Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen di bidang perpustakaan. Pusat informasi dan Literasi Masyarakat Sragen ini terletak di JL. Raya Sukowati Barat NO. 15 SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pada tahun 2010, terpilih sebagai Perpustakaan Kabupaten/Kota Terbaik Pertama Se-Jawa Tengah. Telp. 02171 892721 Email perpustakaansragen@gmail.com. NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN 33143E1014753.

Mari, Bersama Perpustakaan Kita Cerdaskan Bangsa!


13 Januari 2012

Kaderisasi Koruptor

Oleh : Romi Febriyanto Saputro


Tanggal 8 Januari 2012 lalu, LSI merilis hasil survei terbarunya tentang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di masa pemerintahan Presiden SBY. Hasilnya, Kejaksaan Agung dinilai 33,2 persen bersih dari korupsi, sedangkan Polri 39,3 persen. Sementara KPK memperoleh 38,5 persen, TNI 57,2 persen, dan presiden 51 persen. Hasil survei ini menunjukkan adanya penurunan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.

Busyro Muqoddas, saat masih menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan bila para koruptor juga telah melakukan kaderisasi. Bahkan para koruptor ini juga terus meningkatkan kemampuannya. mereka juga punya instruktur-instruktur andal yang bisa mengasah kemampuan kader-kader koruptor muda. Menurut Busyro, dari sisi kemampuan juga sangat meyakinkan. Tempat training juga bukan di tempat ibadah atau hotel-hotel kelas melati, melainkan di hotel-hotel mewah atau hotel berbintang. Pesertanya adalah kandidat koruptor muda.


Praktik korupsi yang selalu terjadi di negeri ini seolah membenarkan pernyataan di atas. Korupsi berjalan secara sistematis dan terorganisasi, dengan melibatkan aparatur negara dari pejabat teras sampai staf.  Rezim Orde Baru sudah lama tumbang, tetapi penyakit korupsi yang diwariskan rezim ini tetap tumbuh dan berkembang dalam rezim baru yang katanya mengusung semangat reformasi.

Dalam khazanah sastra Indonesia, ada banyak novel yang menggambarkan sebuah proses kaderisasi koruptor di Tanah Air. Salah satu di antaranya adalah Orang-Orang Proyek karya Ahmad Tohari. Ahmad Tohari bercerita tentang Insinyur Kabul, site manager idealis yang mantan aktivis kampus.

Ada konflik yang dihadapinya sewaktu Kabul memimpin pembangunan Jembatan di Sungai Cibawor, karena atasannya Pemimpin Proyek Ir Dalkijo, beberapa kali menyuruhnya menggunakan material yang tidak memenuhi speks, karena Ir Dalkijo harus cutting cost dan menggunakan dana proyek untuk “bancakan”.
Mengambil setting tahun 1991, digambarkan pimpinan proyek masih harus setor ke penguasa dan partai penguasa. Ditambah dengan tuntutan untuk mempercepat waktu pelaksanaan karena akan cepat-cepat diresmikan oleh pejabat yang juga Pemimpin Partai Penguasa, maka Ir Dalkijo memaksa Kabul untuk memakai material setempat dan mempercepat proses pengecoran.

Kabul tetap pada idealismenya, teguh memegang prinsipnya, dan akhirnya memilih mundur saat Jembatan Cibawor sudah hampir jadi (tinggal tahap pembuatan dek/lantai jembatan). Jembatan itu tidak diceritakan runtuh oleh Ahmad Tohari, tetapi ditulis di ending buku itu bahwa ketika balik lagi setahun sesudahnya, Kabul merasa sedih dan marah, karena hasil karya yang ditinggalkannya itu, yaitu lantai jembatannya sudah ada yang berlubang pada dua titik, walau strukturnya masih kokoh/kuat. Kabul pergi dengan pertanyaan dalam hati, “Ada berapa ribu proyek yang senasib dengan Jembatan Cibawor?”

Di buku ini Ahmad Tohari juga  menyajikan sebuah anekdot. Suatu saat di akhirat, penghuni neraka dan penghuni surga ingin saling kunjung. Maka penghuni kedua tempat itu sepakat membuat jembatan yang akan menghubungkan wilayah neraka dan wilayah surga. Bagian jembatan di wilayah neraka akan dibangun oleh orang neraka dan sebaliknya. Ternyata penghuni neraka lebih cepat menyelesaikan pekerjaannya daripada para penghuni surga. Dan ketika dicari sebabnya, ditemukan kenyataan di antara para penghuni neraka banyak mantan orang proyek.

Novel di atas sesungguhnya merupakan cerminan dari kisah nyata yang terjadi di negeri tercinta ini. Kaderisasi koruptor terjadi ketika Ir Dalkijo selaku Pimpro memberi arahan kepada Kabul untuk mengubah spesifikasi proyek dari rencana semula. Untunglah Kabul masih memiliki idealisme sebagai abdi negara yang jujur.
Loyal Tanpa Syarat

Kaderisasi koruptor selalu dimulai ketika seorang atasan memberikan tekanan kepada bawahan untuk melakukan praktik “penghematan”, mark up harga, dan mengubah spesifikasi proyek. Di lingkup birokrasi, seorang bawahan dalam posisi sulit ketika mendapatkan perintah dari atasan yang tidak sesuai dengan hati nuraninya. Antara memilih loyal kepada kebenaran atau loyal kepada atasan. Loyal kepada kebenaran berarti harus siap melawan perintah atasan sebagaimana tokoh Kabul. Sementara itu, kalau memilih loyal kepada atasan  berarti harus melibatkan diri dengan praktik korupsi dengan risiko masuk penjara.

Tumbuh suburnya korupsi, merupakan indikator bahwa sebagian besar abdi negara lebih memilih loyal tanpa syarat kepada atasan. Mengapa? Karena meskipun berisiko masuk bui, praktik ini dilakukan secara bersama-sama, gotong-royong, dan saling melindungi. Koruptor tua akan melindungi koruptor muda karena sama-sama mendapatkan keuntungan. Sedang koruptor muda merasa lebih aman dan nyaman dalam mencuri uang negara.

Untuk memotong laju proses kaderisasi koruptor, pemerintah bisa mengambil langkah seperti yang disarankan oleh Mahfud MD. Kita harus belajar dari negara Latvia dan China yang berani melakukan rombakan besar untuk menumpas koruptor di negara mereka.

Sebelum tahun 1998, Latvia adalah negara yang sangat korup. Untuk memberantas korupsi yang begitu parah, akhirnya negara tersebut menerapkan undang-undang lustrasi nasional, atau undang-undang pemotongan generasi. Melalui undang-undang ini, seluruh pejabat eselon II diberhentikan dan semua tokoh pejabat dan tokoh politik yang aktif sebelum tahun 1998 juga dilarang aktif kembali. Sekarang, negara ini menjadi negara yang benar-benar bersih dari korupsi.

Sementara itu, China melakukan pemutihan seluruh koruptor yang telah melakukan korupsi sebelum tahun 1998. Semua pejabat yang korupsi dianggap bersih, tapi begitu ada korupsi sehari sesudah pemutihan, maka pejabat yang korupsi langsung dijatuhi hukuman mati. Hingga Oktober 2007, sebanyak 4.800 pejabat di China telah dijatuhi hukuman mati. Tapi, sekarang China juga menjadi negara bersih. Indonesia seharusnya berkaca dari dua negara ini.

Sumber : Harian Joglosemar, 13 Januari 2012


0 komentar:

Posting Komentar