Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen di bidang perpustakaan. Pusat informasi dan Literasi Masyarakat Sragen ini terletak di JL. Raya Sukowati Barat NO. 15 SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pada tahun 2010, terpilih sebagai Perpustakaan Kabupaten/Kota Terbaik Pertama Se-Jawa Tengah. Telp. 02171 892721 Email perpustakaansragen@gmail.com. NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN 33143E1014753.

Mari, Bersama Perpustakaan Kita Cerdaskan Bangsa!


23 Agustus 2011

Perlawanan Tafsir Terhadap Rezim

Judul  : Tafsir Pembebasan Metode Interpretasi Progresif Ala Farid Esack
Penulis  : Ahmala Arifin, M.Ag
Penerbit : Aura Pustaka, Yogyakarta
Tahun  : Juli 2011
Tebal  : 123 + xi hlm
Harga  : Rp. 35.000
Peresensi : Rafi’uddin*
“Tanpa manusia al-Qur’an tak bisa berbicara apa-apa” (Ali bin Abi Thalib)

Secara terminologi, tafsir merupakan pemaknaan terhadap teks (al-Qur’an) sebagai upaya menjawab berbagai problem kehidupan. Secara periodesasi perkembangan tafsir di kalangan umat Islam terdiri dari tiga periode; periode klasik, yaitu periode penafsiran yang menjadikan teks al-Qur’an sebagai landasan primer terhadap penafsirannya dan menggunakan sumber riwayat (hadits-hadits). Periode pertengahan, yakni penafsiran yang metode penafsirannya secara maudlu’i, tahlili, dan deduktif. Pada periode inilah seorang penafsir diberikan otoritas untuk memberi pemaknaan terhadap teks al-Qur’an. Terakhir periode kontemporer, yaitu metodenya mayoritas menggunakan metode maudlu’i dan Hermeneutik.


Seorang mufasir tidak hanya menjadikan teks al-Qur’an sebagai objek penafsiran yang mempunyai otoritas. Namun pada periode inilah mufasir semakin diberikan kebebasan untuk menafsirkan al-Qur’an. Nalar kritis berpikir dari seorang mufasir menjadi alat untuk menafsirkan yang dikorelasikan dengan konteks yang ada guna memperoleh signifikansi dengan problem kehidupan serta mempunyai semangat masa depan (progresivitas). Baik mengenai aspek agama, politik, social, budaya, dan lain semacamnya.

Seorang Farid Esack dengan metode tafsir (interpretasi) progresifnya mengindikasikan bahwa ia adalah sebagian besar dari mufasir kontemporer. Seperti yang disebutkan di beberapa literature yang lain, ada dua metode yang digunakan oleh Farid Esack di dalam menafsirkan al-Qur’an, metode regsesif-progresi dan metode Hermeneutik. Kedua metode tersebut digunakan untuk menafsirkan al-Qur’an untuk menjawab problem-problem yang dialami oleh penduduk Afrika Selatan di bawah kediktatoran rezim Apartheid. Farid Esack beserta keluarga-keluarganya adalah gambaran mikro dari derita rakyat Afrika Selatan pada umumnya akibat dari diskriminasi rezim Apartheid.(hal. 32)

Di Afrika Selatan terdiri dari multi agama yang mempengaruhi terhadap kebijakan-kebijakan rezim Apartheid. Islam di Afrika Selatan termasuk dari agama minoritas dari pada agama-agama lainnya. Sehingga orang Islam yang hidup di bawah rezim Apartheid selalu mendapat perlakuan tidak manusiawi. Ketidakadilan selalu dijatuhkan kepada umat Islam. Hingga pada tahun 1970-an hampir semua Gereja di Afrika Selatan mendukung rezim Apartheid. Meski demikian kondisi Afrika Selatan, seorang Farid Esack tidak menyerah terhadap kediktatoran rezim. Ia dengan beberapa pemikir Islam lainnya dengan ide progresifnya membentuk beberapa organisasi sebagai upaya membebaskan penduduk yang tertindas oleh rezim.

Tafsir Pembebasan Farid Esack dalam tulisan Ahmala Arifin “Tafsir Pembebasan Metode Interpretasi Progresif Ala Farid Esack” ada enam konsep pembebasan yang terdapat dalam al-Qur’an dan tiga konsep etika religious. Konsep pembebasan yang terdiri dari takwa, tauhid, manusia, kaum tertindas, keadilan, dan perjuangan. Keenam konsep tersebut memperlihatkan bagaimana teologi pembebasan dalam al-Qur’an bekerja dan berinteraksi antara teks dengan konteks. Misalnya kedua konsep pertama (takwa dan tauhid) dapat dipahami dalam konteks historis politik tertentu. Kedua konsep berikutnya menggambarkan konteks penafsir dalam aktivitas menafsirkan al-Qur’an. Konsep ini sangat berperan bagi seorang mufasir. Adapun kedua konsep terakhir merefleksikan  suatu metode dan etos  yang membentuk dan menghasilkan pemahaman kontekstual tentang teks-teks al-Qur’an dalam masyarakat yang diwarnai ketidakadilan. Sedangkan tiga konsep etis religious dalam al-Qur’an yaitu iman, Islam, dan kafir (kufr).

Ketiga konsep etis tersebut iman, islam, dan kufr Farid Esack menafsirkan yang justru berbeda dengan kalangan ulama tradisionalis yang masih sarat dengan membeda-bedakan. Tetapi Esack menafsirkan dengan muatan-muatan baru untuk memberi kontribusi terhadap keberagamaan di Afrika Selatan yang hanya dijakdikan sebagai media penindasan oleh rezim.

Konsep pembebasan maupun konsep etika religious dalam al-Qur’an menurut Farid Esack dalam bukunya Ahmala Arifin merupakan induk dari penafsiran Farid Esack yang berada di bawah kekuasaan rezim Apartheid. Karena Islam pada saat itu tidak lebih dari sekedar alat diskriminatif. Tafsir pembebasan Esack ini mencoba mengintegeralkan semua elemen termasuk juga agama yang ada di Afrika Selatan untuk melahirkan perubahan terhadap rezim Apartheid. Maka lahirlah paham pluralisme.

Suatu yang menarik dalam pemikiran Farid Esack yaitu suatu upaya untuk memberikan muatan revolusioner dalam penafsirannya. Sebuah hasil penafsiran yang dilakukan tidak hanya berangkat dari teks, tetapi Farid Esack mencoba dari sudut pandang konteks kesejarahan dan realita real yang sedang dialami dirinya dan masyarakat Afrika Selatan di bawah rezim Apartheid. Buku setebal 132 halaman ini mendorong bagi kalangan umat Islam akan kesadaran konteks sosial, politik, dan agama menjadi basis dalam menafsirkan al-Qur’an. Al-Qur’an bukan suatu kitab yang bersifat beku yang tidak respon pada fenomena kehidupan, melainkan penafsiran terhadap teks al-Qur’an adalah suatu hal yang dinamis dan progresif seperti dalam metode tafsirnya Farid Esack. Upaya untuk bebas dari segala bentuk rasisme, seksisme, diskriminasi, penindasan, dan ekploitasi ekonomi-politik dari rezim Apartheid mendorong Farid Esack dalam tafsir pembebasannya.

Peresensi, Alumni Pondok Pesantren Nasy’atul Muta’allimi dan melanjutkan studi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jurusan Tafsir dan Hadits fakultas Ushuluddin, dia juga aktif di beberapa Komunitas. Antara lain Lembaga Kajian Sinergi Yogyakarta (LKSY), Komunitas Punulis UIN Jogja (PuJog) dan sekarang sebagai Peneliti di Lembaga Studi Qur’an dan Hadits (LSQH) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Sumber: Kompas, 19 Agustus 2011

0 komentar:

Posting Komentar