- Oleh Gery Sulaksono
Tradisi untuk menimba ilmu ke luar negeri telah dilakukan sejak era awal kemerdekaan. Presiden pertama RI, Ir Soekarno mengirim ribuan pemudanya ke negara-negara maju, seperti Rusia, Jerman dan Belanda untuk bersekolah. Soekarno ingin, setelah lulus nanti, para pemuda Indonesia ini bisa memelopori pembangunan di negerinya sendiri, mengeksploitasi kekayaan alam Nusantara yang luar biasa banyaknya demi menyejahterakan rakyatnya, jadi tidak tergantung pada negara-negara asing.
Selain karena tuntutan profesi, banyak alasan kenapa sebagian orang berupaya untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Misalnya pendidikan di luar negeri mempunyai infrastruktur atau fasilitas lebih baik, kualitas staf pengajar yang lebih baik, lebih mudah akses ke pakar dan literatur, mengenal budaya dan bahasa baru, ada kesempatan untuk bekerja paruh waktu, kurikulum standar internasional sehingga lebih mudah ketika mencari kerja dan lain-lain.
Tak sedikit negara atau lembaga donor (scholarship foundation) yang memberikan beasiswa bagi mahasiswa Indonesia yang ingin melanjutkan studi undergraduate atau pascasarjana ke luar negeri. Beberapa negara bahkan secara rutin setiap tahun mengadakan seleksi penerimaan beasiswa. Misalnya dari pemerintah Australia melalui Australian Agency for International Development (AusAID) menyediakan beasiswa ”Australian Development Scholarship (ADS)”, ”Australian Leadership Awards (ALA)”, dan ”Endeavour Programme”.
Pemerintah Belanda melalui The Netherlands Education Support Office (Neso), menyediakan beasiswa ”Studeren in Netherland (StuNed)”, pemerintah Amerika Serikat melalui The American Indonesian Exchange Foundation (Aminef) menyediakan beasiswa ”Fullbright”, dan banyak dari negara-negara lain, seperti Jepang, Inggris, Jerman, dan Selandia Baru, turut memberi peluang beasiswa.
Memotivasi
Untuk lebih mendekatkan diri dengan calon pelamar program beasiswa, beberapa lembaga beasiswa asing telah membuka kantor perwakilan di kota-kota besar Indonesia. Selain itu, pada beberapa tahun belakangan juga marak diselenggarakan pameran pendidikan luar negeri dalam rangka memberi kejelasan informasi seputar beasiswa. Beasiswa tersebut kebanyakan membebaskan biaya kuliah, biaya hidup, asuransi kesehatan, sehingga wajar apabila setiap orang berusaha mengambil peluang tersebut dalam rangka peningkatan sumber daya manusia (SDM).
Banyak buku yang memberi panduan (guide book) mulai dari kiat mendapat beasiswa atau langkah-langkah kuliah di luar negeri seperti Kiat Jitu Memenangkan Beasiswa Kuliah ke Luar Negeri (M Mustari John Afifi), Winning a Scholarship (Erny Murniasih), Kuliah Gratis ke Luar Ngeri, Mau? (Dian Rusdi dkk), Kiat Sukses Belajar di Luar Negeri (Leni Sidharta), Pengalaman Belajar di Amerika Serikat (Arief Budiaman).
Bahkan telah banyak kisah novel tentang lika-liku mahasiswa di luar negeri, seperti Kampus Kabelnaya, Menjadi Mahasiswa di Uni Soviet(Koesalah S Toer), Negeri van Oranye (Wahyuningrat dkk.), Menunggu Matahari Melbourne (Remy Sylado), Negeri 5 Menara (A Fuadi).
Semua referensi itu, menurut saya, adalah motivasi sekaligus inspirasi bagi para pemuda Indonesia untuk berani mempunyai cita-cita tinggi.
Beberapa tokoh Indonesia yang mendapat kesempatan belajar ke luar negeri dengan beasiswa misalnya Prof Eko Budihardjo (University of Wales Institute of Science and Technology UK), Najwa Shihab (Melbourne Law School), Prof Amien Rais (University of Chicago, Illinois AS), Andrea Hirata (Universite de Paris Sorbone, Prancis), Fira Basuki (University of Kansas AS), Goerge Junus Aditjondro (Cornell University AS), Budiman Sudjatmiko (University of Cambridge, Inggris).
Harapan untuk bisa kuliah ke luar negeri merupaka hak asasi bagi setiap warga negara Indonesia, sebagaimana amanat UUD 1945, yaitu upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Maka itu, perlu upaya dari semua pihak, tak terkecuali perguruan tinggi (PT), untuk lebih memberi ruang informasi seperti lembaga konseling, sehingga memungkinkan seseorang, dalam bahasa Mario Teguh, untuk memantaskan diri jauh-jauh hari untuk mendapatkannya, misalnya mempersiapkan diri memperbaiki kemampuan bahasa asing, memenuhi target skor TOEFL/IELTS, memantapkan pilihan studi, mempelajari negara tujuan, serta mempelajari application form beasiswa dengan baik.
Membangun Indonesia
Kebanyakan beasiswa diberikan dengan tujuan untuk membantu pembangunan Indonesia. Melihat potensi sumber daya alam (SDA) yang berlimpah, Indonesia diprediksi oleh banyak pihak berpotensi menjadi negara besar. Studi ke luar negeri via beasiswa merupakan jembatan atau alat yang diharapkan mampu meninggikan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam rangka mempersiapkan ahli-ahli di setiap bidangnya, sehingga Indonesia mampu berdikari di bidang ekonomi dan berdaulat di bidang politik.
Selain itu, output dari lulusan luar negeri yang telah kembali ke Tanah Air diharapkan mampu mengubah paradigma moral dan mental KKN yang kini kental membelenggu birokrasi pemerintahan. Bagi kalangan kampus, orang-orang yang telah mengenyam pendidikan di luar negeri diharapkan mampu meningkatkan posisi tawar PT Indonesia di kancah internasional, seperti memperbanyak publikasi ilmiah di kancah internasional atau pertukaran dosen.
Sekali lagi, saya ingin mengedepankan harapan Ir Soekarno yang pernah berucap, ”Berikan aku sepuluh pemuda, maka aku akan dapat mengguncang dunia”. Apabila founding father sejak awal memberi kepercayaan pada generasi muda mengemban perubahan dan pembangunan di negeri ini, maka harus ada usaha untuk menjawab ajakan Sang Proklamator tersebut. Dan menurut saya, berburu beasiswa ke luar negeri adalah bagian dari upaya persiapan diri generasi muda untuk menjadi pemimpin masa depan yang berkualitas dan mampu membawa Indonesia menuju negara maju dan sejahtera. (24)
—Gery Sulaksono SSos, alumnus Jurusan Sosiologi FISIP Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, sedang berburu beasiswa S2 Australian Development Scholarship.
Sumber: Suara Merdeka, 12 Nopember 2011
0 komentar:
Posting Komentar