Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Sragen di bidang perpustakaan. Pusat informasi dan Literasi Masyarakat Sragen ini terletak di JL. Raya Sukowati Barat NO. 15 SRAGEN, Jawa Tengah, Indonesia.

Pada tahun 2010, terpilih sebagai Perpustakaan Kabupaten/Kota Terbaik Pertama Se-Jawa Tengah. Telp. 02171 892721 Email perpustakaansragen@gmail.com. NOMOR POKOK PERPUSTAKAAN 33143E1014753.

Mari, Bersama Perpustakaan Kita Cerdaskan Bangsa!


11 Agustus 2011

Ibadah Puasa dan Ruang Khusus Perempuan

Oleh Nurul Lathiffah

PUASA  selalu menyisakan efek dan perilaku yang teratur serta ritme yang mengistirahatkan organ fisik, bahkan menyembuhkan kelelahan psikologis. Saat mengurangi dan mengatur jam makan dan minum, lambung mulai membersihkan sisa-sisa kotoran dan metabolisme tubuh dengan alami.

Kalangan medis bahkan menjadikan puasa sebagai sarana alami untuk melakukan terapi pembersihan sisa-sisa metabolisme dengan menganjurkan pasien untuk melakukan puasa sebelum melakukan operasi.
Puasa memang meninggalkan efek yang menyehatkan bagi tubuh. Pun demikian bagi jiwa. Puasa adalah sarana mengistirahatkan kelelahan psikologis. Dalam melakukan ibadah puasa, individu dikondisikan untuk selalu mengupayakan prasangka positif, menahan marah dan memaafkan, sehingga energi psikis yang tersedia dapat digunakan untuk melakukan riyadhah, ibadah, baik yang sifatnya vertikal maupun horizontal.


Kaum perempuan, memiliki ruang khusus dalam bulan Ramadan, di mana kaum perempuan memiliki hari-hari khusus tidak diperbolehkan berpuasa dan meng-qadha(mengganti) puasa pada hari-hari di luar Ramadan.

Syariat yang telah ditentukan ini tentu bukan tanpa makna, bahkan penentuan kadar ’’ibadah’’ bagi kaum perempuan ini mengandung hikmah yang seharusnya kita pahami dengan kepekaan nurani. Perempuan, dengan siklus haid yang normal, secara alami akan mendapatkan kesempatan ’cuti’ puasa, shalat, membaca Alquran, dan lain sebagainya.

Dalam sebuah pembahasan mengenai diskursus gender dalam Islam, pernah dijelaskan bahwa larangan berpuasa bagi kaum perempuan bukan bermaksud untuk memandang remeh terhadap perempuan, akan tetapi justru karena Islam adalah rahmatan lil ’alamin yang memberikan rukshah (keringanan) bagi kaum perempuan.

Dilihat dari aspek medis, haid bagi perempuan bukanlah suatu hal yang ringan. Haid, yang sesungguhnya merupakan peluruhan dari dinding rahim menyisakan rasa nyeri yang luar biasa. Kewajaran perempuan dalam menerimanya lebih karena menghayati bahwa haid adalah sebuah fitrah indah yang sewajarnya dialami perempuan sehingga kaum perempuan telah dapat melakukan self acceptance  (penerimaan diri) terhadap dirinya.

Selain itu, hormon yang diproduksi tubuh pada saat menstruasi juga membuat kondisi psikologis kaum perempuan menjadi lebih rentan. Apalagi, rasa sakit, hakikatnya memerlukan dukungan sosial juga membutuhkan nutrisi yang cukup untuk mempertahankan stabilitas tubuh. Mutlak, asupan makanan yang menyehatkan dan cukup, sangat membantu kaum perempuan dalam melalui masa-masa sulit menghadapi haid.

Ruang Khusus

Puasa, memberi ruang khusus bagi kaum perempuan, bukan karena menyangsikan kekuatan kaum perempuan. Terbukti, dalam tarikh Islam, tersebutlah banyak kaum perempuan yang disebut sebagai significan  person dalam perjalanan dakwah nubuwwah. Asma yang dijuluki sebagai perempuan dengan dua sabuk, Naila yang melindungi khalifah dari serangan musuh, telah sangat cukup membuktikan kemuliaan dan perjuangan yang telah diteladankan oleh kaum perempuan pada zaman perjuangan dakwah masa kenabian. Kini, perjuangan perempuan tentu memiliki medan dan area serta ekspektasi yang berbeda. Perempuan mulai mengabdikan diri di institusi pendidikan, kesehatan, ruang publik, tentu dengan meletakkan tugas pokok mendidik anak dan tegak sebagai pilar utama pendidikan dalam keluarga. Maka, seperti syariat puasa, perempuan pun seharusnya mendapatkan hak ruang khusus yang mengizinkannya untuk mengabdi pada masyarakat  dengan keringanan dan beberapa pemakluman humanis yang membuat kaum perempuan menjadi memiliki dukungan secara sistemik dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya psikisnya.

Kita tidak hanya akan berhenti pada penghayatan mengenai hikmah keringanan puasa bagi perempuan. Bahkan, sudah seharusnya kita mampu menyingkap pesan spiritual dari syariat yang telah ditetapkan-Nya. Di wilayah pelayanan publik, institusi kesehatan, institusi pendidikan, sudah seharusnya memberi ruang khusus bagi perempuan.
Di negera-negara maju, kaum perempuan sudah mendapatkan ruang khusus dengan pemberian jam istirahat yang cukup untuk mendidik anak dan melakuakn kewajiban sebagai seorang istri dan ibu. Di Pakistan, cuti melahirkan lebih panjang sehingga perempuan dapat memberikan ASI ekslusif secara terpantau dan tenang.

Perempuan memang makhluk yang sangat istimewa. Ekspektasi yang sangat banyak dan beragam diberikan kepada kaum perempuan untuk diwujudkan. Sayangnya, hal ini tidak disertai pemahaman yang humanis dan empati. Muaranya, kaum perempuan memang rentan mengalami kekerasan dan pengabaian dalam aspek psikologisnya.

Melalui puasa, Islam telah mengajarkan bagaimana cara memberikan keringanan bagi kaum perempuan. Bahkan, Islam menempatkan melahirkan sebagai jihad akbar, yang dengannya kaum perempuan mendapatkan keringanan melakukan ibadah-ibadah khusus, seperti shalat dan membaca Alquran, misalnya, dikarenakan keluarnya darah nifas.

Islam, telah memberikan keteladanan indah untuk kita ambil pelajaran. Maka, adakah yang akan mengambil pelajaran?
Akhirnya, kita berharap melalui logika ini, kaum perempuan akan mendapatkan ’ruang khusus’ dalam pekerjaan, dan ruang publik. Perempuan adalah tiang negara. Jika hak-hak kaum perempuan tidak diberikan, bukankah itu akan meminimalkan performansi pengabdian kaum perempuan terhadap keluarga, masyarakat bahkan negara? Barangkali sudah saatnya, mewujudkan hak-hak khusus dan cuti bagi perempuan karier yang proporsional agar kaum perempuan memiliki dukungan sosial yang kuat untuk melakukan perannya secara maksimal. (24) 

—Nurul Lathiffah, peminat kajian psikologi perempuan, Sekretaris Lasiper Laboratorium Psikologi UIN Yogyakarta.

Sumber: Suara Merdeka, 10 Agustus 2011

0 komentar:

Posting Komentar