Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen di bidang perpustakaan. Pusat informasi dan Literasi Masyarakat Sragen ini terletak di JL. Raya Sukowati Barat NO. 15 SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pada tahun 2010, terpilih sebagai Perpustakaan Kabupaten/Kota Terbaik Pertama Se-Jawa Tengah. Telp. 02171 892721 Email perpustakaansragen@gmail.com. NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN 33143E1014753.

Mari, Bersama Perpustakaan Kita Cerdaskan Bangsa!


27 April 2010

Membangun Kemitraan Perpustakaan, Jihad Akbar Perpusnas RI*

Oleh Romi Febriyanto Saputro**


Kisah sukses Barrack Obama menduduki takhta Gedung Putih tak dapat dilepaskan dari kelihaiannya dalam menggalang kemitraan melalui situs jejaring sosial di dunia maya. Di luar kemampuannya memikat calon pemilih yang amat rasional di dunia nyata, Obama juga unggul di dunia maya. Ia pandai memanfaatkan kekuatan media online.

Jejak Obama yang memanfaatkan dunia maya untuk menggalang dukungan politik ini dapat ditemui di sejumlah situs jejaring social, seperti Facebook, Twitter, Myspace, YouTube, Flickr, Digg, Blackplanet, Faithbase, dan Partybulider.

Pada tanggal 6 Juni 2008, pendukung Obama di Facebook baru mencapai 864.832 netter. Dua minggu kemudian, pendukungnya sudah mencapai satu juta orang. Jumlah ini jauh di atas Hillary yang meraih 158.234 pendukung dan McCain yang meraih 146.439 orang. Demikian pula di Twitter, pada tanggal 17 Juni 2008 pendukung Obama menggapai angka 998.901, yang apabila dihitung-hitung ada 135 pendukung baru setiap 20 menit.

Kisah sukses Obama ini menunjukkan bagaimana dahsyatnya kekuatan sebuah jaringan kemitraan. Hal ini tak berbeda dengan perpustakaan. Untuk meraih sukses sebuah perpustakaan mau tak mau harus melakukan jalinan kemitraan dengan perpustakaan lain.
Sebuah perpustakaan dengan tujuan yang umumnya terbatas hanya nyata bilamana perpustakaan tersebut merupakan sebuah mata rantai dalam jaringan jasa perpustakaan tingkat nasional maupun tingkat internasional. Sumber ini disediakan oleh jaringan kerjasama perpustakaan pada semua tingkat dengan berbagai tingkat struktur formal ( Sewell, Pustakawan Inggris) .

Menurut Sulistyo Basuki (2007), ungkapan di atas menyatakan bahwa perpustakaan yang bertujuan lebih luas akan tetap hidup bilamana perpustakaan tersebut merupakan simpul dari sebuah jaringan. Keberadaannya sebagai sebuah simpul akan memungkinkan bagi perpustakaan untuk memberikan jasa yang lebih luas daripada koleksinya sendiri.
Jadi, tidak ada satupun jasa perpustakaan dan informasi yang mampu berdiri sendiri, semuanya perlu membangun kemitraan. Termasuk Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tercinta.

Hal ini sesuai dengan amanah Pasal 21 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa Perpustakaan Nasional RI bertanggung jawab atas pengembangan koleksi nasional yang memfasilitasi terwujudnya masyarakat pembelajar sepanjang hayat; mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa; melakukan promosi perpustakaan dan gemar membaca dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat; dan, mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno di luar negeri.

Untuk mewujudkan amanah di atas maka tidak ada pilihan lain bagi Perpustakaan Nasional kecuali melaksanakan jihad akbar menjalin kemitraan perpustakaan dengan semua institusi baik di dalam atau di luar perpustakaan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Secara umum perkembangan kerjasama dan sistem jaringan di negara-negara berkembang termasuk lambat dan dapat dikatakan tertinggal dibandingkan dengan sektor lain. Kebanyakan sistem kerjasama dan jaringan di negara-negara tersebut miskin pendanaan dan perpustakaannya tidak berkembang dengan baik. Alasan lainnya adalah miskinnya sumber daya yang dimiliki dan tidak efektifnya peran asosiasi profesi, rendahnya minat terhadap kebijakan informasi di tingkat nasional yang berkaitan dengan perpustakaan dan pelayanan informasi, dan rendahnya pemahaman tentang profesi kepustakawanan baik di dalam maupun di luar profesi.

Perubahan pemerintahan dan perubahan kebijakan pemerintah yang sering terjadi juga menjadi rintangan pengembangan sistem seperti penyediaan infrastruktur telekomunikasi dan pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan perpustakaan. Selain itu, sistem kepegawaian perpustakaan juga dipandang lemah. Upaya untuk memecahkan berbagai masalah profesi pustakawan baik di bidang ekonomi, sosial, teknis, maupun teknologi pada umumnya tidak terkoordinasi dengan baik. Hal ini berakibat pada terjadinya duplikasi usaha yang tidak penting dan rendahnya keseragaman standar operasi.

Perpustakaan nasional memiliki peran penting dalam pembentukan infrastruktur kerjasama dan sistem jaringan perpustakaan di suatu negara, terutama untuk melakukan koordinasi di antara perpustakaan. Pada tingkat provinsi peran tersebut dapat dilakukan oleh perpustakaan umum tingkat provinsi.

Di Inggris, British Library bertindak sebagai pemeran utama baik dalam mengkoordinasikan pembentukan kerjasama dan sistem jaringan maupun dalam memberikan dukungan terhadap kegiatan kerjasama di negara tersebut. Peran yang dilakukan antara lain meliputi berbagai bidang seperti pelayanan bibliografis, pengiriman dokumen, dan pelayanan informasi yang memungkinkan perpustakaan dapat saling berbagi sumber daya.

Di tanah air, Perpustakaan Nasional RI dituntut untuk melakukan jihad akbar menjalin kemitraan perpustakaan yang ada di Indonesia. Upaya ini memang tidak mudah. Untuk itu penulis menggunakan istilah jihad. Jihad dalam terminologi agama diartikan sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan ibadah atau pekerjaan yang membawa kemanfaatan bagi umat manusia. Dalam jihad terkandung beberapa makna aplikatif seperti kerja keras, semangat tinggi, berani menghadapi tantangan, dan terus – menerus berjuang dalam situasi apapun guna memberi kemanfaatan bagi seluruh umat manusia.

Jihad akbar yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional RI ini dilatarbelakangi oleh tiga tugas Perpustakaan Nasional RI sebagaimana diungkapkan oleh Dina Isyanti (2008).

Pertama, Perpustakaan Nasional RI memiliki tugas mengembangkan koleksi nasional. Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 Tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, Pasal 5, disebutkan bahwa kewajiban serah-simpan karya cetak dan karya rekam yang diatur dalam Undang-undang ini bertujuan untuk mewujudkan koleksi nasional dan melestarikan hasil budaya bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Berdasarkan pasal di atas terlihat bahwa karya cetak dan karya rekam hasil pelaksanaan Undang-Undang No. 4 Tahun 1990 tersebut akan menjadi bagian dari koleksi nasional yang harus dijaga kelestariannya dan harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dalam rangka mencerdaskan bangsa. Artinya, selain menghimpun dan melestarikan, lembaga pengelola harus menciptakan sistem yang memungkinkan masyarakat dapat mengakses koleksi tersebut dengan mudah.

Kedua, Perpustakaan Nasional RI memiliki kewajiban menerbitkan Bibliografi Nasional Indonesia. Bibliografi nasional merupakan kumpulan data bibliografis terbitan/publikasi yang diterbitkan di sebuah negara serta yang ditulis oleh warga negara tersebut. Bibliografi nasional merupakan sarana pelaksanaan kendali bibliografi di sebuah negara. Artinya, bibliografi nasional mencerminkan kondisi penerbitan di sebuah negara, yaitu mencakup jumlah penerbit yang ada, kuantitas terbitan dari waktu ke waktu, subjek atau topik/genre yang paling banyak ditulis/diproduksi dsb. Dari data yang dimuat dalam bibliografi nasional dapat terlihat kegiatan intelektual sebuah bangsa.

Mengingat bahwa saat ini Perpustakaan Daerah bukan lagi merupakan bagian integral dari Perpusnas, maka kerja sama dengan para mitra dalam jaringan nasional tentunya sangat menentukan keberhasilan dalam menghimpun data dari daerah yang diperlukan untuk penerbitan Bibliografi Nasional Indonesia. Bibliografi Daerah merupakan bagian yang sangat menunjang kelengkapan Bibliografi Nasional.

Ketiga, Perpustakaan Nasional RI memiliki tugas mengembangkan Katalog Induk Nasional. Berbeda dengan Bibliografi Nasional, Katalog Induk Nasional merupakan gabungan data katalog seluruh perpustakaan di Indonesia. Katalog Induk Nasional seharusnya mencerminkan koleksi nasional, yaitu koleksi bahan perpustakaan yang tersedia di semua perpustakaan di Indonesia, baik yang merupakan koleksi deposit maupun koleksi yang bukan diperoleh tidak melalui penerapan UU No. 4 Tahun 1990.
Katalog Induk Nasional (KIN) yang lengkap dan akurat hanya dapat terwujud bila seluruh perpustakaan bersedia berpartisipasi untuk ‘memberikan’ atau menyediakan akses ke katalog koleksinya. Oleh karenanya, pengembangan jaringan kemitraan dengan seluruh jenis perpustakaan di Indonesia sangat menentukan keberhasilan dalam menghimpun data sangat menunjang kelengkapan Katalog Induk Nasional.

Ketiga tugas tersebut tidak mungkin dapat dilaksanakan oleh Perpusnas sendiri, tanpa bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, khususnya dengan seluruh jenis perpustakaan yang ada di Indonesia. Perlu dikembangkan jaringan kemitraan antarperpustakaan agar dapat dilakukan kerja sama yang baik. Sebagai perpustakaan pembina, Perpusnas wajib menjadi fasilitator dalam pengembangan jaringan kemitraan dan juga melaksanakan fungsi sebagai pusat jejaring tersebut.

Pepatah Cina berkata, ” Kemarin adalah sejarah, besok adalah misteri, dan hari ini adalah berkah dan harapan”. Belajar dari masa lalu, berjuang di masa kini, dan memetik hasil di masa depan merupakan alur cerita yang harus ditempuh Perpustakaan Nasional RI untuk membangun jaringan kemitraaan perpustakaan. Perpustakaan Nasional RI harus menjadi pelopor terdepan untuk mewujudkan :

1. Jaringan Kemitraan Perpustakaan Daerah Provinsi
Saat ini Indonesia memiliki 33 provinsi. Dengan asumsi setiap provinsi sudah memiliki Perpustakaan Daerah Provinsi termasuk provinsi yang baru lahir di era reformasi, maka jaringan kemitraan perpustakaan daerah provinsi ini akan beranggotakan 33 perpustakaan.

Perpustakaan Daerah Provinsi yang saat ini memiliki status eselon yang berbeda-beda bukanlah penghalang untuk mewujudkan jalinan kemitraan. Untuk mewujudkan hal ini Perpustakaan Nasional RI dapat melakukan pendekatan politik kepada para gubernur di seluruh Indonesia agar memiliki kesadaran untuk mendukung program ini. Selain itu komunikasi politik dengan anggota DPRD Provinsi dan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah) juga perlu dijalin.

Membangun komunikasi dengan penguasa provinsi merupakan salah satu bentuk dari aplikasi jalinan kemitraan. Para penguasa provinsi merupakan mitra Perpustakaan Nasional RI guna mewujudkan Perpustakaan Daerah Provinsi yang berkualitas. Alam psikologis para penguasa yang biasanya mengaku cinta buku tetapi tidak cinta perpustakaan perlu diubah menuju alam pemimpin yang cinta buku sekaligus cinta perpustakaan.

Buku dan perpustakaan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Para penguasa yang saat ini mengaku sangat gila membaca buku tetapi berlaku zalim kepada perpustakaan berarti pengakuannya adalah dusta belaka. Tugas Perpustakaan Nasional RI adalah melakukan jihad literasi untuk meluruskan mental ”para pendusta ini”.

Setelah melakukan komunikasi politik, langkah kedua adalah membangun jaringan komunikasi antar Perpustakaan Daerah Provinsi. Jaringan komunikasi ini dapat dibangun dengan membentuk Forum Perpustakaan Daerah Provinsi yang secara berkala melakukan pertemuan formal. Selain itu, komunikasi informal juga perlu dibangun melalui dunia maya. Saat ini hampir semua Perpustakaan Daerah Provinsi sudah memiliki website sendiri. Hal ini merupakan modal yang cukup berharga untuk membangun website bersama dengan tajuk ” Jaringan Kemitraan Perpustakaan Daerah Provinsi se-Indonesia.

Langkah ketiga, adalah menetapkan spesialisasi koleksi yang akan ditampilkan dalam website bersama. Khazanah lokal nusantara yang meliputi cerita rakyat, legenda lokal, budaya lokal, berita lokal, kegiatan lokal perpustakaan, resensi buku, dan informasi buku baru merupakan koleksi spesial yang dapat ditampilkan dalam website bersama ini.

Setiap bulan masing-masing anggota jaringan dapat mengirimkan khazanah lokal yang dimilikinya. Menampilkan khazanah lokal melalui website bersama ini merupakan langkah ”murah dan meriah” untuk mengenalkan budaya lokal kita kepada dunia. Hal ini cukup penting guna mencegah klaim pihak asing terhadap budaya lokal nusantara tercinta ini. Khazanah lokal nusantara ini sekaligus merupakan faktor pembeda yang menjadi unggulan dari Jaringan Kemitraan Perpustakaan Daerah Provinsi.

2. Jaringan Kemitraan Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota

Pepatah Jawa mengatakan, ”Lakune ilmu kuwi karo mlaku”. Artinya, sempurnanya pelaksanaan suatu ilmu adalah berbanding lurus dengan perjalanan waktu. Jaringan kemitraan perpustakaan selama ini masih sebatas wacana daripada diaplikasikan secara nyata di lapangan. Aplikasi nyata di lapangan biasanya terkendala oleh kondisi perpustakaan yang dianggap belum layak untuk melaksanakan kemitraan. Padahal untuk menuju kesempurnaan selalu diawali dengan ketidaksempurnaan. Kesempurnaan adalah proses menuju kesempurnaan itu sendiri.

Setelah Jaringan Kemitraan Perpustakaan Daerah Provinsi terbentuk, Perpustakaan Nasional RI dapat ”memerintahkan” setiap Perpustakaan Daerah Provinsi untuk menggalang semua Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota untuk diikat dalam Jaringan Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota. Dalam hal ini Perpustakaan Daerah Provinsi bertindak sebagai focal point bagi Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota.

Untuk tahap awal, Perpustakaan Daerah Provinsi dapat memilih sepuluh Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota terbaik untuk diajak bergabung dalam Jaringan Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota yang terhubung online sebagai proyek percontohan. Sedangkan sisanya tetap diajak bergabung dalam satu ikatan melalui Forum Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota yang secara berkala mengadakan pertemuan untuk semakin mematangkan pelaksanaan konsep jaringan perpustakaan.

Sepuluh Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota terbaik ini harus memiliki website sendiri. Memiliki website dalam era teknologi informasi ini tidaklah terlalu sulit dan mahal sebagaimana masih dibayangkan oleh banyak pihak. Setiap anggota jaringan dapat memanfaatkan situs gratis seperti Joomla dan juga blog-blog yang banyak bertebaran di dunia maya.

Menggunakan blog dan hosting gratis dalam dunia maya bukanlah aib. Mengingat kekuatan suatu situs sesungguhnya terletak pada isinya (content) bukan terletak pada kemasannya. Jangan lihat bajunya, tetapi lihatlah isi otaknya ! Apakah bisa memberi manfaat bagi umat manusia atau tidak ?

Melalui media blog, Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan tukar-menukar informasi, buku digital yang banyak bertebaran di dunia maya, maupun koleksi lokal. Selain itu kerjasama juga dapat digalang melalui jejaring sosial seperti face book, twitter, dan lain-lain. Setiap perpustakaan perlu memiliki account di situs jejaring sosial guna memasarkan dan mempromosikan diri.

3. Jaringan Kemitraan Perpustakaan Sekolah, Kecamatan, dan Desa

Perpustakaan Kecamatan, Perpustakaan Desa, dan Perpustakaan Sekolah merupakan jenis perpustakaan yang saat ini kondisinya masih memprihatinkan. Padahal pasal 22 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan secara jelas memberi hak hidup pada Perpustakaan Kecamatan dan Perpustakaan Desa.

Untuk memberikan energi kepada Perpustakaan Sekolah, Perpustakaan Kecamatan, dan Perpustakaan Desa ini perlu dilakukan langkah terobosan. Perpustakaan Daerah Kabupaten/Kota dapat membentuk Jaringan Kemitraan Perpustakaan Sekolah, Perpustakaan Kecamatan, dan Perpustakaan Desa dalam satu wilayah kecamatan. Jaringan lintas jenis perpustakaan ini merupakan formula ampuh untuk mengatasi berbagai kelemahan yang ada pada ketiga jenis perpustakaan ini.

Kerjasama paling realistis untuk jaringan kemitraan lintas jenis perpustakaan ini adalah kerjasama pengadaan koleksi, pengolahan, dan layanan. Pepatah mengatakan, ”sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit”. Sumber daya yang serba terbatas pada ketiga jenis perpustakaan ini jika digabungkan dan dihimpun dalam satu wilayah kecamatan akan mampu menjelma menjadi superperpustakaan.

Kemitraan ini bukanlah ilusi, mengingat pada setiap desa memiliki Sekolah Dasar. Perpustakaan Sekolah Dasar dapat difungsikan sekaligus sebagai Perpustakaan Desa dengan membuka waktu layanan tak hanya pada saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung melainkan juga pada siang sampai malam hari. Perpustakaan Sekolah dan Desa ini tentu saja memerlukan dukungan kepala sekolah, kepala desa, guru, dan masyarakat desa agar dapat berjalan dengan optimal.

Tanggung jawab untuk layanan pagi sampai siang ada pada kepala sekolah. Selanjutnya, untuk layanan siang sampai dengan malam ada pada kepala desa. Kolaborasi dua jenis perpustakaan ini juga akan memudahkan peserta didik dalam mengeksplorasi perpustakaan secara optimal. Mengingat Perpustakaan Sekolah biasanya hanya membuka layanan pada ”15 menit” waktu istirahat. Selain itu, anak-anak juga dapat mengadakan belajar kelompok di perpustakaan.

Agar jalinan kemitraan perpustakaan ini dapat lebih berkembang, perlu menjalin kerjama dengan pihak ketiga. Seperti Room to Read, or¬ga¬ni¬sa¬si nirlaba yang didirikan oleh John Wood, pada 1999. Berdasarkan update terbaru www.roomtoread.org hingga 31 De¬sember 2008, Room to Read te¬lah membangun 765 sekolah, men¬dirikan 7.160 perpustakaan, me¬nerbitkan 333 judul buku anak da¬lam bahasa lokal dengan jumlah bu¬ku melebihi 2,8 juta kopi, men¬do¬nasikan lebih dari 2,8 juta buku anak berbahasa Inggris, mendanai 7.132 beasiswa jangka panjang ba¬gi anak-anak perempuan, dan men¬dirikan 179 laboratorium kom¬puter dan bahasa di Nepal, Vi-et¬nam, Kamboja, India, Sri Lan¬ka, Laos, Afrika Selatan, Zambia, dan Bangladesh.

4. Jaringan Kemitraan Perpustakaan Perguruan Tinggi

Jaringan kemitraan yang saat ini sudah berjalan dengan baik adalah Jaringan Kemitraan Perpustakaan Perguruan Tinggi, seperti :

1.Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI)
Didirikan tahun 2000 di Sawangan Bogor, saat ini ketuanya adalah Dra.Luki Widjayanti, MLS Kepala Perpustakaan Universitas Indonesia.Anggota dari FPPTI adalah Perpustakaan-perpustakaan baik PTN maupun PTS.
2.Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Wilayah Jawa Barat.
Saat ini anggotanya sekitar 102 perpustakaan PTN dan PTS.
3.Forum Komunikasi Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FKP2TI), berkedudukan di Jawa Timur.
4.Indonesia Digital Library Network (IDLN)

Jaringan beberapa Perpustakaan Digital di Indonesia. Kontent dari Perpustakaan Digital adalah karya ilmiah sivitas akademika dari masing-masing perguruan tinggi, berjejaring untuk menyebarluaskan informasi karya ilmiah sivitas akademika PT.
Untuk itu Perpustakaan Nasional RI dapat mengajak Jaringan Kemitraan Perpustakaan Perguruan Tinggi ini untuk berperan aktif dalam mengembangkan jaringan kemitraan perpustakaan lain yang ada dalam wilayah geografis yang sama.

Keberhasilan sebuah jaringan kemitraan tidak hanya diukur dari kinerja yang ada dalam jaringan itu melainkan sejauhmana sebuah jaringan kemitraan mampu bekerjasama dengan jaringan kemitraan lain. Dengan demikian sebuah jaringan kemitraan akan mampu memberi manfaat baik kepada anggota jaringan maupun kepada anggota jaringan kemitraan lainnya.

*Artikel ini dimuat di Majalah Media Pustaka, Edisi I Januari - Maret 2010.

**Romi Febriyanto Saputro, S.IP, Pemenang Pertama Lomba Penulisan Artikel Tentang Kepustakawanan Indonesia Tahun 2008. Bekerja di Kantor Perpustakaan Daerah Kab. Sragen

0 komentar:

Posting Komentar