Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen

JL. Raya Sukowati Barat No. 15 D SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen

JL. Raya Sukowati Barat No. 15 D SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pelatihan IT

Pelatihan IT di BLC Kabupaten Sragen

Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen di bidang perpustakaan. Pusat informasi dan Literasi Masyarakat Sragen ini terletak di JL. Raya Sukowati Barat NO. 15 SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pada tahun 2010, terpilih sebagai Perpustakaan Kabupaten/Kota Terbaik Pertama Se-Jawa Tengah. Telp. 02171 892721 Email perpustakaansragen@gmail.com. NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN 33143E1014753.

Mari, Bersama Perpustakaan Kita Cerdaskan Bangsa!


31 Oktober 2008

Romi Febriyanto Saputro, Juara 1 Lomba Menulis Artikel Tentang Kepustakawanan Indonesia 2008

Romi Febriyanto Saputro, PNS Pada UPTD Perpustakaan Kabupaten Sragen ditetapkan sebagai Juara 1 Lomba Penulisan Artikel tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008. Berikut hasil pengumuman lengkap yang kami kutip dari www.pnri.go.id :
Pemenang Lomba Nasional Penulisan Artikel tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008

DITUJUKAN KEPADA
Peserta Lomba Nasional Penulisan Artikel tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008

ISI PENGUMUMAN
Berita Acara Penilaian Lomba Nasional Penulisan Artikel tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008

Ditujukan Kepada :
Peserta Lomba Nasional Penulisan Artikel tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008.

Uraian :
Pada hari ini, Selasa tanggal 28 Oktober 2008 di Jakarta, Dewan Juri Lomba Nasional Penulisan Artikel tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008 memutuskan 6 (enam) orang pemenang lomba dari 109 naskah yang masuk ke panitia. Keenam pemenang Lomba Nasional Penulisan Artikel tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008 adalah:

Juara I : ROMI FEBRIYANTO SAPUTRO
Judul Artikel : Revolusi Layanan Perpustakaan Nasional RI Berbasis Teknologi Informasi.

Juara II : SALMUBI
Judul Artikel : Implementasi Teknologi dan Komunikasi Menjadikan Perpustakaan Nasional RI Lebih Berdaya di Aras Nasional dan Internasional.

Juara III : SRI RUMANI
Judul Artikel : Kompetensi Pustakawan dan Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan di Perpustakaan Nasional.

Juara Harapan I : TJAHJONO WIDIJANTO
Judul Artikel : Sentralisasi Kompetensi, Aplikasi Teknologi Informasi dan Strategi Holistik: Upaya Perpustakaan-Perpustakaan Meningkatkan Profesionalisme dan Kualitas Layanan di Era Globalisasi.

Juara Harapan II : JANTI G. SUJANA
Judul Artikel : Memanfaatkan Teknologi Informasi Perpustakaan Nasional Menjalankan Amanat Undang-Undang Perpustakaan.

Juara Harapan III : RIRIN HANDAYANI
Judul Artikel : Membangkitkan the power of library networking melalui pengembangan perpustakaan sebagai telecenter penyebaran informasi dan pengetahuan terkemuka

Demikian Berita Acara Penilaian Lomba Nasional Penulisan Artikel tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008. Pengumuman pemenang juga akan dimuat di Rubrik Pengumuman Situs web Perpustakaan Nasional RI (http://www.pnri.go.id) pada hari Kamis, 29 Oktober 2008.
Keputusan Dewan Juri Lomba Nasional Penulisan Artikel tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008 tidak dapat diganggu gugat.

Jakarta, 28 Oktober 2008
Dewan Juri:
1. Blasius Sudarsono
(Ketua) :
2. Abdul Rahman Saleh
(Anggota) :
3. Dina Isyanti
(Anggota) :
4. Fuad Gani
(Anggota) :
5. Sulistyo Basuki
(Anggota) :

18 Oktober 2008

Jumlah Pustakawan Masih Minim

Solo. Selama kurun waktu lebih dari 10 tahun, Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia professional untuk mengelola perpustakaan. Sampai saat ini, jumlah pustakawan yang ada baru 2.972 orang. Dari jumlah tersebut belum semuanya memiliki kompetensi sesuai harapan.
Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Perpustakaan Nasional, Supriyanto, ketika berbicara dalam seminar nasional bertajuk KOmpetensi dan Sertifikasi Profesi Pustakawan Implikasi UU Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Selasa (14/10).
“Saya melihat masih banyak pustakawan yang hanya sekedar menjadi penjaga buku. Padahal, tugasnya tidak hanya seperti itu. Pustakawan bukan hanya mengorganisir atau mengatalogisasi, tapi ia harus bias menjadi penyedia informasi,” katanya.
Karena itulah, paradigma tugas seorang pustakawan pun harus diubah. Menurutnya, berbagai karya tulis, cetak, rekam yang dikelola sebuah perpustakaan harus mudah diakses oleh public dari mana saja, termasuk dari rumah. Karena peran perpustakaan terhadap dunia pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi (P3IR) diharapkan bias betul-betul terwujud.
“Jadi tidak bisa hanya sekedar menunggu saja, melainkan harus mampu meneruskan dan menyebarkan berbagai informasi berharga itu.”
Sertifikasi Pustakawan
Lebih lanjut dikatakan, nantinya perlu pula diadakan sertifikasi pustakawan didasarkan pada standar kompetensi tertentu. Supriyanto menegaskan, sertifikasi tersebut tidak menitikberatkan pada perolehan sertifikat, tetapi lebih pada proses.
“Harus ada tahapan dan memenuhi syarat-syarat tertentu pula. Kalau misalnya ada perpustakaan yang berdekatan dengan kamar kecil atau sebuah perpustakaan yang sangat bagus, yah seperti itulah cerminan institusinya.”
Sementara itu Kepala UPT Perpustakaan UNS, Drs. Harmawan MLib, yang juga menjadi pembicara, melihat standar kompetensi untuk pustakawan sampai saat ini belum ada.
“Sayangnya standar kompetensi pustakawan di Indonesia sampai saat ini masih dalam proses penyusunan. Pustakawan sendiri sebenarnya bias mempersiapkan diri dari sekarang, “ungkapnya.
Dia juga melihat, apabila sudah tersertifikasi seharusnya mereka juga mendapat tunjangan profesi.
(Sumber : Suara Merdeka, 15 Oktober 2008)

896 Desa Tak Miliki Perpustakaan

896 Desa Tak Miliki Perpustakaan

Semarang. Dari 2.575 desa/kelurahan di Jawa Tengah, hingga Agustus lalu, baru ada 1.679 perpustakaan desa dan 289 taman baca masyarakat. Sebanyak 896 desa/kelurahan , menurut Kepala Badan Arsip dan Perpustakaan Jateng Urip Sihabuddin, belum memiliki perpustakaan.
Sekitar 70 % penduduk Jateng berada di pedesaan, sehingga tersedianya layanan pusat baca masyarakat akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di desa,” kata Urip dalam Pencanangan Gerakan Pemberdayaan Perpustakaan Desa/Kelurahan di Kantor Perpustakaan Daerah Jateng JL. Sriwijaya, Selasa (13/10).
Pencanangan dilakukan Wakil Gubernur Jateng Rustriningsih dengan ditandai pelepasan konvoi mobil perpustakaan keliling. Dalam kesempatan itu diserahkan pula bantuan buku kepada 35 perpustakaan kabupaten/kota, sejumlah 1.400 eksemplar dan 704 eksemplar diberikan kepada 277 perpustakaan desa.
Dalam acara tersebut, Perpustakaan Umum Kabupaten Sragen mendapat bantuan buku sejumlah 1.400 eksemplar dan 9 perpustakaan desa masing-masing menerima 704 eksemplar.
Peningkatan SDM di desa, lanjut Urip , salah satu indikatornya adalah tingginya minat baca masyarakat. Kepala Perpustakaan Nasional Dedy P Rachmananta mengakui, minat baca masyarakat sekarang belum baik.
Budaya baca-tulis masih dikalahkan oleh kebiasaan tutur dan menonton. Tradisi lisan masih tetap terjaga, sedangkan suguhan televise telah memanjakan masyarakat.
Kalau Anda memegang Rp 100.000, Anda memilih buku atau membeli pulsa ?” tanya Dia.
Salah satu kendala dalam pengembangan perpustakaan desa, menurut Urip, belum tersedia SDM pengelola perpustakaan (pustakawan) Beruntung, disejumlah wilayah pengelolaan perpustakaan dibantu oleh PKK dan karangtaruna.
(Sumber : Suara Merdeka, 15 Oktober 2008)

14 Oktober 2008

Membangun Perpustakaan "Model Puskesmas"


Menyambut Hari Kunjung Perpustakaan
Membangun Perpustakaan "Model Puskesmas"*
Oleh : Romi Febriyanto Saputro

Hari ini, 14 September 2004, adalah Hari Kunjung Perpustakaan, dan pada tanggal 20 September 2004 mendatang bangsa ini akan melakukan pesta demokrasi, yaitu pemilihan presiden dan wakil presiden putaran ke II yang akan menentukan arah bangsa ini lima tahun ke depan. Sebagai insan yang bekerja di lingkungan perpustakaan, penulis sangat mengharapkan siapa pun nanti yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia akan membawa kemajuan bagi perkembangan dunia perpustakaan di Tanah Air.
Dalam Konggres Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 9 Juni 2004, yang mengangkat tema "Posisi Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) dalam Kancah Politik Informasi di Indonesia", terungkap bahwa kondisi perpustakaan sebagai salah satu sumber informasi dan pilar pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan.
Dari seluruh perpustakaan yang ada di Indonesia, 90 persen di antaranya belum memiliki infrastruktur lengkap dalam hal sumber daya manusia, anggaran, maupun sarana dan prasarana. Kondisi memprihatinkan ini terlihat jelas pada jumlah judul dan eksemplar yang masih terbatas, penataan interior, pencahayaan perpustakaan yang tidak nyaman, serta kurangnya visi pustakawan untuk menarik pengunjung sehingga terkesan tidak ramah kepada pengunjung perpustakaan (Kompas, 10 Juni 2004).
Perpustakaan di lingkungan pendidikan tinggi pun juga tidak kalah memprihatinkan. Menurut Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah VI Jawa Tengah Prof Saryadi, diperkirakan hanya 5 persen dari sekitar 200 perguruan tinggi swasta di Jawa Tengah yang memiliki laboratorium dan perpustakaan yang memadai untuk menunjang penelitian. Sementara sekitar 50 persen perguruan tinggi swasta di Jawa Tengah lainnya hanya memiliki fasilitas yang seadanya. Bahkan, ada yang fasilitasnya tidak layak atau tidak tersedia laboratorium dan perpustakaan (Kompas, 25 Mei 2004).
Perpustakaan yang memiliki misi meningkatkan minat baca masyarakat memang belum memperoleh perhatian yang semestinya dari pemerintah. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, yang merupakan undang- undang terbaru, juga tidak menyebut secara tegas bahwa perpustakaan merupakan salah satu sumber belajar.
Kampanye pasangan capres dan cawapres sejak putaran pertama lalu-juga yang maju ke putaran kedua ini-juga tidak pernah menyinggung sedikit pun tentang perpustakaan. Pendek kata, sepanjang 59 tahun usia republik ini, perpustakaan selalu menjadi prioritas terakhir untuk dibangun dibandingkan dengan bidang lainnya.
Kebijakan pembangunan di bidang perpustakaan memang belum jelas benar arahnya meskipun pemerintah telah membuat seperangkat aturan tentang perpustakaan nasional, perpustakaan provinsi, perpustakaan umum kabupaten/kota, perpustakaan umum kecamatan, dan perpustakaan desa. Alhasil, kebijakan tersebut hanyalah macan kertas karena hanya dilakukan dengan setengah hati.
Hal ini sangat berbeda, misalnya, dengan kebijakan di bidang kesehatan. Untuk melayani kesehatan masyarakat, di samping ada rumah sakit umum daerah di ibu kota kabupaten/kota, pemerintah juga mendirikan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di ibu kota kecamatan, lengkap dengan armada mobil puskesmas keliling yang siap menjangkau desa-desa di wilayah kecamatan masing-masing. Bahkan, untuk kecamatan yang sangat luas, pemerintah mendirikan dua unit puskesmas dalam satu kecamatan. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu pergi jauh untuk mendapatkan layanan kesehatan.
Kebijakan pembangunan di bidang perpustakaan sangat kontras dengan kebijakan pembangunan di bidang kesehatan. Pelaksanaan kebijakan pembangunan di bidang perpustakaan hanya sampai di tingkat kabupaten/kota dengan adanya perpustakaan umum kabupaten/kota yang dilengkapi dengan mobil/bus perpustakaan keliling yang harus melayani seluruh kecamatan dan desa yang ada di suatu kabupaten/kota. Bagaimana hasilnya? Minat baca masyarakat kita tidak mengalami perkembangan yang signifikan.
Seandainya pemerintah serius, pemerintah harus mulai dengan membangun perpustakaan umum kecamatan yang berdiri sendiri sebagaimana puskesmas dan bukan sekadar menumpang ruang di kantor camat. Perpustakaan umum kecamatan ini harus dilengkapi pula dengan armada mobil perpustakaan keliling kecamatan yang berfungsi melayani dan meningkatkan minat baca masyarakat di desa-desa yang terpencil. Seluruh perpustakaan kecamatan yang ada hendaklah dikoordinasikan oleh perpustakaan umum kabupaten/kota dengan membentuk jaringan informasi perpustakaan yang berbasis teknologi informasi (internet).
Dengan konsep jaringan perpustakaan umum kecamatan ini, perpustakaan telah memasuki medan kerja yang sebenarnya. Ini mengingat rendahnya minat baca masyarakat sebagian besar berada di desa yang jauh dari kawasan perkotaan sehingga (mereka) sulit untuk mengakses perpustakaan yang selama ini hanya berjalan lumayan baik di ibu kota kabupaten/kota.
Berjalannya perpustakaan umum kecamatan akan melahirkan beberapa dampak positif. Pertama, memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi. Kemudahan mengakses informasi berarti kemudahan dalam membuka pintu kemajuan masyarakat. Sebaliknya, kesulitan mengakses informasi berarti menutup peluang masyarakat untuk meraih kemajuan. Apalagi dalam era milenium ketiga saat ini, informasi telah menjadi sesuatu yang amat penting sehingga abad ini disebut juga dengan abad informasi.
Kedua, dapat merangsang tumbuh berkembangnya perpustakaan sekolah dan perpustakaan desa. Kondisi perpustakaan sekolah dan perpustakaan desa tak kalah memprihatinkan.
Dengan desentralisasi pembinaan perpustakaan sekolah dan desa oleh perpustakaan umum kecamatan, akan memotong rentang kendali yang terlalu panjang. Koordinasi dengan cabang dinas pendidikan kecamatan setempat untuk pembinaan perpustakaan sekolah dan koordinasi dengan kantor kecamatan setempat untuk pembinaan perpustakaan desa relatif mudah dilakukan. Ketidakjelasan instansi pembina perpustakaan sekolah dan perpustakaan desa pun dapat diakhiri.
Ketiga, meningkatkan minat baca masyarakat. Salah satu hambatan utama dalam meningkatkan minat baca masyarakat adalah tidak tersedianya sumber bacaan yang memadai di level akar rumput. Jaringan perpustakaan umum kecamatan diharapkan dapat menjadi media penghubung antara akar rumput di satu sisi dan tersedianya bahan bacaan yang sesuai di sisi lain.
Upaya peningkatan minat baca masyarakat selama ini terkesan miskoordinasi. Tidak ada keterpaduan dalam gerakan meningkatkan minat baca masyarakat. Pihak swasta, perorangan, maupun LSM berjalan sendiri dengan memunculkan taman bacaan masyarakat dan wadah tertentu, seperti Yayasan 1001 Buku yang berupaya menghimpun bantuan buku untuk masyarakat. Sementara itu, pemerintah pun terkesan setengah hati membangun perpustakaan yang memadai untuk meningkatkan minat baca masyarakat.
Sebaiknya pemerintah bersama-sama swasta, perseorangan, dan LSM mengoptimalkan dahulu konsep perpustakaan umum yang ada. Kalau konsep yang ada saja belum dioptimalkan untuk apa membentuk konsep-konsep baru untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Desa Buku yang pernah dideklarasikan di Magelang dengan tujuan untuk meningkatkan minat baca masyarakat, kini hanyalah tinggal papan nama belaka. Tidak ada tindak lanjutnya.
Begitu juga dengan konsep prestisius Desa Wisata Buku di Rembang, untuk apa dilaksanakan kalau kondisi perpustakaan umum yang ada tidak dioptimalkan dahulu.
Sudah bukan zamannya lagi memosisikan perpustakaan "sebagai institusi pengemis" yang selalu mengharapkan bantuan buku. Paradigma ini harus dibuang jauh-jauh. Membangun perpustakaan harus sepenuh hati, seperti halnya kita membangun ekonomi negara, yang keduanya untuk berhasil perlu dukungan dana yang besar


* Tulisan ini telah dimuat di SKH Kompas, 14 September 2004

13 Oktober 2008

Berita Perpustakaan : NASKAH KUNO DIGITALISASI

NASKAH KUNO DIGITALISASI
Ditargetkan 9.000 Naskah Bisa Dikerjakan
Jakarta, Kompas – Sebayak 9.000 naskah kuno koleksi Perpestakaan Nasional yang bernilai sejarah tinggi akan diubah ke dalam bentuk digital sehingga naskah asli bisa terhindar dari kerusakan. Namun, dari koleksi sebanyak itu baru 315 judul naskah yang telah ditransformasi dalam bentuk digital.
Tidak semua naskah kuno / manuskrip dapat ditransformasi ke dalam bentuk digital karena ada yang berbentuk benda –benda tertentu, misalnya aksara yang terukir di benda.
“Koleksi Perpustakaan Nasional sekitar 10.000 naskah kuno, sedangkan yang dapat ditransformasi digital sekitar 9.000 naskah, yakni naskah berbentuk lembaran” Ujar Kepala Perpustakaan Nasional Dady Rachmananta, Kamis (9/10) di Jakarta.
Transformasi digital tersebut sangan penting mengingat usia naskah sebagian besar sangat tua dan fisiknya ada yang sudah rusak. Perubahan ke bentuk digital di utamakan untuk naskah yang fisiknya sudah parah kondisinya. Koleksi naskah Perpustakaan Nasional ada tang dari tahun 1200-an atau sudah berumur lebih dari 800 tahun.
“Kalau naskah masih sering dibuka –buka dan tersentuh akan cepat hancur. Sekarang ini tidak sembarangan orang dapat memegang secara langsung karena fisiknya harus dilindungi. Dengan adaya bentuk digital siapapun dapat mengakses, sedangkan naskah tetap lestari” Ujarnya. Pada tahun 2008, Anggaran Transformasi digital sebesar Rp. 650 juta.
Naskah yang telah dialihkan ke dalam bentuk digital sangat beragam dan berasal dari berbagai daerah. Naskah yang terbilang sangat penting misalnya, Nagara Kertagama, Ila Galigo dan Babat Tanah Jawi.

Terbesar
Koleksi Perpustakaan Nasional termasuk yang memiliki koleksi terbesar di Asia Tenggara. Menurut Kepala Bidang digital Perpustakaan Nasional, Joko Prasetyo, Selain melakukan digitalisasi naskah kuno Perpustakaan Nasional juga mendigitalkan buku langka sebanyak 2.500 judul, majalah langka 1.700 judul, 3.000 foto koleksi IPPHOS, Peta kuno sebanyak 1.300 lembar, serta beragam koleksi lainnya.
Untuk buku yang telah di digitalisasikan masih terbatas yakni yang sudah lewat hak ciptanya selama 50 tahun.
Semua hasil digitalisasi ini lanjut Dady, nantinya akan ditampilkan sehingga bisa di akses oleh publik. Untuk abstraknya seperti halaman judul, ilustrasi dan kulit muka dapat di akses melalui internet. Namun untuk membaca teks penuh harus datang dan mengakses lewat fasilitas multi media di Perpustakaan Nasional.
Harapannya dengan transformasi ke bentuk digital, masyarakat lebih mudah memanfaatkannya. Selain itu, jika masyarakat mengenal koleksi – koleksi tersebut di harapkan timbul kepedulian dan rasa memiliki.


Sumber : Kompas, Juma’at 10 Oktober 2008.

10 Oktober 2008

Perpustakaan, Sumber Ilmu Yang Terabaikan ?


Perpustakaan, Sumber Ilmu Yang Terabaikan?*
Oleh : Romi Febriyanto Saputro
Dalam perjalanan dunia pendidikan di Indonesia ada suatu fenomena yang cukup menarik untuk direnungkan, yaitu terabaikannya perpustakaan sebagai salah satu sumber belajar. Padahal, perpustakaan merupakan salah satu ikon utama dunia pendidikan dalam rangka melaksanakan amanah Pembukaan UUD 1945, yaitu ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu UNESCO juga pernah merekomendasikan bahwa pendidikan untuk semua (education for all) akan lebih berhasil, jika dilengkapi oleh perpustakaan.
Ironisnya, saat ini kondisi perpustakaan di tanah air masih memperihatinkan. Hal ini tentu akan mempengaruhi kualitas pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah kita.
Menurut Suyanto (2003), dalam bukunya yang berjudul Kurikulum Berbasis Kompetensi : Konsep, Karakteristik dan Implementasi, suatu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran antara lain belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun peserta didik. Maka tidaklah mengherankan jika dalam hal kualitas sumber daya manusia, Indonesia menduduki peringkat yang lebih rendah daripada Vietnam.
Kurikulum pendidikan nasional Indonesia sudah berkali-kali mengalami perubahan, namun ironisnya setiap pergantian kurikulum tidak membawa peningkatan yang cukup berarti bagi peningkatan kualitas perpustakaan sekolah. Pemerintah tidak pernah serius untuk membangun suatu perpustakaan sekolah yang berkualitas. Kurikulum selalu berubah tetapi nasib perpustakaan sekolah tetap tidak berubah.
Pada setiap pergantian kurikulum para elit pendidikan lebih tertarik untuk mengkomersialkan buku pelajaran atau yang lebih dikenal dengan buku paket. Sehingga setiap pergantian kurikulum selalu identik dengan pergantian buku paket, walaupun kadang-kadang yang berubah hanya sampulnya belaka.
Dengan dana miliaran rupiah pemerintah kabupaten/kota yang berkoalisi dengan penerbit begitu bersemangat untuk mencetak buku paket, walaupun kualitasnya masih perlu dipertanyakan. Hal inilah yang kemudian mengundang keprihatinan dari Mendiknas Malik Fajar, yang berjanji akan menghentikan komersialisasi buku pelajaran.
Mengapa dunia pendidikan kita kurang menaruh perhatian pada perpustakaan sekolah sebagai salah satu sumber belajar utama ? Pertama, persepsi yang meremehkan perpustakaan. Dalam persepsi sebagian elit pendidikan di tanah air perpustakaan bukan termasuk dalam ikon penting dunia pendidikan. Boleh jadi mereka beranggapan tanpa perpustakaanpun pendidikan sudah dapat berjalan dengan (baik?).
Hal ini terbukti dilapangan begitu banyak gedung sekolah yang didirikan tanpa mengalokasikan ruang untuk perpustakaan dalam perencanaannya. Perpustakaan biasanya hanya menempati "sisa" ruang yang sudah digunakan untuk kelas dan ruang guru. Bahkan kalau ada penambahan jumlah kelas boleh jadi ruang perpustakaan digusur untuk digunakan sebagai ruang kelas. Bahkan ada beberapa perpustakaan sekolah yang terkunci rapat, tanda tidak pernah ada aktivitas di dalamnya.
Selain itu banyak pendirian sekolah swasta baru yang mendapat izin dari pemerintah walaupun belum memiliki perpustakaan yang memadai. Seharusnya pemerintah membuat ketentuan untuk menjadikan perpustakaan sekolah sebagai syarat pengajuan izin mendirikan sekolah baru.
Kedua, pemerintah tidak punya kebijakan yang jelas tentang perpustakaan sekolah. Sampai sekarang juga tidak pernah jelas siapa yang harus mengelola perpustakaan sekolah, apakah menjadi tugas sampingan para guru bahasa atau ada pustakawan yang diangkat khusus untuk mengelola perpustakaan.
Disamping itu masalah (klasik) pendanaan juga merupakan penghambat utama bagi kemajuan perpustakaan sekolah karena belum jelas dianggarkan dari sumber dana yang mana. Kondisi yang demikian, tentu saja mengakibatkan perpustakaan sekolah menjadi terabaikan.
Ketiga, partisipasi guru dalam memotivasi anak didiknya untuk rajin mengunjungi perpustakaan masih kurang. Selama ini sebagian besar metode pengajaran guru hanya bertumpu pada satu jenis buku ajar. Akibatnya materi pelajaran yang disampaikan oleh seorang guru sepuluh tahun lalu boleh jadi akan sama dengan materi yang dia ajarkan sekarang.
Dengan kata lain materi yang di ajarkan tertinggal jauh dengan perkembangan ilmu pengetahuan di masa kini. Hal ini diperparah pula dengan kualitas buku ajar yang tidak mau mengikuti perkembangan jaman, baik itu terbitan penerbit pemerintah maupun swasta.
Metode belajar yang hanya bertumpu pada satu macam bahan pustaka, tentulah memiliki banyak kelemahan. Untuk menutup kelemahan ini, maka kehadiran perpustakaan sekolah yang berkualitas sudah tidak dapat ditunda-tunda lagi. Dalam dunia pendidikan semakin banyak literature yang digunakan, akan semakin baik hasilnya.
Dalam dunia pendidikan kita pernah ada istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), yang artinya kurang lebih siswa diharapkan aktif dalam memperkaya dan memperdalam bahan ajar yang disampaikan guru. Ironisnya CBSA ini tidak didukung dengan perpustakaan sekolah yang qualified. Lalu darimana siswa dapat aktif kalau tidak disediakan sarana membaca yang memadai.
Perpustakaan sekolah sejatinya tidak hanya bermanfaat bagi siswa peserta didik, namun juga sangat berguna bagi guru untuk lebih mengembangkan wawasan dan cakrawala keilmuannya (Ingat, dalam kurikulum berbasis kompetensi nanti, pengajar dan anak didik sama-sama sebagai subjek belajar). Karena, boleh jadi suatu teori yang sepuluh tahun lalu dianggap sebagai suatu temuan ilmiah, sekarang sudah tidak relevan lagi.
Teori evolusi misalnya, yang begitu diagungkan oleh dunia barat, sekarang sudah banyak beredar buku yang membongkar kelemahannya, seperti buku karya Harun Yahya yang berjudul Keruntuhan Teori Evolusi.
Selain itu perpustakaan sekolah juga sangat diperlukan untuk mengasah kreatifitas dan kompetensi siswa, sehingga sejalan dengan tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang akan dilaksanakan pada tahun ajaran baru mendatang 2004/2005. Suatu kurikulum yang diharapkan akan mampu menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi tertentu setelah kelulusannya.
Siswa yang memiliki kompetensi menulis sastra akan lebih termotivasi dalam mengembangkan diri, jika didukung oleh koleksi sastra yang memadai di perpustakaan. Sehingga siswa diharapkan dapat berinteraksi langsung dengan karya-karya emas dunia sastra kita, seperti Siti Nurbaya, Layar Terkembang, Sengsara Membawa Nikmat dan sebagainya.
Para siswa sekolah kejuruan tentunya juga akan memperoleh hasil belajar yang optimal jika mereka bersentuhan dengan buku-buku teknik elektronika, listrik dan mesin di perpustakaan sekolah. Begitu pula dengan siswa yang memiliki bakat terpendam cabang olah raga tertentu (yang prestasinya akhir-akhir ini merosot tajam), akan lebih termotivasi dengan buku yang berisi kisah sukses olahragawan terkenal, seperti Pele, Rudi Hartono dan Muhammad Ali.
Disamping itu buku-buku yang membahas tentang teknik dan strategi cabang olah raga tertentu juga sangat diperlukan oleh siswa yang punya potensi olah raga ini, karena hal ini biasanya jarang diajarkan oleh guru olah raganya.
Perpustakaan sekolah merupakan investasi masa depan bangsa yang bersifat non materiil, yang hasilnya tidak dapat diukur secara kuantitatif, melainkan kualitatif. Jika dunia pendidikan kita serius dalam memperhatikan perpustakaan sekolah, terbentuknya sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas bukan merupakan impian. Bagaimanapun juga investasi non materiil pada akhirnya akan lebih berguna daripada sekedar investasi materiil.
Pembangunan aspek non materiil biasanya tertinggal daripada pembangunan aspek materiil, karena pembangunan aspek non materiil tidak segera kelihatan hasilnya sebagaimana pembangunan aspek materiil. Padahal pada akhirnya aspek non materiil inilah yang merupakan kunci utama bagi kemajuan suatu peradaban manusia.
Sebagaimana yang diungkapkan Will Durant dan Ariel Durant dalam bukunya The Lesson of History, bahwa kebangkitan sebuah peradaban atau bangsa sangat tergantung pada ada dan tidak adanya inisiatif individu-individu dan pikiran-pikiran kreatif mereka yang bisa mengembangkan energi positif dalam merespon secara efektif terhadap situasi yang berkembang


* Tulisan ini telah dimuat di SKH Pikiran Rakyat, 2 Februari 2004

Perpustakaan, Antara Obsesi & Realitas


Refleksi Hari Kunjung Perpustakaan, 14 September 2003
Perpustakaan, Antara Obsesi & Realitas*
Oleh : Romi Febriyanto Saputro
Mungkin tak banyak orang yang tahu bahwa tanggal 14 September 2003 yang lalu adalah “Hari Kunjung Perpustakaan”. Hal ini sangat berbeda dengan peringatan “Hari Pendidikan Nasional” yang begitu meriah diperingati setiap tanggal 2 Mei. Hal ini terasa sangat ironis, mengingat peran keduanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tak dapat dipisahkan.
Dalam alenia keempat Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional ialah “Ikut Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Jadi para pendahulu kita menginginkan agar kita menjadi bangsa yang cerdas. Dengan kata lain bangsa yang cinta akan ilmu pengetahuan. Disinilah peran penting dari perpustakaan, karena perpustakaan melayani kebutuhan masyarakat yang haus dan cinta ilmu pengetahuan.
Pendidikan dan perpustakaan sebenarnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (integral). Seperti telah dicanangkan oleh UNESCO, bahwa pendidikan untuk semua (education for all), dapat lebih berhasil jika dilengkapi oleh perpustakaan. Oleh karena pendidikan merupakan proses alih dan pengembangan ilmu pengetahuan, dengan sekolah dan perpustakaan sebagai medianya, maka perkembangan bidang pendidikan berkaitan erat dengan keberadaan perpustakaan. Sesuai dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, maka pendidikan juga berkembang, sehingga antara pendidikan dan perpustakaan bagaikan dua sisi mata uang yang sama nilainya dan tak dapat dipisahkan, keduanya saling melengkapi dan mengisi (Soetarno, 2003).
Perpustakaan adalah penunjang utama kegiatan pendidikan baik formal maupun informal. Dengan kata lain perpustakaan sebagai sarana pembelajaran masyarakat. Hal ini sejalan dengan dua prinsip pendidikan yang dikemukakan Unesco (1994). : a). Pendidikan harus diletakkan pada empat pilar, yaitu belajar mengetahui (learning to know), belajar melakukan (learning to do), belajar hidup dalam kebersamaan (learning to live together) dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be). b). Belajar seumur hidup (life long learning).
Dua prinsip pendidikan dari UNESCO di atas tentu saja memerlukan perpustakaan sebagai fasilitatornya. Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ) yang lebih mengutamakan inovasi dan improvisasi juga sangat memerlukan dukungan koleksi bahan pustaka yang beragam, sehingga kreativitas pelajar akan lebih terasah..
Pendidikan sektor informalpun sangat memerlukan dukungan perpustakaan, karena melalui perpustakaan masyarakat dapat belajar secara otodidak, melakukan penelitian, menggali, memanfaatkan dan mengembangkan sumber informasi dan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan bakat dan potensinya.
Perpustakaan juga berfungsi sebagai agen perubahan, agen pembangunan dan agen kebudayaan . Sebab berbagai penemuan, sejarah, pemikiran dan ilmu pengetahuan pada waktu lampau disimpan dan didokumentasikan di perpustakaan untuk dipelajari, diteliti dan dikembangkan oleh generasi sekarang untuk mencapai kemajuan.
Fungsi perpustakaan yang sangat penting adalah sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan minat baca masyarakat melalui penyediaan koleksi bahan pustaka yang sesuai dengan minat dan kebutuhan masyarakat. Sehingga pada akhirnya nanti akan terwujud masyarakat yang berbudaya membaca . Masyarakat yang berbudaya membaca merupakan salah satu ciri penting dari masyarakat yang sudah maju. Terwujudnya budaya membaca berarti terwujudnya kemudahan untuk mengakses informasi. Kemudahan mengakses informasi merupakan ikon penting untuk mencapai kemajuan.
Mengingat fungsi penting perpustakaan di atas sudah selayaknya jika bangsa ini menempatkan perpustakaan sebagai ikon penting untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai amanah para pendiri bangsa ini dalam Pembukaan UUD 1945. Selama ini perpustakaan memang dianaktirikan dalam proses pembangunan. Pembangunan fasilitas pendidikan misalnya, sangat jarang memberikan tempat khusus untuk ruang perpustakaan. Hal ini memang merupakan fenomena yang memprihatinkan . Membangun gedung sekolah tanpa ruang perpustakaan yang berarti membangun pendidikan tanpa pilar yang kuat. Bagaimana bisa terbentuk Cara Belajar Siswa Aktif, jika mereka kesulitan mencari referensi karena tidak adanya perpustakaan yang memadai.

Realitas

Pemerintah memang telah banyak membuat seperangkat peraturan yang mengatur aspek kelembagaan dari perpustakaan , mulai dari Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Provinsi, Perpustakaan Umum, Perpustakaan Sekolah, Perpustakaan Perguruan Tinggi, bahkan sampai ke Perpustakaan Desa. Namun kebijakan aspek kelembagaan ini tidak diikuti dengan implementasi nyata di lapangan. Ada jurang yang lebar antara obsesi pemerintah dalam peraturan tersebut dengan realita dilapangan.
Fuad Hasan (2001) mengungkapkan, berdasarkan data tentang perpustakaan sekolah dan lembaga pendidikan yang lain beserta perpustakaan umum disebutkan sebagai berikut : (1) Dari 200.000 Sekolah Dasar hanya sekitar 1 (satu) persen yang memiliki perpustakaan standar; (2) Dari sekitar 70.000 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) baru 34 % yang memiliki perpustakaan standar, (3) Dari sekitar 14.000 Sekolah Menengah Umum hanya sekitar 54 % yang memiliki perpustaakaan standar, (4) Dari sekitar 4.000 Perguruan Tinggi hanya kurang lebih 60 % yang mempunyai perpustakaan standar. Sedangkan untuk perpustakaan umum, desa/kelurahan dan kecamatan tidak lebih dari 0,5 % yang memiliki perpustakaan standar .
Selama ini perpustakaan sekolah hanya menjadi tugas sampingan dari guru (biasanya guru bahasa Indonesia). Padahal tugas mengelola perpustakaan bukan masalah yang sederhana, melainkan memerlukan keseriusan dan totalitas pengabdian.
Pemerintah perlu menyelesaikan masalah ini dengan mengangkat petugas khusus pengelola perpustakaan, misalnya pustakawan kontrak . Kalau untuk memenuhi kekurangan tenaga pengajar pemerintah mengangkat guru kontrak, apa salahnya jika sekarang pemerintah mengangkat pustakawan kontrak. Karena kebutuhan dunia pendidikan terhadap tenaga pengajar hakekatnya sama pentingnya dengan kebutuhan perpustakaan sekolah terhadap pengelola perpustakaan.
Kondisi perpustakaan desa mungkin paling memprihatinkan dibanding jenis perpustakaan yang lain. Perpustakaan desa boleh jadi hanya hidup pada saat-saat tertentu saja, misalnya saat ada lomba desa. Diluar itu kondisinya “hidup segan mati tak mau”.
Minat baca masyarakat desa yang rendah sering menjadi kambing hitam. Padahal mungkin saja rendahnya minat baca masyarakat desa karena tidak adanya perpustakaan desa yang berkualitas. Bagaimana mungkin masyarakat desa terangsang untuk membaca jika koleksi perpustakaan desanya sudah ketinggalan jaman dan tidak sesuai dengan kebutuhan/selera masyarakat (karena koleksinya biasanya hanya buku-buku bantuan).
Minat baca masyarakat sebenarnya berbanding lurus dengan kualitas perpustakaan yang ada. Jadi tidak perlu heran jika minat baca masyarakat kita masih rendah, karena memang tidak didukung dengan perpustakaan yang berkualitas. Juga tidak perlu heran jika masyarakat Jepang memiliki budaya baca yang tinggi, karena didukung oleh perpustakaan yang “qualified”. Jadi perlu keseriusan pemerintah untuk memajukan perpustakaan desa.
Harian Suara Merdeka, 12 Juni 2003 memberitakan bahwa Perpustakaan Umum Wonosobo memperoleh penghargaan “Inovasi Manajemen Perkotaan Award (IMP Award)”, dengan jumlah pengunjung perpustakaan mencapai rata-rata 1.000 (seribu) orang setiap hari.
Hal ini memang merupakan fenomena yang menggembirakan dunia perpustakaan, hanya saja sayangnya kondisi Perpustakaan Umum Wonosobo ini tidak mewakili kondisi perpustakaan umum di Indonesia. Kebanyakan jumlah pengunjung perpustakaan umum masih jauh dibawah angka 1.000 pengunjung, yaitu sekitar 50 – 250 pengunjung.
Ada beberapa catatan penting dari kemajuan yang dicapai oleh Perpustakaan Umum Kabupaten Wonosobo, pertama, kualitas perpustakaan sangat ditentukan oleh dukungan dana yang memadai. “Jer basuki mawa bea” begitulah falsafah Jawa mengajarkan kepada kita. Dengan dukungan dana yang relatif besar dari Bank Dunia, maka Perpustakaan Umum Kab. Wonosobo mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas bahan pustaka yang ada. Sehingga masyarakatpun tertarik untuk mengunjunginya.
Kedua, dukungan dari Pemerintah Kabupaten cukup besar andilnya dalam memajukan dunia perpustakan di daerahnya. Untuk negara berkembang seperti Indonesia yang pemberdayaan masyarakatnya masih lemah, maka peran pemerintah dalam memajukan dunia pendidikan khususnya perpustakaan masih cukup besar. Masyarakat yang masih banyak terimpit krisis ekonomi sulit diharapkan perannya dalam memajukan perpustakaan tanpa fasilitator utama dari pemerintah.
Ketiga, gedung perpustakaan harus cukup luas dan representatif serta mau menyesuaikan diri dengan pengembangan perpustakaan ke depan. Pembangunan gedung perpustakaan tidak bisa seadanya tanpa konsep yang jelas. Tetapi perlu diperhitungkan dengan matang untuk mengembangkan jenis layanan yang ada. Seperti : ruang layanan anak-anak, ruang layanan referensi, ruang layanan pandang dengar dan lain-lain. Selain itu yang tak kalah pentingnya lokasi perpustakaan harus strategis untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi.
Keempat, system layanan tradisional sudah saatnya ditinggalkan menuju system layanan otomasi perpustakaan, sehingga semakin memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi. Dengan demikian terwujudlah layanan prima perpustakaan yang dapat merangsang masyarakat untuk datang ke perpustakaan.
Kelima, pengembangan jenis dan layanan yang ada cukup besar andilnya dalam merangsang masyarakat untuk dating ke perpustakaan yang pada akhirnya akan meningkatkan minat baca mereka. Perpustakaan modern tentu saja tidak hanya melayani pinjam-meminjam buku, tetapi perlu dikembangkan dengan : (1) warung informasi dan teknologi (warintek), (2) layanan pandang dengar, misalnya VCD pendidikan dan pengetahuan, (3) layanan penerjemahan bahasa asing, (4) layanan kursus komputer, dan (5) layanan informasi terseleksi.
Selain itu untuk meningkatkan citra layanan perpustakaan penambahan jam layanan perpustakaan perlu dilakukan guna menampung seluruh aspirasi masyarakat yang ingin berkunjung ke perpustakaan.


* Tulisan ini telah dimuat di SKH Solopos, 16 September 2003

09 Oktober 2008

Lomba Perpustakaan Sekolah Tahun 2008

I.Lomba Perpustakaan Sekolah Tingkat Kabupaten SragenTahun 2008

Dengan ini kami beritahukan bahwa dalam rangka memperingati Hari Kunjung Perpustakaan Tanggal 14 September 2008 dan  Hari Pahlawan Tanggal 10 November 2008 serta dalam rangka melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan, UPTD Perpustakaan Dinas P & K Kabupaten Sragen kembali menyelenggarakan Lomba Perpustakaan Sekolah SD/MI, SMP/MTS, dan SMA/SMK/MA Tingkat Kabupaten Sragen Tahun 2008. Penilaian Lomba akan dilaksanakan pada tanggal 27 Oktober s/d 8 November 2008.
Sehubungan dengan hal tersebut kami mengharapkan agar setiap kecamatan menunjuk satu Perpustakaan Sekolah SD/MI, satu Perpustakaan Sekolah SMP/MTS, dan satu Perpustakaan Sekolah SMA/SMK/MA di wilayahnya untuk mengikuti lomba tersebut.
Adapun aspek yang dinilai adalah :
1.Gedung/Ruang Perpustakaan.
2.Administrasi Koleksi Bahan Pustaka
3.Administrasi Layanan Bahan Pustaka
4.Perhatian Kepala Sekolah Terhadap Perpustakaan
5.Aspek Perpustakaan lainnya.

II.Aspek Penilaian Lomba Perpustakaan Sekolah Tahun 2008

UNSUR YANG DINILAI
1.RUANG PERPUSTAKAAN

a.Luas
b.Ruang Perpustakaan
c.Ruang Audio / Visual
d.Ruang Baca
e.Ruang Koleksi
f.Ruang Kerja Petugas
g.Ruang Layanan
h.Ruang Referensi
2.KOLEKSI
a.Buku Non Fiksi
b.Buku Fiksi
c.Buku Referensi
d.Majalah
e.Surat Kabar
f.Audio / Audio Visual
g.Penambahan Koleksi
h.Lain - lain
3.KETENAGAAN
a.Petugas / Petugas Khusus
b.Pendidikan / Diklat
4.ADMINISTRASI
a.Buku Pengunjung
b.Buku Peminjam
c.Buku Tamu
d.Buku Induk Perpustakaan
e.Buku Klasifikasi DDC
f.Buku Tajuk Subyek
g.Laporan
h.Statistik
i.Kartu Anggota Peminjam
j.Kantong Kartu Buku
k.Kartu Buku
l.Label
m.Lembar Tanggal Kembali
n.Kartu Katalog
o.Tata Tertib Perpustakaan
p.Denah Ruang
q.Program Kerja
5.PERABOT
a.Meja Kursi / Karpet
b.Kursi Baca
c.Rak Buku
d.Rak Buku Referensi
e.Almari / Kotak Katalog
f.Papan Pengumuman
g.Rak Koran
h.Rak Majalah
i.Papan Pamer / Display
j.Meja Baca Perorangan / Study Carel
k.Meja Kursi Petugas
l.Alat Pembersih
6.KEGIATAN PENGOLAHAN DAN LAYANAN
a.Program Kunjung Perpustakaan
b.Penindukan Buku
c.Pengolahan Buku
d.Bimbingan Minat Baca
e.Promosi Perpustakaan
f.Penambahan Koleksi
g.Jumlah Pengunjung
h.Jumlah Buku Yang Dipinjam
i.Jumlah Buku Yang Dibaca Ditempat
j.Jam Buka Perpustakaan
7.ANGGARAN
a.Sumber Dana
b.Dana Yang Tersedia (Tetap / Tidak Tetap)
c.Jumlah Dana (Berapa % Dari APBS)
Tahun 2006 Rp……………………./…….%
Tahun 2007 Rp……………………./…….%
Tahun 2008 Rp……………………./…….%
8.SITUASI UMUM
a.Kebersihan
b.Kerapian
c.Kesegaran Lingkungan
d.Keamanan
e.Kenyamanan
f.Lokasi Ruang Perpustakaan
9.OTOMASI PERPUSTAKAAN

a.Inventarisasi
b.Pembuatan kelengkapan buku
c.Penelusuran Bahan Pustaka
d.Layanan

III. Jadwal Penilaian Lomba Perpustakaan Sekolah Tahun 2008
1 Kecamatan Kalijambe Senin, 27 Oktober 2008 Pukul 08.00 s/d 10.00 WIB
2 Kecamatan Gemolong Senin, 27 Oktober 2008 Pukul 10.30 s/d selesai
3 Kecamatan Tanon Selasa, 28 Oktober 2008 Pukul 08.00 s/d 10.00 WIB
4 Kecamatan Plupuh Selasa, 28 Oktober 2008 Pukul 10.30 s/d selesai
5 Kecamatan Miri Rabu, 29 Oktober 2008 Pukul 08.00 s/d 10.00 WIB
6 Kecamatan Sumberlawang Rabu, 29 Oktober 2008 Pukul 10.30 s/d selesai
7 Kecamatan Mondokan Kamis, 30 Oktober 2008 Pukul 08.00 s/d 10.00 WIB
8 Kecamatan Sukodono Kamis, 30 Oktober 2008 Pukul 10.30 s/d selesai
9 Kecamatan Sragen Sabtu, 1 November 2008 Pukul 08.00 s/d 10.00 WIB
10 Kecamatan Ngrampal Sabtu, 1 November 2008 Pukul 10.30 s/d selesai
11 Kecamatan Sambungmacan Senin, 3 November 2008 Pukul 08.00 s/d 10.00 WIB
12 Kecamatan Jenar Senin, 3 November 2008 Pukul 10.30 s/d selesai
13 Kecamatan Gondang Selasa, 4 November 2008 Pukul 08.00 s/d 10.00 WIB
14 Kecamatan Sambirejo Selasa, 4 November 2008 Pukul 10.30 s/d selesai
15 Kecamatan Gesi Rabu, 5 November 2008 Pukul 08.00 s/d 10.00 WIB
16 Kecamatan Tangen Rabu, 5 November 2008 Pukul 10.30 s/d selesai
17 Kecamatan Sidoharjo Kamis, 6 November 2008 Pukul 08.00 s/d 10.00 WIB
18 Kecamatan Masaran Kamis, 6 November 2008 Pukul 10.30 s/d selesai
19 Kecamatan Kedawung Sabtu, 8 November 2008 Pukul 08.00 s/d 10.00 WIB
20 Kecamatan Karangmalang Sabtu, 8 November 2008 Pukul 10.30 s/d selesai

Lomba Menulis Sinopsis Tahun 2008

LOMBA MENULIS SINOPSIS
UNTUK SISWA SD/MI, SMP/MTS DAN SMA/SMK
DALAM RANGKA HARI KUNJUNG PERPUSTAKAAN 14 SEPTEMBER 2008 DAN  HARI PAHLAWAN TAHUN 2008

A. TEMA LOMBA
”Dengan Semanagat Hari Pahlawan 10 November 2008 Kita Tingkatkan Minat Baca Masyarakat Menuju Masyarakat Sragen Yang Cerdas dan Sejahtera.
B. BENTUK LOMBA
Yang dimaksud Lomba Sinopsis adalah meringkas dan mempresentasikan isi buku sesuai dangan buku yang dibaca.
C. PESERTA
Peserta lomba adalah siswa SD, SMP dan SM baik negeri maupun swasta se – se-Kabupaten Sragen.
1. Untuk SD : Siswa kelas IV dan V SD Negeri dan Swasta
2. Untuk SMP : Siswa kelas I dan II Negeri/Swasta.
3. Untuk SMA : Siswa kelas I dan II Negeri/Swasta.
D. PERSYARATAN LOMBA
1.Peserta diwajibkan membuat 1 (satu) sinopsis buku fiksi (pilih dari daftar buku bacaan yang ada dalam tabel)
2.Panjang naskah sinopsis maksimal 2 halaman kertas ukuran folio, spasi 1,5.
3.Naskah dibuat dalam rangkap 3 (tiga)
4.Naskah dapat dikirim via pos atau diantar langsung ke Panitia Lomba Penulisan Sinopsis Tahun 2008 d/a : UPTD Perpustakaan Dinas P & K Kabupaten Sragen, JL. Pemuda No. 1 SRAGEN 57214.
5.Peserta wajib mempresentasikan naskah sinopsis paling lama 5 menit (Jadwal ditentukan kemudian)
6.Naskah harus sudah diterima panitia paling lambat tanggal 20 November 2008.
7.Keputusan Dewan Juri bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat.
8.Keterangan lebih lanjut dapat dilihat situs www.perpustakaansragen.blogspot.com atau menghubungi panitia telpon (0271)892721 atau email perpustakaansragen@gmail.com

E DAFTAR JUDUL BUKU LOMBA SINOPSIS.
1. Untuk Tingkat SD 
     Judul : Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia, karya Hardjana HP, Penerbit Grasindo
2. Untuk Tingkat SMP
     Judul : Gelondong Jati, karya Sri Purnamawati, Penerbit Cakra Media
3. Untuk Tingkat SMA
     Judul : Kisah Petualangan Para Pengawal Sapi, karya Prabowo, Penerbit Hikayat

F. SISTEMATIKA PENULISAN SINOPSIS
1. Identitras Buku
Judul
Pengarang
Penerbit
Tahun Penerbitan
2. Alur Cerita
Kesesuaian dengan cerita asli
Keruntunan Penalaran
Bahasa (ejaan, pilihan kata, kalimat,paragraf)
G. PENGHARGAAN PEMENANG
Pemenang akan mendapatkan penghargaan berupa, uang, piala dan piagam.
Juara I : Piala, Piagam dan Uang Pembinaan Rp. 350.000, 00
Juara II : Piala, Piagam dan Uang Pembinaan Rp. 275.000, 00
Juara III : Piala, Piagam dan Uang Pembinaan Rp. 225.000, 00

Lomba Menulis Artikel Tentang Perpustakaan

LOMBA MENULIS ARTIKEL TENTANG PERPUSTAKAAN
UNTUK SISWA SD/MI, SMP/MTS, DAN SMA/SMK/MA
TINGKAT KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008
DALAM RANGKA PERINGATAN HARI KUNJUNG PERPUSTAKAAN 14 SEPTEMBER 2008 DAN HARI PAHLAWAN TAHUN 2008

A. PESERTA
Peserta Lomba adalah siswa-siswi di Kabupaten Sragen .
1. Untuk SD : Siswa kelas IV, V, dan VI SD Negeri dan Swasta
2. Untuk SMP : Siswa kelas I , II, dan III Negeri/Swasta.
3. Untuk SMA : Siswa kelas I , II, dan III Negeri/Swasta.
B. JENIS NASKAH
Naskah lomba berupa opini atau pendapat siswa tentang dunia perpustakaan sesuai dengan tema yang telah ditentukan.
C. TEMA PENULISAN
Judul artikel bebas dengan mengacu pada salah satu tema di bawah ini :
1. Untuk Tingkat SD
a. Aku suka berkunjung ke perpustakaan
b. Aku cinta membaca
c. Membaca membuat aku pintar
2. Untuk Tingkat SMP
a. Memberdayakan Perpustakaan Sekolah
b. Perpustakaan Sekolah Idamanku !
c. Gila Membaca, Siapa Takut !
3. Untuk Tingkat SMA
a. Perpustakaan Umum Idamanku !
b. Mewujudkan Sragen Cerdas Dengan Perpustakaan
c. Generasi Cerdas, Generasi Yang Membaca !
d. Sragen sejahtera adalah sragen yang membaca.
D. PERSYARATAN NASKAH
1.Naskah harus asli, karya sendiri, tidak sedang diikutsertakan lomba lain, dan belum pernah diterbitkan .
2.Penulis bertanggung jawab atas tulisannya, jika terbukti bukan hasil karya sendiri akan secara otomatis gugur sebagai peserta.
3.Tidak bertentangan dengan Pancasila dan tidak menimbulkan masalah SARA.
4.Panjang tulisan maksimal 2 halaman folio dibuat rangkap tiga.
5.Naskah diketik dengan jarak 2 (dua) spasi.
6.Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
7.Semua kutipan harus mengikuti ketentuan dan prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta.
8.Naskah dapat dikirim via pos atau diantar langsung ke Panitia Lomba Menulis Artikel Tentang Perpustakaan Tahun 2008 d/a : UPTD Perpustakaan Dinas P & K Kabupaten Sragen, JL. Pemuda No. 1 SRAGEN 57214.
9.Penulis harus mencantumkan fotokopi Kartu Pelajar, Asal Sekolah, Kelas, dan No. Telpon/HP.
10.Juri akan memilih 10 artikel terbaik untuk dipresentasikan di hadapan Dewan Juri (Jadwal akan ditentukan kemudian)
11.Naskah harus sudah diterima panitia paling lambat tanggal 20 November 2008.
12.Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat.
13.Keterangan lebih lanjut dapat dilihat situs www.perpustakaansragen.blogspot.com atau menghubungi panitia telpon (0271)892721 atau email perpustakaansragen@gmail.com
D. PENGHARGAAN PEMENANG
Pemenang akan mendapatkan penghargaan berupa, uang, piala dan piagam.
Juara I : Piala, Piagam dan Uang Pembinaan Rp. 400.000, 00
Juara II : Piala, Piagam dan Uang Pembinaan Rp. 350.000, 00
Juara III : Piala, Piagam dan Uang Pembinaan Rp. 300.000, 00
F. PENUTUP
Dengan Lomba Menulis Artikel Tentang Perpustakaan 2008 ini diharapkan akan meningkatkan budaya membaca dan menulis generasi muda. Terwujudnya generasi muda yang berbudaya membaca dan menulis akan melahirkan generasi bangsa yang berliterasi. Generasi yang memiliki kepedulian, kesadaran, dan kepekaan terhadap informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

07 Oktober 2008

Mohon Saran & Kritik Dari MASYARAKAT

Dengan ini kami sampaikan kepada masyarakat Kabupaten Sragen maupun pengunjung situs ini bahwa kami sangat mengharapkan saran, kritik, maupun pertanyaan dari masyarakat guna meningkatkan kualitas layanan kami. Untuk itu, saran, kritik, dan pertanyaan dapat dikirimkan ke email perpustakaansragen@gmail.com.
Terima kasih.

01 Oktober 2008

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H

Segenap karyawan dan karyawati Perpustakaan Umum Kabupaten Sragen Mengucapkan

"SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1429 H"
TAQOBALALLOHU MINNA WA MINKUM
MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN


UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2007 TENTANG PERPUSTAKAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional;

b. bahwa sebagai salah satu upaya untuk memajukan kebudayaan nasional, perpustakaan merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa;
c. bahwa dalam rangka meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa, perlu ditumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam;
d. bahwa ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan perpustakaan masih bersifat parsial dalam berbagai peraturan sehingga perlu diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang tersendiri;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perpustakaan;

Mengingat: Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERPUSTAKAAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.
2. Koleksi perpustakaan adalah semua informasi dalam bentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang mempunyai nilai pendidikan, yang dihimpun, diolah, dan dilayankan.
3. Koleksi nasional adalah semua karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam dalam berbagai media yang diterbitkan ataupun tidak diterbitkan, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri yang dimiliki oleh perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Naskah kuno adalah semua dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunyai nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
5. Perpustakaan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.
6. Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diperuntukkan bagi masyarakat luas sebagai sarana pembelajaran sepanjang hayat tanpa membedakan umur, jenis kelamin, suku, ras, agama, dan status sosial-ekonomi.
7. Perpustakaan khusus adalah perpustakaan yang diperuntukkan secara terbatas bagi pemustaka di lingkungan lembaga pemerintah, lembaga masyarakat, lembaga pendidikan keagamaan, rumah ibadah, atau organisasi lain.
8. Pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan.
9. Pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat, atau lembaga yang memanfaatkan fasilitas layanan perpustakaan.
10. Bahan perpustakaan adalah semua hasil karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam.
11. Masyarakat adalah setiap orang, kelompok orang, atau lembaga yang berdomisili pada suatu wilayah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang perpustakaan.
12. Organisasi profesi pustakawan adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan oleh pustakawan untuk mengembangkan profesionalitas kepustakawanan.
13. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
15. Sumber daya perpustakaan adalah semua tenaga, sarana dan prasarana, serta dana yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perpustakaan.
16. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan dalam bidang pendidikan nasional.

Pasal 2
Perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan.

Pasal 3
Perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.

Pasal 4
Perpustakaan bertujuan memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca, serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB II
HAK, KEWAJIBAN, DAN KEWENANGAN

Bagian Kesatu
Hak

Pasal 5
(1) Masyarakat mempunyai hak yang sama untuk:
a. memperoleh layanan serta memanfaatkan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan;
b. mengusulkan keanggotaan Dewan Perpustakaan;
c. mendirikan dan/atau menyelenggarakan perpustakaan;
d. berperan serta dalam pengawasan dan evaluasi terhadap penyelenggaraan perpustakaan.
(2) Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi, atau terbelakang sebagai akibat faktor geografis berhak memperoleh layanan perpustakaan secara khusus.
(3) Masyarakat yang memiliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh layanan perpustakaan yang disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan masing-masing.

Bagian Kedua
Kewajiban

Pasal 6
(1) Masyarakat berkewajiban:
a. menjaga dan memelihara kelestarian koleksi perpustakaan;
b. menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno yang dimilikinya dan mendaftarkannya ke Perpustakaan Nasional;
c. menjaga kelestarian dan keselamatan sumber daya perpustakaan di lingkungannya;
d mendukung upaya penyediaan fasilitas layanan perpustakaan di lingkungannya;
e. mematuhi seluruh ketentuan dan peraturan dalam pemanfaatan fasilitas perpustakaan; dan
f. menjaga ketertiban, keamanan, dan kenyamanan lingkungan perpustakaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 7
(1) Pemerintah berkewajiban:
a. mengembangkan sistem nasional perpustakaan sebagai upaya mendukung sistem pendidikan nasional;
b. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;
c. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di tanah air;
d. menjamin ketersediaan keragaman koleksi perpustakaan melalui terjemahan (translasi), alih aksara (transliterasi), alih suara ke tulisan (transkripsi), dan alih media (transmedia);
e. menggalakkan promosi gemar membaca dan memanfaatkan perpustakaan;
f. meningkatan kualitas dan kuantitas koleksi perpustakaan;
g. membina dan mengembangkan kompetensi, profesionalitas pustakawan, dan tenaga teknis perpustakaan;
h. mengembangkan Perpustakaan Nasional; dan
i. memberikan penghargaan kepada setiap orang yang menyimpan, merawat, dan melestarikan naskah kuno.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban:
a. menjamin penyelenggaraan dan pengembangan perpustakaan di daerah;
b. menjamin ketersediaan layanan perpustakaan secara merata di wilayah masing-masing;
c. menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat;
d. menggalakkan promosi gemar membaca dengan memanfaatkan perpustakaan;
e. memfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di daerah; dan
f. menyelenggarakan dan mengembangkan perpustakaan umum daerah berdasar kekhasan daerah sebagai pusat penelitian dan rujukan tentang kekayaan budaya daerah di wilayahnya.

Bagian Ketiga
Kewenangan

Pasal 9
Pemerintah berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional dalam pembinaan dan pengembangan semua jenis perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat untuk dilestarikan dan didayagunakan.

Pasal 10
Pemerintah daerah berwenang:
a. menetapkan kebijakan daerah dalam pembinaan dan pengembangan perpustakaan di wilayah masing-masing;
b. mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan di wilayah masing-masing; dan
c. mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat di wilayah masing-masing untuk dilestarikan dan didayagunakan.

BAB III
STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN

Pasal 11
(1) Standar nasional perpustakaan terdiri atas:
a. standar koleksi perpustakaan;
b. standar sarana dan prasarana;
c. standar pelayanan perpustakaan;
d. standar tenaga perpustakaan;
e. standar penyelenggaraan; dan
f. standar pengelolaan.
(2) Standar nasional perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai acuan penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengembangan perpustakaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar nasional perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IV
KOLEKSI PERPUSTAKAAN

Pasal 12
(1) Koleksi perpustakaan diseleksi, diolah, disimpan, dilayankan, dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan pemustaka dengan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Pengembangan koleksi perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
(3) Bahan perpustakaan yang dilarang berdasarkan peraturan perundang-undangan disimpan sebagai koleksi khusus Perpustakaan Nasional.
(4) Koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan secara terbatas.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan koleksi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan penggunaan secara terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 13
(1) Koleksi nasional diinventarisasi, diterbitkan dalam bentuk katalog induk nasional (KIN), dan didistribusikan oleh Perpustakaan Nasional.
(2) Koleksi nasional yang berada di daerah diinventarisasi, diterbitkan dalam bentuk katalog induk daerah (KID), dan didistribusikan oleh perpustakaan umum provinsi.

BAB V
LAYANAN PERPUSTAKAAN

Pasal 14
(1) Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pemustaka.
(2) Setiap perpustakaan menerapkan tata cara layanan perpustakaan berdasarkan standar nasional perpustakaan.
(3) Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan melalui pemanfaatan sumber daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan pemustaka.
(5) Layanan perpustakaan diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka.
(6) Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui kerja sama antarperpustakaan.
(7) Layanan perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan melalui jejaring telematika.

BAB VI
PEMBENTUKAN, PENYELENGGARAAN, SERTA PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN

Bagian Kesatu
Pembentukan Perpustakaan

Pasal 15
(1) Perpustakaan dibentuk sebagai wujud pelayanan kepada pemustaka dan masyarakat.
(2) Pembentukan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
(3) Pembentukan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memenuhi syarat:
a. memiliki koleksi perpustakaan;
b. memiliki tenaga perpustakaan;
c. memiliki sarana dan prasarana perpustakaan;
d. memiliki sumber pendanaan; dan
e. memberitahukan keberadaannya ke Perpus-takaan Nasional.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Perpustakaan

Pasal 16
Penyelenggaraan perpustakaan berdasarkan kepemilikan terdiri atas:
a. perpustakaan pemerintah;
b. perpustakaan provinsi;
c. perpustakaan kabupaten/kota;
d. perpustakaan kecamatan;
e. perpustakaan desa;
f. perpustakaan masyarakat;
g. perpustakaan keluarga; dan
h. perpustakaan pribadi.

Pasal 17
Penyelenggaraan perpustakaan dilakukan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.

Bagian Ketiga
Pengelolaan dan Pengembangan Perpustakaan

Pasal 18
Setiap perpustakaan dikelola sesuai dengan standar nasional perpustakaan.

Pasal 19
(1) Pengembangan perpustakaan merupakan upaya peningkatan sumber daya, pelayanan, dan pengelolaan perpustakaan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas.
(2) Pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan karakteristik, fungsi dan tujuan, serta dilakukan sesuai dengan kebutuhan pemustaka dan masyarakat dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(3) Pengembangan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan secara berkesinambungan.

BAB VII
JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN

Pasal 20
Perpustakaan terdiri atas:
a. Perpustakaan Nasional;
b. Perpustakaan Umum;
c. Perpustakaan Sekolah/Madrasah;
d. Perpustakaan Perguruan Tinggi; dan
e. Perpustakaan Khusus.

Bagian Kesatu
Perpustakaan Nasional

Pasal 21
(1) Perpustakaan Nasional merupakan Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan dan berkedudukan di ibukota negara.
(2) Perpustakaan Nasional bertugas:
a. menetapkan kebijakan nasional, kebijakan umum, dan kebijakan teknis pengelolaan perpustakaan;
b. melaksanakan pembinaan, pengembangan, evaluasi, dan koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan;
c. membina kerja sama dalam pengelolaan berbagai jenis perpustakaan; dan
d. mengembangkan standar nasional perpustakaan.
(3) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perpustakaan Nasional bertanggung jawab:
a. mengembangkan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat;
b. mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa;
c. melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat; dan
d. mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada di luar negeri.

Bagian Kedua
Perpustakaan Umum

Pasal 22
(1) Perpustakaan umum diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa, serta dapat diselenggarakan oleh masyarakat.
(2) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan perpustakaan umum daerah yang koleksinya mendukung pelestarian hasil budaya daerah masing-masing dan memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
(3) Perpustakaan umum yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan mengembangkan sistem layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Masyarakat dapat menyelenggarakan perpustakaan umum untuk memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat.
(5) Pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota melaksanakan layanan perpustakaan keliling bagi daerah yang belum terjangkau oleh layanan perpustakaan menetap.

Bagian Ketiga
Perpustakaan Sekolah/Madrasah

Pasal 23
(1) Setiap sekolah/madrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan pendidik.
(3) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengembangkan koleksi lain yang mendukung pelaksanaan kurikulum pendidikan.
(4) Perpustakaan sekolah/madrasah melayani peserta didik pendidikan kesetaraan yang dilaksanakan di lingkungan satuan pendidikan yang bersangkutan.
(5) Perpustakaan sekolah/madrasah mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(6) Sekolah/madrasah mengalokasikan dana paling sedikit 5% dari anggaran belanja operasional sekolah/madrasah atau belanja barang di luar belanja pegawai dan belanja modal untuk pengembangan perpustakaan.

Bagian Keempat
Perpustakaan Perguruan Tinggi

Pasal 24
(1) Setiap perguruan tinggi menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki koleksi, baik jumlah judul maupun jumlah eksemplarnya, yang mencukupi untuk mendukung pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Perpustakaan perguruan tinggi mengembangkan layanan perpustakaan berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
(4) Setiap perguruan tinggi mengalokasikan dana untuk pengembangan perpustakaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan guna memenuhi standar nasional pendidikan dan standar nasional perpustakaan.

Bagian Kelima
Perpustakaan Khusus

Pasal 25
Perpustakaan khusus menyediakan bahan perpustakaan sesuai dengan kebutuhan pemustaka di lingkungannya.

Pasal 26
Perpustakaan khusus memberikan layanan kepada pemustaka di lingkungannya dan secara terbatas memberikan layanan kepada pemustaka di luar lingkungannya.

Pasal 27
Perpustakaan khusus diselenggarakan sesuai dengan standar nasional perpustakaan.

Pasal 28
Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan bantuan berupa pembinaan teknis, pengelolaan, dan/atau pengembangan perpustakaan kepada perpustakaan khusus.

BAB VIII
TENAGA PERPUSTAKAAN, PENDIDIKAN, DAN
ORGANISASI PROFESI

Bagian Kesatu
Tenaga Perpustakaan

Pasal 29
(1) Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan.
(2) Pustakawan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
(3) Tugas tenaga teknis perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dirangkap oleh pustakawan sesuai dengan kondisi perpustakaan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan pemberhentian tenaga perpustakaan yang berstatus pegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan mengenai tugas, tanggung jawab, pengangkatan, pembinaan, promosi, pemindahan tugas, dan pemberhentian tenaga perpustakaan yang berstatus nonpegawai negeri sipil dilakukan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh penyelenggara perpustakaan yang bersangkutan.

Pasal 30
Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum Pemerintah, perpustakaan umum provinsi, perpustakaan umum kabupaten/kota, dan perpustakaan perguruan tinggi dipimpin oleh pustakawan atau oleh tenaga ahli dalam bidang perpustakaan.

Pasal 31
Tenaga perpustakaan berhak atas:
a. penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial;
b. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; dan
c. kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas perpustakaan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

Pasal 32
Tenaga perpustakaan berkewajiban:
a. memberikan layanan prima terhadap pemustaka;
b. menciptakan suasana perpustakaan yang kondusif; dan
c. memberikan keteladanan dan menjaga nama baik lembaga dan kedudukannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Bagian Kedua
Pendidikan

Pasal 33
(1) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan tenaga perpustakaan merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan.
(2) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pendidikan formal dan/atau nonformal.
(3) Pendidikan untuk pembinaan dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui kerja sama Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum provinsi, dan/atau perpustakaan umum kabupaten/kota dengan organisasi profesi, atau dengan lembaga pendidikan dan pelatihan.

Bagian Ketiga
Organisasi Profesi

Pasal 34
(1) Pustakawan membentuk organisasi profesi.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan dan memberi pelindungan profesi kepada pustakawan.
(3) Setiap pustakawan menjadi anggota organisasi profesi.
(4) Pembinaan dan pengembangan organisasi profesi pustakawan difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pasal 35
Organisasi profesi pustakawan mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan melaksanakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
b. menetapkan dan menegakkan kode etik pustakawan;
c. memberi pelindungan hukum kepada pustakawan; dan
d. menjalin kerja sama dengan asosiasi pustakawan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional.

Pasal 36
(1) Kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b berupa norma atau aturan yang harus dipatuhi oleh setiap pustakawan untuk menjaga kehormatan, martabat, citra, dan profesionalitas.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat secara spesifik sanksi pelanggaran kode etik dan mekanisme penegakan kode etik.

Pasal 37
(1) Penegakan kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Pustakawan yang dibentuk oleh organisasi profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi profesi pustakawan diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

BAB IX
SARANA DAN PRASARANA

Pasal 38
(1) Setiap penyelenggara perpustakaan menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan standar nasional perpustakaan.
(2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

BAB X
PENDANAAN

Pasal 39
(1) Pendanaan perpustakaan menjadi tanggung jawab penyelenggara perpustakaan.
(2) Pemerintah dan pemerintah daerah mengalokasikan anggaran perpustakaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Pasal 40
(1) Pendanaan perpustakaan didasarkan pada prinsip kecukupan dan berkelanjutan.
(2) Pendanaan perpustakaan bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah;
b. sebagian anggaran pendidikan;
c. sumbangan masyarakat yang tidak mengikat;
d. kerja sama yang saling menguntungkan;
e. bantuan luar negeri yang tidak mengikat;
f. hasil usaha jasa perpustakaan; dan/atau
g. sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 41
Pengelolaan dana perpustakaan dilakukan secara efisien, berkeadilan, terbuka, terukur, dan bertanggung jawab.

BAB XI
KERJA SAMA DAN PERAN SERTA MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Kerja Sama

Pasal 42
(1) Perpustakaan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan layanan kepada pemustaka.
(2) Peningkatan layanan kepada pemustaka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan jumlah pemustaka yang dapat dilayani dan meningkatkan mutu layanan perpustakaan.
(3) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan peningkatan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memanfaatkan sistem jejaring perpustakaan yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi.

Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat

Pasal 43
Masyarakat berperan serta dalam pembentukan, penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan perpustakaan.

BAB XII
DEWAN PERPUSTAKAAN

Pasal 44
(1) Presiden menetapkan Dewan Perpustakaan Nasional atas usul Menteri dengan memperhatikan masukan dari Kepala Perpustakaan Nasional.
(2) Gubernur menetapkan Dewan Perpustakaan Provinsi atas usul kepala perpustakaan provinsi.
(3) Dewan Perpustakaan Nasional bertanggung jawab kepada Presiden dan Dewan Perpustakaan Provinsi bertanggung jawab kepada gubernur.
(4) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berjumlah 15 (lima belas) orang yang berasal dari:
a. 3 (tiga) orang unsur pemerintah;
b. 2 (dua) orang wakil organisasi profesi pustakawan;
c. 2 (dua) orang unsur pemustaka;
d. 2 (dua) orang akademisi;
e. 1 (satu) orang wakil organisasi penulis;
f. 1 (satu) orang sastrawan;
g. 1 (satu) orang wakil organisasi penerbit;
h. 1 (satu) orang wakil organisasi perekam;
i. 1 (satu) orang wakil organisasi toko buku; dan
j. 1 (satu) orang tokoh pers.
(5) Dewan perpustakaan dipimpin oleh seorang ketua dibantu oleh seorang sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota dewan perpustakaan.
(6) Dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bertugas:
a. memberikan pertimbangan, nasihat, dan saran bagi perumusan kebijakan dalam bidang perpustakaan;
b. menampung dan menyampaikan aspirasi masyarakat terhadap penyelenggaraan perpustakaan; dan
c. melakukan pengawasan dan penjaminan mutu layanan perpustakaan.

Pasal 45
(1) Dewan Perpustakaan Nasional dalam melaksanakan tugas dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara.
(2) Dewan Perpustakaan Provinsi dalam melaksanakan tugas dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pasal 46
Dewan perpustakaan dapat menjalin kerja sama dengan perpustakaan pada tingkat daerah, nasional, dan internasional untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (6).

Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja, tata cara pengangkatan anggota, serta pemilihan pimpinan dewan perpustakaan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIII
PEMBUDAYAAN KEGEMARAN MEMBACA

Pasal 48
(1) Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat.
(2) Pembudayaan kegemaran membaca pada keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi oleh Pemerintah dan pemerintah daerah melalui buku murah dan berkualitas.
(3) Pembudayaan kegemaran membaca pada satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengembangkan dan memanfaatkan perpustakaan sebagai proses pembelajaran.
(4) Pembudayaan kegemaran membaca pada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyediaan sarana perpustakaan di tempat-tempat umum yang mudah dijangkau, murah, dan bermutu.

Pasal 49
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat mendorong tumbuhnya taman bacaan masyarakat dan rumah baca untuk menunjang pembudayaan kegemaran membaca.

Pasal 50
Pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi dan mendorong pembudayaan kegemaran membaca sebagaimana diatur dalam Pasal 48 ayat (2) sampai dengan ayat (4) dengan menyediakan bahan bacaan bermutu, murah, dan terjangkau serta menyediakan sarana dan prasarana perpustakaan yang mudah diakses.

Pasal 51
(1) Pembudayaan kegemaran membaca dilakukan melalui gerakan nasional gemar membaca.
(2) Gerakan nasional gemar membaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan seluruh masyarakat.
(3) Satuan pendidikan membina pembudayaan kegemaran membaca peserta didik dengan memanfaatkan perpustakaan.
(4) Perpustakaan wajib mendukung dan memasyarakatkan gerakan nasional gemar membaca melalui penyediaan karya tulis, karya cetak, dan karya rekam.
(5) Untuk mewujudkan pembudayaan kegemaran membaca sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perpustakaan bekerja sama dengan pemangku kepentingan.
(6) Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan penghargaan kepada masyarakat yang berhasil melakukan gerakan pembudayaan gemar membaca.
(7) Ketentuan mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XIV
KETENTUAN SANKSI

Pasal 52
(1) Semua lembaga penyelenggara perpustakaan yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 22 ayat (2), Pasal 23, dan Pasal 24 dikenai sanksi administratif.
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 53
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini.

Pasal 54
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 1 November 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 1 November 2007
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA


TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA RI
No. 4774 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 129)

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 43 TAHUN 2007
TENTANG
PERPUSTAKAAN

I. UMUM

Keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat manusia. Tinggi rendahnya peradaban dan budaya suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi perpustakaan yang dimiliki. Hal itu karena ketika manusia purba mulai menggores dinding gua tempat mereka tinggal, sebenarnya mereka mulai merekam pengetahuan mereka untuk diingat dan disampaikan kepada pihak lain. Mereka menggunakan tanda atau gambar untuk mengekspresikan pikiran dan/atau apa yang dirasakan serta menggunakan tanda-tanda dan gambar tersebut untuk mengomunikasikannya kepada orang lain. Waktu itulah eksistensi dan fungsi perpustakaan mulai disemai. Penemuan mesin cetak, pengembangan teknik rekam, dan pengembangan teknologi digital yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi mempercepat tumbuh-kembangnya perpustakaan. Pengelolaan perpustakaan menjadi semakin kompleks. Dari sini awal mulai berkembang ilmu dan teknik mengelola perpustakaan.
Perpustakaan sebagai sistem pengelolaan rekaman gagasan, pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan umat manusia, mempunyai fungsi utama melestarikan hasil budaya umat manusia tersebut, khususnya yang berbentuk dokumen karya cetak dan karya rekam lainnya, serta menyampaikan gagasan, pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan umat manusia itu kepada generasi-generasi selanjutnya. Sasaran dari pelaksanaan fungsi ini adalah terbentuknya masyarakat yang mempunyai budaya membaca dan belajar sepanjang hayat.
Di sisi lain, perpustakaan berfungsi untuk mendukung Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Perpustakaan merupakan pusat sumber informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, dan kebudayaan. Selain itu, perpustakaan sebagai bagian dari masyarakat dunia ikut serta membangun masyarakat informasi berbasis teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dituangkan dalam Deklarasi World Summit of Information Society-WSIS, 12 Desember 2003.
Deklarasi WSIS bertujuan membangun masyarakat informasi yang inklusif, berpusat pada manusia dan berorientasi secara khusus pada pembangunan. Setiap orang dapat mencipta, mengakses, menggunakan, dan berbagi informasi serta pengetahuan hingga memungkinkan setiap individu, komunitas, dan masyarakat luas menggunakan seluruh potensi mereka untuk pembangunan berkelanjutan yang bertujuan pada peningkatan mutu hidup.
Indonesia telah merdeka lebih dari 60 (enam puluh) tahun, tetapi perpustakaan ternyata belum menjadi bagian hidup keseharian masyarakat. Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa perlu dikembangkan suatu sistem nasional perpustakaan. Sistem itu merupakan wujud kerja sama dan perpaduan dari berbagai jenis perpustakaan di Indonesia demi memampukan institusi perpustakaan menjalankan fungsi utamanya menjadi wahana pembelajaran masyarakat dan demi mempercepat tercapainya tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pemberlakuan kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengakibatkan ketidakjelasan kewenangan pusat dan daerah dalam bidang perpustakaan. Keberadaan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebagai Lembaga Pemerintah Non-Departemen berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1989 tidak lagi memiliki kekuatan efektif dalam melakukan pembinaan dan pengembangan perpustakaan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberagaman kebijakan dalam pengembangan perpustakaan di daerah secara umum pada satu sisi menguntungkan sebagai pendelegasian kewenangan kepada daerah. Namun, di sisi lain dianggap kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan perpustakaan yang andal dan profesional sesuai dengan standar ilmu perpustakaan dan informasi yang baku karena bervariasinya kemampuan manajemen dan finansial yang dimiliki oleh setiap daerah serta adanya perbedaan pemahaman dan persepsi mengenai peran dan fungsi perpustakaan.
Sejumlah warga masyarakat telah mengupayakan sendiri pendirian taman bacaan atau perpustakaan demi memenuhi kebutuhan masyarakat atas informasi melalui bahan bacaan yang dapat diakses secara mudah dan murah. Namun, upaya sebagian kecil masyarakat ini tidak akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang jumlah, variasi, dan intensitasnya jauh lebih besar. Untuk itu, berdasarkan Pasal 31 ayat (2), Pasal 32, dan Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu menyelenggarakan perpustakaan sebagai sarana yang paling demokratis untuk belajar sepanjang hayat demi memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh informasi melalui layanan perpustakaan guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dengan adanya undang-undang ini diharapkan keberadaan perpustakaan benar-benar menjadi wahana pembelajaran sepanjang hayat dan wahana rekreasi ilmiah. Selain itu, juga menjadi pedoman bagi pertumbuhan dan perkembangan perpustakaan di Indonesia sehingga perpustakaan menjadi bagian hidup keseharian masyarakat Indonesia.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Masyarakat di daerah terpencil, terisolasi atau terbelakang akibat faktor geografis berhak mendapatkan layanan perpustakaan sesuai dengan kondisi setempat misalnya, perpustakaan keliling atau perpustakaan terapung.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Sebagian besar naskah kuno masih dimiliki masyarakat. Untuk memudahkan pendataan dan upaya pelestariannya, perlu didaftarkan ke Perpustakaan Nasional.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan sistem nasional perpustakaan adalah sistem pensinergian semua jenis perpustakaan di seluruh wilayah Negara Kesatuan RI guna lebih efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam mendukung pencapaian tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa. Sistem nasional perpustakaan mempunyai keterkaitan secara fungsional dengan sistem pendidikan nasional khususnya pada prinsip pendidikan nasional yang diselenggarakan sebagai pembudayaan dan pemberdayaan termasuk di dalamnya pembelajaran sepanjang hayat. Bahwa sistem nasional perpustakaan dan sistem pendidikan nasional secara bersama-sama berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas sebagai bagian yang inheren dari pembentukan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud transmedia adalah pengalihan bentuk bahan perpustakaan dari bentuk tercetak ke media lain, seperti mikrofilm, CD, digital.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Naskah kuno berisi warisan budaya karya intelektual bangsa Indonesia yang sangat berharga dan hingga saat ini masih tersebar di masyarakat dan untuk melestarikannya perlu peran serta pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 8
Cukup jelas

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Cukup jelas

Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan standar tenaga perpustakaan juga mencakup kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud bahan perpustakaan yang dilarang menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1963 adalah barang-barang cetakan yang isinya dapat mengganggu ketertiban umum, khususnya mengenai buletin, surat kabar harian, majalah dan penerbitan berkala. Untuk kepentingan penelitian dan pengembangan keilmuan, bahan perpustakaan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan disimpan sebagai koleksi khusus Perpustakaan Nasional untuk didayagunakan secara terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Penerbitan katalog induk nasional dilakukan baik secara tercetak (hardcopy) maupun secara terdigitalisasi (softcopy).
Ayat (2)
Penerbitan katalog induk daerah dilakukan baik secara tercetak (hardcopy) maupun secara terdigitalisasi (softcopy).

Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dengan memberitahukan keberadaannya ke Perpustakaan Nasional, suatu perpustakaan secara formal dimasukkan dalam sistem nasional perpustakaan untuk secara bersinergi dan terkoordinasi dengan perpustakaan lainnya mendukung pencapaian tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pasal 16
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Istilah desa disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat setempat seperti nagari, bori, naga, dan sejenisnya.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas

Pasal 17
Cukup jelas

Pasal 18
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas

Pasal 20
Cukup jelas

Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Koordinasi terhadap pengelolaan perpustakaan dimaksudkan guna mewujudkan suatu sistem nasional perpustakaan yang efektif dan efisien agar secara sinergis mendukung pencapaian tujuan nasional mencerdaskan kehidupan bangsa.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Dalam mengembangkan standar nasional perpustakaan, Perpustakaan Nasional bekerja sama dan berkoordinasi dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Koleksi nasional perlu dikembangkan karena memuat simpanan informasi yang luas dan permanen sebagai hasil karya budaya bangsa yang harus dilestarikan.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menyelenggarakan perpustakaan umum daerah yang dalam pengembangan koleksinya wajib menyimpan bahan perpustakaan berupa karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam yang diterbitkan di daerah tersebut, atau karya tentang daerah tersebut yang ditulis oleh warga negara Indonesia dan diterbitkan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 23
Cukup jelas

Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Jumlah judul dalam koleksi perpustakaan perguruan tinggi untuk mendukung pelaksanaan pendidikan diperhitungkan berdasarkan kebutuhan untuk bacaan wajib, bacaan penunjang, dan bacaan pengayaan wawasan keilmuan yang terkait dengan mata kuliah yang disajikan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan.

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27
Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tenaga teknis perpustakaan adalah tenaga non-pustakawan yang secara teknis mendukung pelaksanaan fungsi perpustakaan, misalnya, tenaga teknis komputer, tenaga teknis audio-visual, dan tenaga teknis ketatausahaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah Undang-Undang tentang Kepegawaian.
Ayat (5)
Cukup jelas

Pasal 30
Yang dimaksud tenaga ahli di bidang perpustakaan adalah seseorang yang memiliki kapabilitas, integritas, dan kompetensi di bidang perpustakaan.

Pasal 31
Cukup jelas

Pasal 32
Cukup jelas

Pasal 33
Cukup jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan memajukan profesi meliputi peningkatan kompetensi, karier, dan wawasan kepustakawanan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas

Pasal 37
Cukup jelas

Pasal 38
Cukup jelas

Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan prinsip kecukupan dan berkelanjutan adalah prinsip pengalokasian anggaran yang memungkinkan seluruh fungsi perpustakaan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, lancar, meningkat, dan berkelanjutan.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan sebagian anggaran pendidikan adalah anggaran yang dialokasikan untuk fungsi pendidikan, yang besarnya didasarkan pada prinsip kecukupan dan berkelanjutan.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas

Pasal 41
Cukup jelas

Pasal 42
Cukup jelas

Pasal 43
Peran serta masyarakat dalam pembentukan, penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan perpustakaan dilakukan dengan mekanisme penyampaian aspirasi, masukan, pendapat dan usulan melalui Dewan Perpustakaan.

Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Dalam melakukan pengawasan dan penjaminan mutu layanan perpustakaan, Dewan Perpustakaan Nasional dan Dewan Perpustakaan Provinsi dapat bekerja sama dengan lembaga independen yang kompeten.

Pasal 45
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Cukup jelas

Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pembudayaan kegemaran membaca pada masyarakat, meliputi gerakan buku murah, penerjemahan, penerbitan buku berkualitas, dan penyediaan sarana perpustakaan di tempat-tempat umum (kantor, ruang tunggu, terminal, bandara, rumah sakit, pasar, mall).

Pasal 49
Cukup jelas

Pasal 50
Cukup jelas

Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Satuan pendidikan merupakan wahana paling tepat untuk menumbuhkan kegemaran membaca sejak usia dini yang terus dikembangkan sejalan dengan peningkatan kemampuan peserta didik, antara lain, melalui penugasan kepada mereka untuk mendayagunakan bahan bacaan yang tersedia di perpustakaan.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Ayat (7)
Cukup jelas

Pasal 52
Cukup jelas

Pasal 53
Cukup jelas

Pasal 54
Cukup jelas