PANGGANG BETINA
Seonggok pahamu berkilau oleh lampu malam di tepian taman kota.
Aroma kosmetika tropika membalurisekujur badan.
Rempah yang meresapi empukan daging.
Bangkitkan gairah di antara belukar hijau sayurmayur.
Desis mulut menahan nikmat di antara cabikan dan sobekan serat petang.
Putih hangat daging silaukan mata, hujan berjatuhan dari dahi awing-awang.
Putih mulus betina kampong yang belum sempat bertelur.
Hijau belukar tersibak,
menyibak sejarah perempuan yang mahir meracik rerempah dan bumbu
hangatkan tubuh.
menidurkan para lelaki dalam mimpi dan sepi
PEREMPUAN: RIWAYAT HUJAN DAN PETANG
Jalanan kota tergenang jatuhan air dari langit-langit malam
Tenggelamkan pujian yang melengking dari sebuah menara seusai magrib reda.
Tak ada lalulalang.para penegndara menepi di teduhan took.
Beberapa wanita menudung paying belanja nyamuk bakar di took terdekat.
Hanya rasa lapar tak mau peduli menerabas deras dingin dan tirai angin.
Jejarum hujan menyulam basah di celana dan kaos bagian bawah.
Endus asap,bebau tempegoreng, terasi terbakar menghanguskan ladang
tomat dan kebun cabai.
Cecabang kemangi dan rerimbun daun kobis tumbuh di tepian tembikar yang becek
oleh sambal bulan yang meleleh. Melumuri petang, melumuri lapar.
riwayat hujan dan petang bersama perempuan tersayang.
ETHEK SONGKEM
Pejam matamu kilau bilah pisau
Menjalar di urat leher. Perpisahan dengan kekasih dan sanak keluarga
Tanpa linang airmata
“Beginilah nasib menjemputku. Menjemput kita. Untuk berbagi bahagia.”
kilau pisau pilihan memutus urat leher. Percikan darah hangat menderas
Di antara dengkur nafasmu yang mengucapkan salam
“Semoga engkau bahagia,” ucapmu lirih
Tak ada yang boelh melihat kepergianmu
Kekasih,saudara, dan sanak keluarga
Di kamar utara
Dalam sepanci air mendidih
Kisah kembali menguap bersama bulu-bulu yang lepas
Dan kulit terkelupas
Mengelupasi kulit waktu yang lekat di tubuh malu
Jangan ceritakan hal-hal buruk yang pernah kita teguk
Dilumurkannya hangat rerempahan
bumbu pilihan
butiran sahang dan garam
irisan bawang meluruhkan pedih
kunnyit kemiri menyejukkan tubuh
aroma menyepuh
Di atas perapian
jerang air yang mengerang
kau menjerang bahagia
mengisap pedih dan heharum buih
rerempah yang mendidih
meresapi empukan daging dan belulang
tubuhpun mengembang
Di atas tikar bersama sanak dan saudara
yang datang dari seberang.
Kau bentangkan badan yang lepuh
pejam mata penuh,
menyayat bagian demi bagian
mengelupasi kisah yang tersangkut di
daging waktu.
Tulang kenangan habis tersesap
di antara rasa yang menguap
Rasa yang terus mengembara ke sawah-sawah
yang hijau oleh papadian
Di antara keriut rumpun bambu menjalin kebersamaan
tangan berlumur lumpur bumbu
menyuapkan sobekan-sobekan daging
Cabikan-cabikan kenangan yang terus mengurai nikmat
sampai hari-hari berkeringat.
catatan:
Ethek Songkem: olahan bebek dengan tubuh utuh dilumuri bumbu pedas
yang dikukus atau digoreng. Saat ini menjadi masakan yang populer dan
familiar di kota Sampang.
PENGANTAR MAYAT
1/
Inilah akhir pertemuanmu dengan teman kerabat
Kau yang beku memutar masa lalu
Saat-saat akhir ke awal kita bertemu
2/
Wajah paling mengesankan yang pernah kupandang
Kau dengan pakaian paling mapan putih kafan
Tujuh meter bersegi kekanan dan kekiri
Menggulung gelondong tubuhmu sendiri
3/
Di luar ada perjumpaan antara kawan lama
Mengurai waktu ke lalu masa
Saat-saat masih berhujan-hujanan
Sampai kerutan waktu menempel sekujur badan
4/
Ah, yang menangis berhentilah
Biar dia pergi dengan pasrah
Air matamu takkan menjagakannya
Pun takkan membahagiakannya
5/
Dia pergi sendirian membawa bayangan diri
Yang selama ini dipanggangnya di bawah matahari
Hanya sunyi, hanya sunyi, hanya sunyi
Mengantar dalam kegelapan bumi
6/
Perempuan paling cantik dan lelaki paling tampan
Biarkan aku mengenang bulan dan bintang
Yang pernah kau semat di badan
Semoga menjadi penerang dalam kegelapan
7/
Sepergimu ada yang selalu menahan rindu
Di atas pusara waktu berlamat buntu
Tangis menggemburkan kenangmu
Dan doa selalu menguatkan rasa haru
2011
Biodata:Hidayat Raharja, guru biologi, kelahiran desa Omben- Sampang, dan sampai saat ini masih setia menulis dan mengajar di SMA Negeri 1 Sumenep.
Sumber: Kompas, 27 Januari 2012
27 Januari 2012
Puisi-puisi Hidayat Raharja
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar