Amuk
Laut akhirnya surut.
Ramai orang orang kemudian larut.
Menangkapi ikan ikan terkapar.
Orang orang kalang kabut.
Gemuruh kian ribut. Manusia kalang kabut.
Ada ramai yang jadi saksi. Dihari minggu pagi.
Ada ramai jadi pencuri. Manusia manusia sisa tsunami.
*Kutablang, 26 des 2011
Selamat Mengenang Hari Lahir
Hujan turun di kaki tangga
Malam itu sunyi sekali.
Sepi!
Orang orang terkasih berharap cemas
sedang seorang Ibu sedang berjuang melawan kematian
Wajahnya garang meronta
Erat jemari tangan sang suami beri semangat
Bulan terang
Hujan lalu badai
Jerit tangis sang bayi pecahkan kesunyian
meronta ronta dengan badan masih merah
"Alhamdulillah, Perempuan Ma. Dia cantik seperti dirimu" Kata sang suami.
Senyum lepas bahagia pada wajah wajah mereka.
Tentang harapan. Tentang kebanggaan.
Hujan reda seiring tangis bayi.
kau tau siapa bayi itu 22 tahun lalu?
Engkau sekarang dewasa.
Ada banyak harapan dan cita-cita yang belum terjawab.
Kalau semangat itu hilang, pejamkan matamu
Lalu bayangkan Ibumu 22 tahun lalu.
Dia kadang resah.
Tapi dia bangga dengan seorang anak perempuan sepertimu
Ada yang patut dan layak, mesti kau persembahkan.
Ibumu tau, tapi masih menunggu.
Apa ibumu malam ini sedang menangis?
Kami Masih di Kampus Teknik
(Untuk ; Diri sendiri dan Zikri, dua mahasiswa kampung yang sial)
Hari ini karena hari kemarin
Kami masih saja melawan malas dan lupa
Bertemu orang orang ‘pintar’ yang jaim
Seolah kebenaran ilmu cuma pada diri ‘beliau’
Badan kami tak sedari dulu kala
Tinggal tulang belulang
Kentut saja enggan kami keluarkan
“tapi sekali waktu, baunya mampus”
Kata Zikri dikantin siang itu.
“Ah, itu biasa”. Aku tersenyum kecil.
kenapa kentut lelaki lebih besar suaranya dari kentut perempuan? Ada yang tau? Karena lelaki ada mikrofonnya.
Ha ha ha ha.
Lalu kami tertawa
Dosen itu palisnya setengah gila
Macam dia saja penguasa dikampung kami
“Esok waktu, bukan mustahil anda harus panggil Bapak untuk saya”
Untuk semangati diri, aku biasanya bisikkan itu dalam hati.
Sarjana Teknik masih dikepala
Semoga kami tidak gila!
Tujuh tahun luluh lantak kami injak rumput kampus sialan ini
Orang orang dikampung sudah menanti
Kapan kami tidak lagi naik Damri.
* Teknik Unsyiah, 25 januari 2010.
Muhadzdzier M. Salda. Lahir di Bireuen, 28 Juni 1982. Belajar menulis di Sekolah Menulis Dokarim. Sejak tahun 2002 hingga 2010 menjadi Mahasiswa di Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala- Banda Aceh. Email; azirmesin@gmail.com, twitter: Maooppp, facebook: Muhadzier Maop
Sumber: Kompas, 4 Januari 2012
04 Januari 2012
Puisi-puisi Muhadzdzier M. Salda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar