Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen

JL. Raya Sukowati Barat No. 15 D SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen

JL. Raya Sukowati Barat No. 15 D SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pelatihan IT

Pelatihan IT di BLC Kabupaten Sragen

Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen di bidang perpustakaan. Pusat informasi dan Literasi Masyarakat Sragen ini terletak di JL. Raya Sukowati Barat NO. 15 SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pada tahun 2010, terpilih sebagai Perpustakaan Kabupaten/Kota Terbaik Pertama Se-Jawa Tengah. Telp. 02171 892721 Email perpustakaansragen@gmail.com. NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN 33143E1014753.

Mari, Bersama Perpustakaan Kita Cerdaskan Bangsa!


23 Januari 2009

Penyerahan Penghargaan Pemenang Lomba Tahun 2008





Para pemenang Lomba Menulis Artikel Pelajar, Lomba Sinopsis Pelajar, dan Lomba Perpustakaan Sekolah Tahun 2008, kemarin Hari Kamis, 22 Januari 2009 telah menerima penghargaan lomba berupa Piagam, Trophi, dan uang pembinaan. Penghargaan diserahkan secara langsung oleh Kepala Dinas P & K Kabupaten Sragen, Bapak Gatot Supadi, MBA. MM dan Kepala UPTD Perpustakaan Kabupaten Sragen, Bapak Sumanto, SH. MM. Selamat, semoga bisa menjadi cambuk untuk tetap menjadi yang terbaik di masa depan.




14 Januari 2009

Berdamai di Tengah Gempuran Israel

Krisis di Jalur Gaza menjadi perhatian krusial masyarakat dunia hari ini. Tak lain karena tragedi kemanusiaan sedang berlangsung secara kolosal di sana. Dan, dengan bangga, Israel membantai ratusan manusia tak berdosa. Gelombang protes pun terjadi di mana-mana, tetapi kekejaman terus berlangsung tanpa henti. Bahkan seruan perdamaian yang ditiupkan Paus Benediktus XXVI dari Vatikan tidak memberikan pengaruh apa pun bagi Israel. Para pemimpin negara di Timur Tengah juga menyerukan hal yang sama, tetapi konflik panjang yang penuh darah itu telanjur mendarah daging bagi Israel, sehingga pembantaian terus berlangsung tanpa henti. Tragis!

Buku Hebron Journal merupakan catatan dan rekaman perjalanan Arthur G. Gish (penulis buku) dalam memperjuangkan harkat dan martabat kemanusiaan di Palestina. Arthur G. Gish adalah aktivis perdamaian dari Christian Peacemaker Teams (CPT), organisasi sosial kemasyarakatan di AS. Para aktivis CPT dikenal mempunyai komitmen tinggi dengan ajaran Kristiani. Jiwa toleransi dan solidaritas mereka sangat baik, tidak membedakan agama, ras, dan latar sosial. Mereka beraktivitas untuk membela kemanusiaan dan mencari oase perdamaian.

Selama enam tahun (1995-2001) Gish hidup bersama keluarga-keluarga Muslim di Palestina dan melakukan aksi-aksi anti-kekerasan menentang kekejaman zionis Israel. Dalam membela rakyat Palestina, dia tak jarang harus menghadapi bahaya, seperti menghadang tank dan buldozer Israel yang akan meratakan rumah warga dan pasar, atau menghadapi todongan senjata tentara Israel. Gish juga menjembatani hubungan umat Islam, Yahudi, dan Kristen di Palestina yang telah terpecah akibat politik zionis. Gish merangkul pemimpin ketiga agama tersebut dan mengajaknya berdialog untuk mencari solusi strategis tentang perdamaian Israel dan Palestina.

Untuk masuk dalam dialog ketiga agama tersebut, Gish mengikuti segala ritual dan tradisi yang berlaku. Dia tidak canggung dan merasa risi dengan ritual dan tradisi agama lain. Semua itu agar dia bisa mengajak dialog dan menjalin kerja sama lintas agama guna membuka jembatan perdamaian. Dengan rendah hati, Gish mendatangi satu per satu pemimpin agama. Dari perjalanan itulah, dia bisa menjadi seorang aktivis yang dekat dengan para pemimpin agama dan merasa tidak khawatir dengan apa yang dilakukannya, walaupun menghadapi tantangan yang tidak ringan di tengah kekejaman tentara Israel.

Keberanian dalam memperjuangkan perdamaian dan ketidakberpihakannya terhadap kelompok tertentu, menjadikan Gish leluasa bergerak dalam mencipta aliansi perdamaian. Selama enam tahun di Palestina, Gish selalu mengampanyekan anti-kekerasan, cinta, dan kasih sayang bagi Israel dan Palestina. Ajaran Kristiani mengharuskannya selalu berjuang untuk terus menebarkan benih-benih cinta dan kasih sayang kepada siapa pun. Dengan cinta dan kasih sayang itulah, dalam keyakinan Gish, dunia bisa menggapai perdamaian dan ketenteraman. Menurut dia, keserakahan dan kebiadaban adalah hasil dari hilangnya ruh cinta dalam napas keagamaan.

Titik krusial yang dihadapi Gish adalah ketika dia berjuang di Hebron. Salah satu kota tertua di dunia, yang terletak di antara empat gunung di antara perbukitan Yudea, sekitar 30 kilometer di sebelah selatan Yerussalem. Hebron adalah tempat dimakamkannya Abraham dan Sara, Ishak dan Ribka, Yakub dan Lea. Selama berabad-abad, banyak pertempuran yang terjadi di Hebron. Alkitab menyebutnya dalam tujuh puluh kali pertempuran. Sejarah Hebron sangat berpengaruh terhadap peradaban Palestina dewasa ini.

Dan, di Hebron inilah, pergulatan dan perjuangan Gish mendapatkan ujian paling berat. Hebron menjadi titik rentan konflik. Salah sedikit saja akan berakibat fatal terhadap misi perjuangan Gish dalam menyuarakan perdamaian. Hebron hampir sama sensitifnya dengan Jerussalem. Menyentuh kedua kota ini harus superhati-hati, karena ketiga umat --Islam, Yahudi, dan Kristen-- mengklaim kedua kota tersebut sebagai kota suci mereka. Tak pelak, hadir di tengah kedua kota tersebut menjadi pertaruhan yang sangat membahayakan.

Meski begitu, bagi Gish, kondisi itu justru memberi motivasi yang besar dalam menggelorakan perdamaian. Berdiri di tengah api konflik bangsa Palestina dan pembantaian berdarah yang dilakukan bangsa Israel menjadikan Gish selalu berhati-hati dalam melangkah. Gish tidak mau gegabah dan asal bekerja. Di Hebron inilah dia membangun dialog. Dengan dialog, Gish ingin menciptakan persepsi persatuan bangsa Palestina. Karena dengan persatuan, bangsa Palestina bisa menghentikan kebiadaban Israel.

Cacatan dan rekaman perjuangan Gish dalam buku ini menjadi penting untuk dibaca di tengah tragedi kemanusiaan di Jalur Gaza yang terus bergejolak. Pengalaman hidup Gish menjadi sebuah pergulatan dan pertaruhan yang bisa menjadi pelajaran berharga bagi sebuah perjuangan di medan tragedi kemanusiaan. Spirit menyuarakan perdamaian, cinta, dan kasih sayang, bila jalankan dengan baik akan menjadi penanda baru dalam mencipta peradaban dunia masa depan yang lebih baik dan beradab. (*)

*) Muhammadun A.S., pengelola Perpustakaan Al-Hikmah, Pasucen, Pati

Judul buku: Hebron Journal

Penulis: Arthur G. Gish

Penerbit: Mizan Bandung

Cetakan : 1, 2008

Tebal : 550 halaman
Sumber Jawa Pos, 11 Januari 2009

Kebohongan di Dalam Buku

Sudah lebih dari sepuluh tahun terakhir Herman dan Roma Radzicky Rosenblat hidup bak selebriti. Entah berapa puluh wartawan media cetak dan elektronik mewawancarai pasangan Yahudi lanjut usia itu dan menayangkan hasil wawancaranya. Semua orang terpesona pada kisah cinta mereka yang digambarkan tumbuh saat keduanya hidup di kamp konsentrasi Nazi, Buchenwald, Jerman.

Bagaimana tidak? Dalam kata-kata Herman Rosenblat, dirinya bertemu Roma saat gadis itu sering melemparkan apel dan roti kepada dirinya di bangunan kamp di sebelahnya yang dipisahkan pagar kawat berduri. Setelah perang usai, keduanya terpisah lama hingga bertemu kembali secara tak sengaja di New York, lalu berpacaran, dan menikah pada 1958.

Begitu menariknya kisah berlatar Holocaust (pembantaian orang-orang Yahudi oleh Nazi Jerman) itu hingga pasangan tersebut bisa tampil sampai dua kali dalam acara televisi tersohor Oprah Show yang dipandu Oprah Winfrey. Tak kurang, Oprah pun memuji kisah pasangan itu sebagai ''salah satu di antara kisah cinta nyata paling dramatis yang pernah diungkapkan''.

Kisah Herman dan Roma juga telah diabadikan dalam bentuk buku bergambar untuk anak-anak. Buku berjudul Angel at The Fence (Malaikat di Balik Pagar) tersebut telah diterjemahkan ke beberapa bahasa dan dicetak jutaan kopi. Buku memoar mereka juga telah dicetak oleh Penerbit Berkley, anak perusahaan Penguin Group (USA), dan siap beredar Februari 2009. Sebuah film juga sedang digarap oleh Harris Salomon dan diperkirakan siap tayang tahun ini.

Tapi, sebenarnya, sejak awal ada sejumlah kalangan, termasuk ilmuwan, yang meragukan kisah Herman-Roma itu. Ada yang menyatakan, secara teknis, si gadis (Roma) tidak mungkin bisa melemparkan makanan seperti apel dan roti ke bangunan kamp sebelahnya yang dipisahkan pagar kawat berduri.

Beberapa ilmuwan yang menyiapkan tulisan untuk jurnal The New Republic akhirnya berhasil mewawancarai Herman, 79, dan Roma beberapa waktu lalu. Mereka meminta keduanya menjelaskan secara rinci bagaimana Roma bisa melemparkan apel dan roti di kamp tersebut.

Menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang serius, pasangan itu akhirnya mengaku bahwa pelemparan apel dan roti tersebut memang tidak pernah terjadi. Bahkan, mereka tidak pernah bertemu selama menjadi tahanan di kamp konsentrasi. Maka, gegerlah Amerika begitu kebohongan Herman itu beredar luas di media pada 30 Desember 2008.

Apa dampak kebohongan Herman dan Roma tersebut? Surat kabar International Herald Tribune melaporkan, dampak buruknya sangat besar. Penerbit Berkley langsung membatalkan peredaran buku Herman. Berkley juga menuntut Herman mengembalikan uang muka penerbitan bukunya itu.

Yang paling terpukul adalah para ilmuwan dan lembaga pendukung Herman sebelumnya, termasuk para tokoh Yahudi. Mereka mengkhawatirkan, kebohongan Herman Rosenblat itu akan meningkatkan ketidakpercayaan orang terhadap cerita-cerita terkait dengan Holocaust.

Sekarang saja telah banyak orang yang tidak percaya pada Holocaust. Sebagian menyebutkan, Holocaust sudah menjadi industri, dibesar-besarkan, dan didramatisasi untuk kepentingan finansial serta politik lembaga-lembaga Yahudi. Juga negara Israel.

''Saya sangat khawatir karena banyak di antara kita berbicara pada ribuan pelajar dan mahasiswa setiap tahun,'' kata Sidney Finkel, teman lama Rosenblat sejak sama-sama menjadi tahanan di kamp konsentrasi. ''Kami biasa berbicara di depan forum. Kami menceritakan kisah kami dan sekarang sebagian orang akan meragukannya.''

''Sungguh menyedihkan karena dia (Herman) telah menyusahkan korban Holocaust yang masih hidup, juga merusak keluarga sendiri setelah menikah setengah abad,'' kata ilmuwan Holocaust Michael Berenbaum.

Skandal kebohongan dalam perbukuan itu kiranya juga menjadi ''pukulan ekstra'' bagi komunitas Yahudi, khususnya di Amerika, yang bangkrut karena ditipu Bernard (Bernie) Madoff, seorang Yahudi pengelola bisnis ''skema Ponzi'' alias bisnis piramida.

Tak kurang dari USD 50 miliar (sekitar Rp 600 triliun) uang mereka ''amblas'' tak berbekas akibat ulah kotor Madoff yang menggunakan perusahaan berlabel Madoff Investment Securities LLC untuk mengeruk uang korbannya. Sumpah serapah mereka, bahkan para rabi, terhadap Madoff hari-hari ini masih terdengar nyaring.

''Herman Rosenblat maupun Bernie Madoff sama saja pembohong. Masing-masing semestinya hanya pantas mendapat satu dolar saja,'' begitu komentar di sebuah situs berita internet.

Tapi, seperti pembohong di mana pun, Herman juga tetap membela diri sebisanya. Dia mengaitkan perbuatannya tersebut dengan pertemuannya dengan ibundanya dalam mimpi. Dalam pernyataan tertulisnya, Herman menyatakan bahwa suatu ketika dirinya tertembak dalam insiden perampokan. Saat berada di rumah sakit, ibundanya datang dalam mimpi dan mendorong dirinya untuk menceritakan kisahnya, sehingga cucu-cucunya bisa mengetahui bagaimana mereka bisa selamat dari Holocaust.

''Setelah insiden itu, saya ingin memberikan kebahagiaan kepada masyarakat, mengingatkan mereka untuk tidak saling membenci, tapi saling mencintai dan bersikap toleran kepada semua orang. Motivasi saya adalah menciptakan kebaikan di dunia ini. Dalam mimpi saya, Roma akan selalu melempari saya sebuah apel. Tapi, saya kini tahu itu hanya mimpi,'' ujar Herman.

Apakah Herman memang mimpi bertemu ibunya? Repotnya, kini orang sulit memercayai kata-katanya. (*)

*) Djoko Pitono, jurnalis dan editor buku

Sumber Jawa Pos, 11 Januari 2009

05 Januari 2009

Pesta Buku Sragen 2009

Dalam rangka menyambut Tahun Baru 2009, Perpustakaan Umum Kabupaten Sragen bekerjasama dengan IKAPI Jawa Tengah dan Epsilon Menyelenggarakan Pesta Buku Sragen 2009 mulai tanggal 2 - 8 Januari 2009 di Gedung KNPI Sragen. Puluhan penerbit nasional hadir di sini, antara lain Gramedia Pustaka Utama, Gema Insani Press, dan Irsyad Baitus Salam. Animo masyarakat cukup menggembirakan. Setiap hari arena pameran dipenuhi oleh pengunjung baik sekedar melihat-lihat maupun membeli. Semoga dengan pesta buku ini masyarakat Sragen makin cerdas dan sejahtera. Mari bersama perpustakaan, Kita Cerdaskan Bangsa !