Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen di bidang perpustakaan. Pusat informasi dan Literasi Masyarakat Sragen ini terletak di JL. Raya Sukowati Barat NO. 15 SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pada tahun 2010, terpilih sebagai Perpustakaan Kabupaten/Kota Terbaik Pertama Se-Jawa Tengah. Telp. 02171 892721 Email perpustakaansragen@gmail.com. NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN 33143E1014753.

Mari, Bersama Perpustakaan Kita Cerdaskan Bangsa!


09 Maret 2012

Ibu, Buku, dan Perpustakaan !



*Oleh Romi Febriyanto Saputro

Ibu adalah jendela dunia ilmu yang pertama bagi anak-anaknya. Bahkan ketika anak masih ada dalam kandungan. Ketika lahir ke dunia, seorang anak akan berada dalam dekapan dan pelukan ibu. Tanpa harus bersekolah S-3 pun, seorang ibu dengan naluri yang diberikan Tuhan mampu berkomunikasi dengan bayi yang dilahirkannya. Anak-anak bisa minum, makan, berbicara, dan berjalan karena buah didikan ibu.
Ibu dan anak adalah dua manusia yang dilahirkan pada waktu yang berbeda dan akan hidup pada zaman yang berbeda pula. Untuk itulah, seorang ibu mesti mempersiapkan sang  buah hati untuk menjadi manusia sukses pada zamannya.  Mampu berenang di pusaran masa depan dan keluar sebagai sang pemenang.
Penyair dari Lebanon, Kahlil Gibran dengan cantik melukiskan hal ini. Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu. Mereka adalah anak zaman. Mereka datang melalui kalian, tetapi tidak berasal dari kalian. Walaupun mereka bersamamu, mereka bukanlah milikmu.
Kau boleh memberi mereka cintamu, tapi bukan pikiranmu. Karena mereka memiliki pikiran sendiri. Kau boleh merumahi tubuh mereka, tetapi bukan jiwa mereka.  Karena jiwa-jiwa mereka akan melesat ke rumah masa depan yang tak akan dapat kau
kunjungi, bahkan dalam mimpi sekalipun.
Mengajak anak mengunjungi perpustakaan merupakan langkah kecil yang bisa ditempuh ibu untuk mempersiapkan generasi masa depan.  Penelitian Charles Scheiber (1990) menyimpulkan bahwa hanya sekitar 15 % kecerdasan, informasi, dan pengetahuan seseorang yang diperoleh melalui pendidikan formal. Sedangkan 85 % selebihnya diserahkan pada usaha setiap individu dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya melalui membaca, termasuk di dalamnya membaca di perpustakaan.
Pengalaman Marcia Thomas, seorang ibu di Memphis, Tennesse, sebagaimana dikutip Fauzil Adhim (2007), membuktikan bahwa kegiatan membacakan buku pada anak usia dini terbukti mampu melesatkan kecerdasan otak anak. Marcia Thomas bercerita, “Anak kami, Jennifer, lahir pada September 1984. Salah satu hadiah yang pertama kali kami terima adalah sebuah buku The Read –Aloud Handbook. Kami membaca bab pendahuluan dan kami sangat terkesan dengan kisah Cushla dan keluarganya. Kami lalu memutuskan untuk memberi “diet” kepada anak perempuan kami dengan sekurang-kurangnya sepuluh buku sehari.
Ketika itu, dia harus menjalani rawat inap di rumah sakit selama tujuh minggu karena gangguan jantung dan bedah korektif. Begitulah, kami mulai membacakan buku kepadanya saat dia masih menjalanai perawatan intensif; dan manakala kami tidak bisa menemaninya, kami meninggalkan tape berisi rekaman cerita dan meminta kepada perawat untuk menghidupkannya buat anak kami.
Usaha Marcia Thomas yang begitu bersemangat tidaklah sia-sia. Pada usia SD, anaknya selalu memperoleh nilai tertinggi untuk pelajaran membaca. Tidak ada kegemaran yang lebih disukai oleh Jennifer melebihi membaca.
Tetapi, bukan itu yang paling membahagiakan orang tuanya. Marcia Thomas menuturkan, “Apa yang membuat cerita kami berharga adalah bahwa Jennifer lahir dengan Down Syndrome. Pada usia dua bulan , Marcia diberitahu bahwa Jennifer hampir-hampir mengalami kebutaan, tuli, dan keterbelakangan mental yang parah. Ketika dites pada usia empat tahun, IQ-nya hanya III”.
Kisah di atas menunjukkan bahwa kegiatan membacakan buku pada bayi memberikan dampak positif berupa : pertama, menumbuhkan minat baca. Bayi yang sedari awal sudah diperkenalkan dengan buku akan menganggap buku “tak lebih” sekedar permainan yang mengasyikkan. Buku akan dianggap sebagai teman bermain yang menyenangkan. Kesan ini akan terekam kuat dalam memori bayi hingga masa pertumbuhan selanjutnya.
Ibu akan lebih mudah dalam memoles karakter anak dengan mengenalkan gemar membaca. Majalah Child Development (Januari/Februari 2006) menerbitkan hasil penelitian tentang hubungan antara kemampuan membaca dan sikap agresif siswa sekolah dasar.   Penelitian Miles dan Stipek menemukan adanya keterkaitan antara tingkat kemampuan membaca dan tingkat agresivitas. Dalam penelitian ini, sikap agresif dibatasi dalam empat golongan, "suka berkelahi", "tidak sabaran", "suka mengganggu", dan "kebiasaan menekan anak lain (bullying)". Anak-anak kelas 1 SD, yang kemampuan membacanya relatif rendah, saat di kelas 3, cenderung memiliki tingkat agresivitas tinggi. Juga, anak-anak kelas 3, yang memiliki kemampuan membaca rendah, cenderung memiliki sikap agresif tinggi saat di kelas 5.
Mungkin, bersamaan dengan tingkat pergaulan mereka, anak-anak yang kemampuan membacanya rendah itu frustrasinya kian menumpuk. Keadaan ini yang membuat mereka menjadi agresif. Sebaliknya, ada keterkaitan antara sikap sosial dan kemampuan membaca. Yang dimaksud sikap sosial adalah "suka menolong", "mengerti perasaan orang lain", "punya empati", "punya perhatian kepada yang susah", dan "menolong/menghibur teman yang kecewa". Anak-anak yang memiliki sikap sosial yang baik saat di TK dan kelas 1 SD biasanya lebih mampu mengembangkan kemampuan membacanya di kelas 3 dan kelas 5 SD.
Untuk memotivasi kaum ibu agar mengantar anak-anaknya ke perpustakaan, maka perlu dibangun sebuah perpustakaan yang layak anak. Perpustakaan layak anak memiliki nilai strategis untuk mewujudkan dunia membaca yang layak untuk anak. Dunia membaca sekaligus dunia bermain yang nyaman dan aman untuk anak-anak Indonesia. Dunia yang mengatur anak dengan aturan untuk anak bukan aturan untuk orang dewasa.
Perpustakaan layak anak merupakan langkah terobosan untuk membangun pondasi bangsa yang kuat. Mereka memerlukan perpustakaan yang khusus didesain, dirancang, dan dipersembahkan untuk anak penerus generasi bangsa. Perpustakaan yang memiliki arena bermain, internet anak, layanan mendongeng, dan pustakawan pengasuh anak. Perpustakaan yang membebaskan anak-anak untuk melakukan ekspresi, impresi, kreasi, dan aktualisasi diri. Sebuah perpustakaan yang layak anak !
Artikel ini telah dimuat di Harian Bhirawa, 5 Maret 2012
*Romi Febriyanto Saputro, S.IP ialah Kasi Pembinaan, Penelitian dan Pengembangan Perpustakaan (Binalitbang) di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen. Juara Pertama Lomba Penulisan Artikel Tentang Kepustakwanan Indonesia Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Perpusnas RI.

0 komentar:

Posting Komentar