Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen di bidang perpustakaan. Pusat informasi dan Literasi Masyarakat Sragen ini terletak di JL. Raya Sukowati Barat NO. 15 SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pada tahun 2010, terpilih sebagai Perpustakaan Kabupaten/Kota Terbaik Pertama Se-Jawa Tengah. Telp. 02171 892721 Email perpustakaansragen@gmail.com. NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN 33143E1014753.

Mari, Bersama Perpustakaan Kita Cerdaskan Bangsa!


31 Oktober 2012

Pemuda Pencari Kerja

Cerpen Bagus Pradana

Malam itu Joko tidak bisa tidur. Walaupun badan telah dibaringkannya di sebuah kasur kumal yang dia sebut tempat tidur, tapi mata tetap tak mau ditutup.

Udara malam itu sangat panas, sehingga joko memutuskan untuk sedikit membuka pintu kamar kost yang disewanya limaratus ribu per bulan itu. Mata dan pikirannya menggerayang ke mana-mana, dipandangnya satu-per satu isi kamar seperti orang yang sedang mencari sesuatu tapi tidak menemukan apa yang di cari. Dia tesandera oleh sebuah lamunan tentang esok hari.

Berbagai bayang-bayang tentang kegiatan esok hari bermunculan dan saling berkejar-kejaran di pikirannya. Esok adalah hari di mana dia berniat untuk melamar kerja.
Ini semua berawal ketika seminggu yang lalu dilihatnya sebuah Spanduk besar bertuliskan Job fair terpampang di perempatan jalan kaliurang. Informasi mengenai acara itu telah menarik perhatiannya. Disebutkan di sana bahwa Hall Jogja Expo Center akan menjadi tempat perhelatan akbar ajang pencarian kerja tesebut. Dan diramalkan berbondong-bondong pemuda pencari kerja dari jogja dan sekitarnya akan hadir dalam perhelatan tersebut.
Ya... setelah menyelesaikan kuliah dan berhasil mendapatkan gelar sarjananya, Joko mulai bingung. Sebagai anak rantau, apa yang mau dia perbuat sesudah itu. Apakah pulang kembali ke pelukan orang tuanya atau menetap di sini, di kota yang telah menampungnya selama empat tahun ini.
Mungkin bila dia seorang perempuan, akan memilih pulang saja, nunggu orang nembung di rumah, selesai. Tapi pada kenyataannya dia terlahir dengan kodrat laki-laki. Dan budaya oriental menempatkan laki-laki sebagai tulang punggung keluarga. Inilah yang membuatnya bingung beberapa minggu setelah upacara wisudanya.
Tetapi kebingungan ini mulai terobati dengan info mengenai Job Fair yang ditemukannya di perempatan Jalan Kaliurang itu. Beberapa hari Joko berfikir keras, akhirnya diputuskannya untuk mencoba mengikuti acara tersebut.
Hampir tiap malam sebelum tidur Joko selalu membayangkan hari di mana acara tersebut terselenggara. Apa yang harus dia lakukan, bagaimana agenda acaranya, siapa yang akan dia temui, dokumen apa yang harus dilengkapi sebagai syaratnya, dan berbagai hal lainnya. Hingga puncaknya adalah pada malam itu, malam sebelum hari H. Joko tidak bisa tidur hingga menjelang pagi.
Setelah selesai mengetik surat lamaran, curicullum vitae dan mempersiapkan berbagai macam dokumen prasyarat untuk lamarannya. Rentetan imajinasi mengenai esok hari mulai menyerang otaknya dan menyebabkan inshomnia.
”Aku harus tidur bila besok pengen tidak terlambat melamar kerja !!!” berkali-kali kata itu diucapkannya untuk menstimulus rasa kantuk dalam dirinya.
Akhirnya setelah dia berusaha keras menenangkan pergolakan hati hari H-nya, moment ngantuk pun datang, dan tanpa disadari segera hilang kesadaran-lah dia. Lelap dalam selimut pekat malam.
***
Pagi pun datang. Jam diding di kamar kostnya menunjukan pukul setengah delapan, waktu yang wajar untuk bangun tidur bagi anak kost. Bangkitlah badan yang sejak tadi malam tergeletak di kasur kumal itu. Hal pertama yang dia lakukan adalah menghidupkan laptop mengecek ketikannya tadi malam serta mengecek kembali dokumen-dokumen yang dia persiapkan. Semuanya sudah lengkap.
Acara Job Fair tersebut dimulai pukul sepuluh, setelah mengecek kelengkapan dokumen segeralah Joko pergi mandi. Mandi pagi ini tidak seperti mandi-mandinya di hari-hari biasa. Mandi Joko hari ini terhitung lama dan lebih bersih, ya...memang untuk menyambut moment yang spesial badan harus bersih. Dalam benaknya muncul suatu asumsi bahwa dengan badan yang bersih akan menambah poin bagi dirinya dan memperbesar kesempatan lamaran-kerjanya diterima. Mungkin karena ini merupakan pengalaman pelamaran kerjanya yang pertama sehingga persiapannya harus matang.
Joko sudah siap, badannya wangi, pakaiannya rapi, layaknya seorang eksekutif muda. Setelah itu motor segera ia panasi, tak lupa juga ia meng-lap motor itu agar kelihatan lebih bersih. Semua persiapan sudah beres. Joko kemudian berfikir sejenak membayangkan rute mana yang paling cepat dari Pogung Dalangan ke Jalan raya Janti.
Sontak dia langsung berkata ”lewat Ringroad. Cepet !!!”
Dia kembali ke kamar kostnya, memasukan seluruh dokumen prasyarat lamarannya kedalam tas punggung K.W. bermerk Polo yang dia beli di tepi jalan seturan. Kemudian disambanginya lagi motor yang terus dibiarkan menyala dihalaman depan kostnya. Dan dengan ketetapan hati, serta optimisme diri yang telah susah payah dibangunnya selama seminggu ini berangkatlah si pemuda pencari kerja ini menyusuri ringroad utara kota jogja menuju ke gerbang impiannya.
Job Fair.
***
Tepat pukul setengah sepuluh sampailah Joko di depan gedung Jogja Expo Center nan megah itu. Dilihatnya lautan kendaraan bermotor sudah memadati halaman JEC, berjejer rapi. Segeralah ia gabungkan motornya kedalam lautan kendaraan bermotor itu.
”Parkir sini mas !!!” seorang juru parkir menyuruhnya untuk memarkirkan motornya kesuatu tempat. Dilanjutkan oleh juru parkir itu ”bayar langsung ya mas, dua ribu !!!”.
“Baru mau melamar saja sudah kena tax and barrier“ dalam hati Joko mengugat.
Tanpa pikir panjang segera ia ambil uang pecahan dua ribu disaku kemejanya untuk menenangkan pak juru parkir itu.
”Kebak ya pak ?” dalam bahasa jawa dia bertanya kepada juru parkir itu.
“Iya mas sudah dari jam delapan pagi tadi!!!” jawab pak juru parkir.
Dengan langkah tegap segera Joko menuju pintu masuk JEC yang sudah menga-nga dari tadi pagi itu.
Benar juga kata juru parkir didepan. Sudah penuh sesak berjubel lautan orang antrian didalam gedung JEC itu. Seperti yang diperkirakan oleh Spanduk besar di perempatan jalan kaliurang, berbondong-bondong pemuda pencari kerja dari seluruh penjuru kota jogja berkumpul dalam acara Job Fair ini. Hati Joko mulai berdegup kencang, entah apa yang dia rasakan kala itu. Tanpa pikir panjang segera Joko meleburkan dirinya diantara orang-orang yang mengantri mengumpulkan lamaran-kerja tersebut di loket pendaftaran.
Dalam hati terror pertanyaan : “bisakah aku kerja?, diterimakah lamaran kerjaku?” mulai menghantui joko yang hanyut dalam gelombang antrian itu.
“Aku ini sarjana, aku punya keahlian, aku pasti dapat kerja, aku harus dapat kerja. Persetan dengan semua orang disini. Inilah gerbang kesuksesan yang akan tiap pemuda Indonesia lalui, dan aku akan melaluinya !!!” Joko berusaha menguatkan hatinya, dengan senyum kecil yang terkembang diwajahnya. Joko telah memaktubkan tekadnya dalam satu kalimat “aku harus dapat kerja!!!”
Hampir satu jam Joko berdiri dalam antrian pendaftaran itu, dan akhirnya pada jam sebelas lebih dua puluhan menit tibalah Joko di depan loket registrasi. Dia serahkan seluruh dokumen syarat pendaftaran yang dibawanya. Dan kemudian oleh panitia Job Fair Joko diminta untuk menunggu hingga namanya dipanggil dalam tes wawancara. Berbagai terkaan pertanyaan apa yang akan keluar dalam tes wawancara itu mulai bermunculan didalam pikiran Joko. Dikala penantian, Joko kemudian mencari tempat untuk sejenak beristirahat mengobati kebosanan dan kecapaian badannya itu, sekaligus berfikir mengenai tes wawancara yang akan dilaluinya nanti. Dia menuju sebuah bangku yang ada di salah satu pojok bagian gedung.
“Apa jaminan jawabanku benar dalam tes ini?” Joko mulai berkelana dalam pikirannya, ”Tes macam begini ini berbeda dengan tes-tes yang aku lalui di bangku akademik dulu. Di sana aku bisa tahu apakah jawabanku salah satu benar. Tapi di sini ya…dalam tes ini apa jaminan jawabanku benar dalam tes ini? Tes ini indikatornya sangat tidak jelas absurb. Tes ini adalah tes sepihak, padahal antara pencari tenga kerja dengan pencari kerja semuanya memiliki hubungan saling membutuhkan. Kami butuh kerja dan mereka butuh kami sebagai tenaga kerjanya, tapi mengapa kendali sepihak ada dipihak mereka. Dan kami disini mengapa harus mengikuti bahkan mungkin melayani kebutuhan mereka saja?. Ya…apa jaminan aku diterima kerja?. Semuanya yang kutemui disini hanyalah sebuah kemungkinan-kemungkinan belaka. Tak ada jaminan. Apa jadinya bila semua pemuda pencari kerja dinegara ini hanya dicekoki dengan kemungkinan-kemungkinan saja. Aku bukan pemuja kemungkinan!!!”
Di sela-sela lamunannya itu Joko kedatangan seorang orang tamu yang meminta izin untuk ikut duduk di bangku tersebut. Seorang laki-laki paruh baya yang sudah pantas disebut pak sepertinya.
”Dek sudah lama ya?” laki-laki paruh baya itu bertanya padanya
”Iya pak” jawab Joko.
”Lulusan apa sampeyan?” sambung laki-laki itu.
”Saya sarjana pak” jawab Joko kembali
“Owalah… saya juga sarjana dek, tapi sudah empat tahun ini saya nganggur. Semenjak menikah dirumah malah jualan pecel lele, ndak ada jaminan ya dek hari ini gelar sarjana bisa cepet dapat kerja?” tutur laki-laki itu
“Injih pak, sami mawon saya juga baru wisuda bulan kemarin tapi sampai hari ini saya masih bingung mau ngapain ini. tidak ada jaminan kalau sudah dapat gelar langsung bisa kerja” balas Joko. Dari percakapan itu setidaknya mampu mengurangi kebosanan serta kegundahan hati Joko disela penantiannya. Dan akhirnya namanya pun dipanggil, segera ia hampiri stand yang memanggil namanya.
Negara menjamin dalam Pasal 28 D ayat 2 UUD 1945 Amandemen keempat :
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Tapi kenyataannya apakah ada jaminan lapangan kerja yang cukup bagi seluruh rakyat (atau lebih spesifik lagi Pemuda) dinegri ini?
 ***
Bagus Pradana
25-27 Oktober 2012
Mahasiswa Jurusan Politik dan Pemerintahan, Fisipol UGM

Sumber: Kompas, 30 Oktober 2012

0 komentar:

Posting Komentar