- Oleh Anton Prasetyo
Bagaimana dengan pesantren yang hingga saat ini masih sering berkesan sebagai lembaga pendidikan keagamaan (baca: Islam) yang kuno nan zadul (zaman dulu). Apakah pesantren tak bisa mengikuti perkembangan zaman dengan menggunakan teknologi terkini sehingga memiliki daya tawar memuncak?
Hingga detik ini, pengelola pesantren masih sering berpikir panjang tentang keberadaan teknologi terkini. Pertimbangan antara manfaat (dampak positif) dan madlarat (dampak negatif) selalu jadi bahan kajian terdepan. Maka bukan tak mungkin jika ada pengelola pesantren berpendapat haram hukumnya menggunakan internet. Pandangan itu didasari pendapat dampak negatif dari internet jauh lebih besar daripada manfaatnya. Kenyataannya, internet sangat mudah digunakan untuk bermaksiat, bahkan bertindak kejahatan pada orang lain.
Anggapan itu meski tak sepenuhnya dapat dibenarkan, bisa saja diterima. Betapa tidak? Hingga kini berapa orang yang jadi korban kejahatan internet? Berapa banyak pemuda yang larut dalam dunia perpornografian hanya karena ada internet? Berawal dari nonton video porno di internet, chatting dengan lawan jenis, hingga perzinahan merebak. Kini, kita tak bisa menghindari realita itu.
Namun tidak mutlak internet jadi sumber maksiat. Internet akan menjadi sumber maksiat atau alat ibadah tergantung pada pengguna. Hingga kini, selain punya dampak negatif, tak sedikit media supercanggih itu bisa menghantarkan beragam ilmu pengetahuan dan informasi secara cepat dan tepat. Bahkan pesan agama di satu belahan bumi mudah tersampaikan ke belahan bumi lain hanya dalam hitungan detik. Tentu kenyataan itu jadi nilai plus tersendiri.
Perpustakaan Pesantren Perpustakaan pesantren semestinya cepat mengakrabi internet. Tak asing lagi dalam telinga bahwa perpustakaan adalah jantung pendidikan. Perpustakaan pesantren pun sumber kehidupan pesantren. Jika perpustakaan pesantren tiada fungsi, dipastikan pesantren pun tak akan eksis. Para santri akan cupet, tak dapat ditandingkan dengan yang lain.
Karena itu perpustakaan pesantren mesti berbenah. Salah satu media untuk menggeliatkan perpustakaan adalah internet. Kenapa harus internet? Pesantren membutuhkan orang yang ahli dalam ilmu fikih (fuqaha), ahli ilmu Alquran, tafsir, hadis, dan lain-lain. Keberadaan mereka tak mungkin terwujud tanpa media. Dan, saat ini internet adalah media yang sangat mudah digunakan menunjang belajar santri.
Dengan internet, santri bisa menemukan beragam kitab. Misalnya, kitab hadis, akidah, fikih, adab, kitab umum, kamus, kitab fahros/indeks, dan sebagainya. Banyak situs Islam menyediakan permasalahan keagamaan terkini. Permasalahan itu mesti diketahui santri, dan selanjutnya mereka memikirkan dan andil dalam menyelesaikan.
Jangan sampai santri yang notabene mahir dalam hukum agama, menjadi katak dalam tempurung, tak tahu dunia luar, sehingga ilmu mereka tak bermanfaat. Berawal dari sinilah, keberadaan perpustakaan pesantren yang dilengkapi internet adalah kebutuhan sangat penting. Syukur-syukur santri bisa memiliki laptop dan online setiap saat, sehingga bisa dengan mudah mengakses ilmu dan informasi secara cepat.
Selanjutnya, mereka mudah dan cepat ikut andil menyelesaikan problematika masyarakat. Jangan sampai hanya karena ketiadaan internet, santri hanya sibuk membahas ilmu bahasa Arab, meliputi nahwu-sharaf, balaghah, hingga mantik, namun tak pernah bisa mengamalkannya.
Namun tak mudah mengajak pesantren menggunakan media teknologi terkini. Pesantren memiliki dasar tersendiri dalam menentukan “jalan hidup”. Mungkin ada pesantren yang tak mau berhubungan dengan dunia internet karena memiliki pedoman yang tak bisa dinalar kebanyakan orang. Pun sangat apresiatif saat pesantren memiliki komitmen tinggi dalam menjaga “kesucian” dengan terus bisa mengimbangi era keterkinian, termasuk penggunaan internet. Wallahu a’lam. (51)
- Anton Prasetyo, Kepala Perpustakaan Pesantren Nurul Ummah Yogya-karta
Sumber: Suara Merdeka, 18 April 2011
0 komentar:
Posting Komentar