Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen di bidang perpustakaan. Pusat informasi dan Literasi Masyarakat Sragen ini terletak di JL. Raya Sukowati Barat NO. 15 SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pada tahun 2010, terpilih sebagai Perpustakaan Kabupaten/Kota Terbaik Pertama Se-Jawa Tengah. Telp. 02171 892721 Email perpustakaansragen@gmail.com. NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN 33143E1014753.

Mari, Bersama Perpustakaan Kita Cerdaskan Bangsa!


02 Januari 2014

Resolusi 2014: Kurikulum Berjiwa Perpustakaan

Kurikulum 2013 telah berlangsung kurang lebih enam bulan. Meskipun belum sempurna, kurikulum 2013 ini paling cocok dengan ruh perpustakaan sekolah yang berfungsi untuk memacu minat baca peserta didik. Kurikulum 2013 menginginkan ada perubahan proses pembelajaran dari peserta didik diberi tahu menjadi peserta didik mencari tahu. Peserta didik diajak untuk lebih menikmati proses menelusuri informasi, mengolah, dan mengambil suatu kesimpulan.

Menurut situs resmi Kemdiknas, inti dari Kurikulum 2013 adalah ada pada upaya penyederhanaan, dan tematik-integratif. Kurikulum 2013 disiapkan untuk mencetak generasi yang siap di dalam menghadapi masa depan. Karena itu kurikulum disusun untuk mengantisipasi perkembangan masa depan.
Hal ini memiliki tujuan untuk mendorong peserta didik atau siswa, mampu lebih baik dalam melakukan observasi, bertanya, bernalar, dan mengkomunikasikan, apa yang mereka peroleh atau mereka ketahui setelah menerima materi pembelajaran.
Melalui pendekatan itu diharapkan peserta didik memiliki kompetensi sikap, ketrampilan, dan pengetahuan jauh lebih baik. Mereka akan lebih kreatif, inovatif, dan lebih produktif, sehingga nantinya mereka bisa lebih siap dalam menghadapi berbagai persoalan dan tantangan bangsa di masa depan.
Perubahan paradigma ini penting untuk dilakukan untuk mengubah karakter bangsa ini yang lebih suka “menikmati” daripada “memproduksi”. Dengan kata lain cenderung konsumtif daripada produktif dalam berbagai bidang kehidupan. Suka cita dengan cara-cara instan dalam mencapai sesuatu. Duka cita terhadap proses yang bertahap yang memang harus ditempuh dengan kerja keras, kerja cerdas, dan kerja tangkas.
Menurut penulis, kurikulum tematik-integratif hakekatnya adalah kurikulum berjiwa perpustakaan. Manifesto Unesco Tahun 2000 menyatakan bahwa perpustakaan sekolah memiliki arti penting bagi strategi jangka panjang pengembangan literasi, pendidikan, penyediaan informasi sertaekonomi, sosial dan budaya. Sebagai bentuk tanggung jawab para pejabat berwenang lokal, regional dan nasional, maka hal itu perlu dukungan legislasi dan kebijakan khusus.
Kurikulum 2013 ini menghendaki agar guru mengajak peserta didik menggunakan sumber belajar yang beraneka ragam dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM). Perpustakaan merupakan lautan ilmu yang kaya akan aneka sumber belajar. Buku, majalah, koran, koleksi audio visual, dan alat peraga merupakan sumber belajar yang tak ada habis untuk digali. Bahkan guru dan peserta didik dapat membuat sendiri sumber belajar yang diinginkan di perpustakaan.
Pemerintah secara resmi sudah menyediakan buku untuk kurikulum 2013 ini. Sekolah tentu tak perlu bergaya untuk mengadakan buku tandingan sebagimana yang lazim terjadi pada kurikulum sebelumnya. Tugas sekolah adalah merancang program pengayaan kegiatan belajar-mengajar dengan memanfaatkan koleksi perpustakaan. Modal pertama untuk mewujudkan hal ini adalah senantiasa rajin memperbarui koleksi buku perpustakaan sekolah. Sumber dana bisa diambilkan dari BOS (Bantuan Operasional Sekolah).
Kurikulum baru menuntut guru dan peserta didik memiliki minat baca yang tinggi, peka terhadap informasi, dan berani menyampaikan informasi. Ada tiga tahapan yang harus ditempuh untuk mewujudkan hal ini. Pertama, mengasah kemampuan menelusuri informasi. Biasakan peserta didik untuk mencari informasi pertama dan utama adalah di perpustakaan. Jangan menugasi peserta didik untuk mencari informasi di internet. Mengapa ? Karena internet hanya menyediakan informasi secara instan. Selain itu validitas sumber informasi belum sepenuhnya bisa dipertanggungjawabkan. Saat ini masih cukup banyak “sampah informasi” yang beredar luas di dunia maya.
Guru bisa membangkitkan rasa senang menelusuri informasi di perpustakaan dengan membuat permainan tebak buku. Guru memberi pertanyaan, peserta didik mencari jawaban melalui koleksi buku yang tersedia di perpustakaan. Tak ada salahnya jika guru memperbanyak tugas “open book” untuk merangsang peserta didik agar gemar memburu informasi di perpustakaan. Tumbuhnya naluri pemburu informasi inilah yang tak bisa dihasilkan di “Mbah Google”. Karena hanya sekedar menyajikan kulit informasi dan pengetahuan. Memburu informasi di perpustakaan akan melahirkan kemampuan untuk mengunyah informasi selembar demi selembar kertas.
Kedua, menumbuhkan semangat membaca. Pembelajaran yang berjalan saat ini cenderung mematikan bara membaca. Guru bicara, peserta didik mendengar dengan serius. Komunikasi satu arah an-sich. Untuk membangkitkan rasa senang membaca perlu dibangun komunikasi dua arah. Proses komunikasi yang mengajak peserta didik untuk selalu rajin ingin tahu bukan rajin diberi tahu.
Sebelum, selama atau sesudah proses pembelajaran guru bisa menugasi peserta didik untuk membaca buku koleksi perpustakaan sesuai tema pembelajaran. Hasil bacaan peserta didik inilah yang nanti akan menjadi bahan diskusi bersama. Peserta didik harus dilatih untuk melakukah curah ide, curah pendapat maupun curah debat secara sehat. Tidak seperti debat kusir antar pengamat yang sering muncul dalam sajian televisi.
Ketiga, membangkitkan syahwat menulis. Kebiasaan menulis mesti ditumbuhsuburkan di lingkungan sekolah. Cara yang paling sederhana guru harus sering memberi pertanyaan dengan “Jelaskan pendapatmu ” bukan “sebutkan” yang cenderung tekstual belaka. Pertanyaan-pertanyaan dengan bahasa kontekstual sudah menjadi keniscayaan untuk diinternalisasikan di sekolah. Beri kebebasan peserta didik untuk menuangkan ide dalam bentuk tulisan.
Di Inggris dikenal istilah writing yang berdiri sebagai mata pelajaran tersendiri. Dengan menulis sebagai mata pelajaran tersendiri, sejak kecil siswa dilatih untuk mencintai menulis. Hal ini didukung data penelitian yang dilakukan Tizard dan kawan-kawan yaitu dari 108 siswa kelas 2 SD di Inggris yang memiliki kemampuan menulis di buku 24 %, menulis deskriptif 23 %, menulis cerita 19 %, menulis berita 11 %, menulis indah 10 %, menulis pada kartu ucapan 7 %, labelisasi pada gambar 3 % dan menulis puisi/drama 2 %. (Suyanto, 2003).
 Romi Febriyanto Saputro, SIP
Sragen, 31 Desember 2013

0 komentar:

Posting Komentar