Oleh : Kukuh Yudha Karnanta
Jika ada pertanyaan peristiwa dan implikasi kultural apakah yang paling mencederai etnis Jawa akibat koloniasasi Belanda, jawabannya bukan sistem tanam paksa serta sikap ambivalensi atau mimikri sebagai etnis terjajah seperti banyak disebut dalam kajian postkolonial mainstream di Indonesia, melainkan ''raib''-nya satu generasi etnis Jawa yang dipaksa berpindah ke benua lain pada 9 Agustus 1890. Dengan bunyi tawaran menggiurkan, lima tahun bekerja pulang ke Jawa kaya raya, 94 orang Jawa itu diboyong ke Amerika Selatan sebagai kuli kontrak pemerintah Belanda. Namun, setelah kontrak berakhir, mereka tidak pernah dipulangkan ke tanah Jawa. Bagaimana mereka meneruskan hidup di sana? Masih adakah memori kultural Jawa yang tersisa hingga generasi kelima setelah 120 tahun? Bagaimana bentuk manifestasi memori kultural tersebut?
Jika ada pertanyaan peristiwa dan implikasi kultural apakah yang paling mencederai etnis Jawa akibat koloniasasi Belanda, jawabannya bukan sistem tanam paksa serta sikap ambivalensi atau mimikri sebagai etnis terjajah seperti banyak disebut dalam kajian postkolonial mainstream di Indonesia, melainkan ''raib''-nya satu generasi etnis Jawa yang dipaksa berpindah ke benua lain pada 9 Agustus 1890. Dengan bunyi tawaran menggiurkan, lima tahun bekerja pulang ke Jawa kaya raya, 94 orang Jawa itu diboyong ke Amerika Selatan sebagai kuli kontrak pemerintah Belanda. Namun, setelah kontrak berakhir, mereka tidak pernah dipulangkan ke tanah Jawa. Bagaimana mereka meneruskan hidup di sana? Masih adakah memori kultural Jawa yang tersisa hingga generasi kelima setelah 120 tahun? Bagaimana bentuk manifestasi memori kultural tersebut?