Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen di bidang perpustakaan. Pusat informasi dan Literasi Masyarakat Sragen ini terletak di JL. Raya Sukowati Barat NO. 15 SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pada tahun 2010, terpilih sebagai Perpustakaan Kabupaten/Kota Terbaik Pertama Se-Jawa Tengah. Telp. 02171 892721 Email perpustakaansragen@gmail.com. NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN 33143E1014753.

Mari, Bersama Perpustakaan Kita Cerdaskan Bangsa!


05 April 2010

Reaktualisasi Spirit Sosial Azan

SEBELUM azan secara resmi ditahbiskan Rasulullah sebagai panggilan salat, umat Islam tempo itu terdapuk dalam sebuah dilema identitas keagamaan. Betapa tidak, sejumlah elite sahabat bersitegang mengeluarkan pendapat. Ada yang mengimbau agar panggilan salat serupa tradisi Nasrani dengan membunyikan lonceng. Ada pula yang berseloroh supaya meniup terompet seperti adat Yahudi.

Beruntung, bisikan Allah menghampiri Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih hingga tercetuslah azan yang pertama dikumandangkan oleh sahabat Bilal bin Rabah. Dan, selamatlah umat Islam dari kutukan identitas epigonistik yang serta-merta menyalin tradisi penanda waktu ibadah agama lain.

Pada masa itu, azan menemukan momentum sebagai penyeru dengan ''kekuatan supranatural'' yang sangat dahsyat. Ketika azan berkumandang, kaum muslimin bergegas meninggalkan seluruh aktivitas duniawi dan bersegera menuju masjid untuk menunaikan salat berjamaah. Dalam konteks demikian, azan adalah pemersatu umat. Simpul-simpul kesadaran psiko-religius mereka bergetaran, terhubung secara simultan. Dengan totalitas kesadaran seorang hamba, mereka bersimpuh, luruh dalam kesyahduan ibadah salat berjamaah.

Namun, sesungguhnya azan tidaklah semata-mata panggilan salat. Lebih dari itu, ada makna penting yang terkandung dalam azan. Dulu, ketika kali pertama Rasulullah menetapkan azan dengan mengamini mimpi Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih, tujuan pertama memang untuk mengingatkan umat Islam agar bersegera mengerjakan salat. Akan tetapi, fungsi azan tak berarti sebatas itu.

Pada ruang inilah, buku Rahasia Dahsyatnya Azan: Hayya Alal Falah Come to Success buah pena Arham Armuza menemukan signifikansinya. Jika dibandingkan dengan buku-buku sejenis, semisal The Power of Azan (Madania, 2010), yang masih berkutat pada pemaknaan azan secara normatif-artikulatif, buku ini beranjak lebih jauh membeberkan makna azan lafal demi lafal secara reflektif-inspiratif. Armuza mampu menarik keluar azan dari gerbong doktrinal yang sempit menuju konteks kekinian yang begitu lempang sehingga begitu nyata spirit sosial yang dikandung azan.

Upaya kontekstualisasi azan tersebut tentu saja merujuk pada historisitas azan itu sendiri. Azan dikukuhkan pada periode penyebaran Islam di Madinah. Tepatnya, setelah Rasulullah memutuskan hijrah dari Makkah ke Yatsrib sebelum berganti nama Madinah. Secara etimologis, hijrah berarti migrasi fisik dari satu tempat ke tempat lain. Sedangkan, secara terminologis, hijrah merupakan migrasi nilai dari ketertindasan menuju keadilan dan keadaban.

Dalam konteks hijrah Rasulullah, dua makna itu berlaku sekaligus. Rasulullah yang semula tinggal bersama para sahabat di Makkah memilih hijrah ke Yatsrib dalam rangka menyongsong kehidupan baru yang menjunjung tinggi moralitas dan kemaslahatan bersama.

Dalam rentang waktu yang tak terlalu lama, kurang lebih dua tahun, Rasulullah berhasil bangkit dan melakukan perubahan drastis yang menggugah semua penduduk Yatsrib, baik muslim, paganis, maupun Yahudi. Karena itulah, Yatsrib kemudian berganti nama Madinah, yaitu kota yang menjunjung tinggi peradaban dan keadaban publik.

Iklim humanisme religius di Madinah itu terasa terutama setelah dicetuskan kesepahaman Piagam Madinah. Piagam tersebut merupakan capaian politik-keagamaan yang memuat kesepakatan menjunjung tinggi kesetaraan, keadilan, dan kedamaian bersama.

Dalam situasi demikian, azan pun dikukuhkan. Bila diresapi dari struktur pelafalannya, jelaslah betapa azan mengandung seruan ukhrawi dan duniawi, interaksi vertikal dan horizontal sekaligus. Puncaknya adalah seruan hayya alal falah. Seruan itu merupakan klimaks azan. Ajakan meraih kemenangan, merengkuh kesuksesan, dan menggapai kebahagiaan tanpa sama sekali meninggalkan fondasi keagamaan.

Seruan itu persis sebagaimana anjuran Rasulullah: Beribadahlah seakan-akan engkau akan mati esok dan bekerjalah seolah-olah engkau hidup untuk selamanya. Di sini keseimbangan (balance) dunia-akhirat betul-betul diperhatikan. Tidak meninggikan salah satu dan merendahkan yang lain. Tidak berarti mementingkan urusan ibadah dan mengabaikan urusan dunia. Begitu pula sebaliknya, tidak melulu bekerja dan meninggalkan ibadah.

Prinsip keseimbangan itu merupakan intisari azan. Tapi sayangnya, sebagian besar kita yang hidup di era globalisasi teknologi ini belum benar-benar menyadarinya. Saban hari azan mengepung, bisa melalui pengeras suara di masjid dan musala, lewat televisi, atau bahkan dialihfungsikan sebagai ringtone HP yang terus terlantun setiap kali ada panggilan. Masih ada anggapan bahwa azan sekadar panggilan salat, sementara makna azan itu kurang diresapi.

Karena itulah, cukup masuk akal tatkala Ahmad Syafi'i Ma'arif (mantan ketua PP Muhammadiyah) dalam sepenggal pengantar buku ini menyatakan bahwa dalam azan terkandung semangat hijrah. Tentu bukan hijrah secara fisik, tetapi hijrah nilai. Azan menyeru agar kita segera merevitalisasi semangat hijrah. Hijrah dari nilai-nilai nirhumanistis, seperti kebodohan, kemalasan, ketertindasan, dan sebagainya, menuju humanisme egalitarian, yaitu kemaslahatan bersama yang dicirikan kesuksesan dan kebahagiaan.

Kiranya tepatlah bila buku ini menjadi semacam peta perjalanan untuk mengeja kembali makna azan yang sering diabaikan. Di tangan Armuza, makna azan yang terkesan rumit menjadi sangat bersahaja dan mudah dimengerti karena bahasanya gampang dipahami.

Membaca buku itu, kita akan terhenyak dan segera menyadari berapa banyak hal yang belum dilakukan, betapa melimpah kesempatan menuju kesuksesan yang terlewatkan begitu saja. Inilah pesan moral sekaligus kontribusi konkret buku tersebut. Mengamini setangkup komentar KH Mustofa Bisri, buku itu memang bukan yang pertama mengulas azan, tetapi kemampuan Armuza memaknai azan dalam perspektif kekinian patut diapresiasi. (*)

*) Saiful Amin Ghofur, redaktur Jurnal Millah MSI UII Jogjakarta

---

Judul buku: Rahasia Dahsyatnya Azan: Hayya Alal Falah Come to Success

Penulis: Arham Armuza

Penerbit: Kaukaba, Jogjakarta

Cetakan: Pertama, Maret 2010

Tebal: xviii + 258 halaman
Sumber www.jawapos.co.id

0 komentar:

Posting Komentar