malam Tong Tong sebagai ajang bernostalgia noni-noni Belanda," ujar Leslie, yang diakuinya tidak mudah mengubah citra tersebut meskipun banyak keluarga membawa anak remaja dan cucunya untuk datang ke Pasar Malam Tong Tong.
Pasar Malam Tong Tong, pertama kali diadakan tahun 1959 sebagai malam penggalangan dana masyarakat Indonesia yang tinggal di Belanda. Keberadaan Pasar Malam Tong Tong tidak lepas dari peranan Vincent Mahieu atau Tjalie Robinson.
Tjalie adalah seorang pejuang kebudayaan Indo di Belanda, dan salah satu pemrakarsa utama Pasar Malam Tong Tong yang pernah diresmikan oleh Ratu Belanda Ratu Beatrix.
Keberadaan Pasar Malam Indonesia yang diadakan KBRI Den Haag yang hanya selang sebulan dari penyelenggaraan Pasar Malam Besar Tong Tong Fair banyak yang bertanya-tanya ada apa di balik semua ini.
Bagi penyelenggara Tong Tong Fair tidak menjadi masalah karena di Belanda banyak sekali digelar Pasar Malam mulai dari yang kecil di "kampong-kampong" sampai Tong Tong Fair yang masih merupakan yang terbesar dan Indonesia masih tetap menjadi fokus meskipun banyak peserta dari Negara Asia lain.
Sumber: Kompas, 5 Juni 2011
06 Juni 2011
Budaya RI Dominasi "Tong Tong Fair"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar