Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen di bidang perpustakaan. Pusat informasi dan Literasi Masyarakat Sragen ini terletak di JL. Raya Sukowati Barat NO. 15 SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pada tahun 2010, terpilih sebagai Perpustakaan Kabupaten/Kota Terbaik Pertama Se-Jawa Tengah. Telp. 02171 892721 Email perpustakaansragen@gmail.com. NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN 33143E1014753.

Mari, Bersama Perpustakaan Kita Cerdaskan Bangsa!


12 November 2011

Puisi-puisi Rifat Khan

JALAN SETAPAK DI PERIAN (Salam Untuk Ibu)

* Di perian. Detak jantung terlalu jauh dari ibu. Menghitung malam tanpa bintang, dan asap-asap rokok kian bercerita. Tentang matamu yang basah menanti pagi. Atau tentang baju yang harumnya kian memudar dalam laci. Di gelap-gelap jalanan. Rintik-rintik gerimis adalah pengharapan dalam hati. Sekedar membasahi jalanan, dan membawa jauh jejakmu berlayar. Entah kenapa di malam seperti ini, kala hati ingin jauh berlari.
Tanganmu seakan menarik dan berucap, cepat kembali karena cinta terlalu berat kutanggung sendiri.

** Aku adalah cerita. Membentuk muara dalam jalan tak rata. Sejauh dua kilometer. Disepanjang luka kian tercecer. Sedang malam disini tak seperti malam dirumahmu. Tak ada Ibu yang membuat teh manis dengan air matanya. Tak ada hati yang setia merapikan tempat tidur sebelum pagi menjelma. Ah, aku tak mau luka membawa langkahku kembali ke hatimu. Aku hanya ingin tersenyum dan menyeka semua rintik hujan dimatamu. Meskipun ku tau, kau tak akan pernah menghendaki itu.


*** Di ujung malam. Aku tak ingin meraba, jalan mana yang akan ku tapak. Ke kiri atau ke kanan. Jalanan begitu lengang dihatimu. Tak berarah dan tak berpenghuni. Kosong. Di sisa-sisa inginku, tanganku beku dan bibirku kelu tak berlagu. Sementara rumahku adalah nyanyian pilu. Dan kamar yang merindu menantiku pulang membawa hidup dan mimpiku yang dulu. Seperti gonggongan anjing dalam malam bisu, saat kau menangis sendu. Di sisiku, namun hatimu mendambanya memendam rindu. Di sela-sela inginmu yang akan membunuhku jika tak mengantarmu pulang pagi-pagi mengetuk pintu rumah dan menemui ibumu.
Perian, 22 Oktober 2011

Di Ruang Operasi
Dikematian. Aku merindukan senyummu. Merambah lewat jendela atau sela-sela pintu ruang operasi. Yang asing, kau akan kukenali walau mata lama terpejam. Tentang kita ditaman, memetik bunga dan merangkainya berpuluh tahun. Membimbing anak-anak kita belajar membaca dan mengeja iqra’. Kutau kau tak pernah mengeluh tentang mereka atau tentangku yang setiap pagi harus kau buatkan kopi manis setengah cangkir. Maaf. Sering marah atau mengeluh kepadamu. Saat kau lupa menyiram kembang atau jarang memberi makan burung kecial yang kutinggal pergi.


Dikematian. Kau mungkin tak tau. Baju telah kurapikan dalam lemari. Warisan yang tak sempat kutulis karena memang tak ada. Tapi, anak kita cukup sebagai pertanda. Bahwa kita pernah mengukir cinta dan menyerukannya pada dunia. Ajarkan kepada mereka dan penuhi hatinya dengan Tuhan. Sebab tatkala lupa dan sendiri, mereka akan sadar Tuhan masih menuntun dan menina bobo’kannya. Dalam kasihNya.
Nopember 2011

Jam Tiga Malam
Ting ting ting. Tiga kali jarum waktu itu berbunyi. Kau masih bersembunyi dalam tubuhku. Masih mencium aroma nafasku. Kau terkadang gemetar dan lupa bertanya. Bahwa waktu sudah terlampau jauh untuk kita bercerita dan bercinta. Waktu sudah mendekap kita dalam ribuan detik. Jangan tanya hari esok, sebab esok kita akan terpisah lagi. dan nafas kita akan saling mencari. Pada jam-jam lainnya dan pada jalan-jalan yang dulu pernah mempertemukan kita.
Nopember 2011

Kutatap Luka di Matamu
Alunan lagi itu mulai terdengar. Sebuah lagu lama. Dengan penyanyi yang nyentrik dan badannya kurus tak berisi. Lagu itu sering kau nyanyikan. Ketika kekasihmu hilang dalam senja. Matamu terlalu berair, sering aku berkata demikian. Keringkan dan lantas kau akan berkata, aku kan perempuan, jadi pantas menangis. Sesaat kau akan tersenyum walau rintik-rintiknya masih menetes dipipi. Aku suka memandang luka dimatamu. Berair, memang. Karena kau tak mampu mengeringkannya setiap tahun. dan aku akan selalu menatapnya hingga senyum itu kau tuang dalam segelas air. Akan kuminum, kuhabiskan segera. Tak bersisa.
Nopember 2011

Menunggu Hujan
Tiga bocah dua lelaki satu perempuan. Aku pernah menyapa dan memandang lekat bola mata mereka. Ya, mereka menunggu hujan dengan do’a masing-masing. Bocah pertama, berharap hujan membawa bapaknya yang lima tahun lalu meninggalkannya dalam perut Ibunya. Ia tak menangis dan hanya tertawa menunggunya. Pohon anggur sesaat diterpa gerimis. Bocah kedua menadah tangan dan berdo’a. Hujan, Ibuku lama meninggalkanku. Bawa dia kepadaku walau beberapa menit saja. Lantas ia memejamkan mata dan hujan mulai menetes dipipinya. Jalanan mulai basah, sementara bocah ketiga yang satu-satunya perempuan membuka ikat rambutnya dan menari. Seraya hatinya berdo’a. Tuhan, aku ingin sebuah boneka. Boneka dengan rambut panjang dan akan kupajang diranjang. Sebagai teman berbagi saat hujan datang disudut kamarku.
Nopember 2011

Di Musim Hujan
Matamu akan kukenang. Pada gemerincik hujan atau pada air yang menggenang. Pada daun-daun yang basah dan pada nyanyian kodok seusai hujan. Matamu akan kubaca. Pada sapaan petir dan mendungnya awan, dan pada jalanan basah disepanjang luka. Sebab matamu adalah arah. Aku akan berjalan menujunya dan berhenti berpijak dikelopaknya. Matamu bisa kusebut rindu yang menyala. Yang menggonggong serta memanggil hatiku. Karena dalam matamu, aku melihat diriku. Jauh sebelum kau terlelap dan hidup bersamanya.
Nopember 2011
Kereta yang Membawamu
Sebelum sore, aku akan menata kamar ini. Menyambutmu datang. Dengan bunga-bunga melati dan hiasan indah di ranjang. Sebab kereta akan membawamu kembali. Sehabis singgah di Banyuwangi, rehat di Bali,  dan kau akan kembali ke kamar ini. Melepas ransel dan membuka sepatu yang dua minggu tak kau ganti. Sebelum sore, aku akan berdiam dan menyiapkan sesajen. Agar kau mengingat, bahwa hidup memang seperti ini.

Nopember 2011

BIODATA PENULIS
RIFAT KHAN. Lahir pada tangaal 24 April 1985 di Pancor, Lombok Timur, NTB. Menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Selong pada tahun 2004. Aktif dikegiatan Mading Sekolah dan menulis sejak kelas 1 SMP. Aktif di Komunitas Menulis Rumah Sungai Lombok Timur. Beberapa karyanya pernah dimuat di Majalah Lokal seperti Buletin Embun Lombok Timur. Puisinya juga pernah dimuat di Blog Penyair Nusantara. Sekarang Bermukim di Lombok Timur, NTB dan aktivitas sehari-hari sebagai operator Warnet.

Sumber: kompas, 12 Nopember 2011

0 komentar:

Posting Komentar