- Oleh: Akhmad Saefudin
Seiring berjalannya waktu, pengertian baju baru pun bergeser dari pemaknaan tekstual ke pemahaman kontekstual. Dalam hal ini anak dikenalkan pada petuah yang berbunyi: laisal ’ied li-man libasuhu jadid, walakinnal ’ied li-man tho’atuhu tazied (hari raya bukanlah bagi orang yang baru pakaiannya, tapi hari raya adalah bagi orang yang bertambah takwanya).
Ternyata, orang tua tempo dulu punya metode pendidikan yang cukup brilian. Pelajaran tentang baju baru, misalnya, diberikan secara bertahap seiring tambahnya usia peserta didik. Esensi ibadah puasa, meningkatnya moralitas dalam arti luas, perlahan tapi pasti menjadi sasaran bidik.
Puasa yang benar akan meningkatkan kadar ketakwaan, kesetiakawanan, dan kepedulian sosial. Meminjam istilah Gus Mus, puasa yang benar akan melahirkan pribadi yang saleh ritual sekaligus saleh sosial.
Sifat Utama
Idealnya, ibadah puasa berimplikasi mendekatkan pelaku (shaim) pada sifat-sifat utama yang telah diteladankan Rasulullah SAW. Empat sifat utama Rasul (sidiq, amanah, tabligh, fathonah), mesti menjadi acuan dan teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Aplikasi sifat sidiq (jujur) tak saja sebatas retorika. Tak saja jujur di mulut, tapi jujur seluruh anggota tubuh. Ketika hidung mencium bau bangkai, misalnya, kita sukarela menguburnya.
Aplikasi sifat amanah (dapat dipercaya) tak saja muncul ketika si pemberi amanah ada di depan mata, tapi konsisten meskipun pengamanah jauh dan tak terdengar oleh telinga.
Dalam konteks pendidikan, aplikasi sifat tabligh (menyampaikan) secara minimal adalah berani mengatakan pada diri sendiri bahwa banyak hal yang belum kita ketahui alias masih bodoh (ja-hil), sehingga mesti belajar dan belajar menggapai kecerdasan (fathonah), sehingga mampu membuka cakrawala jiwa serta meningkatkan kadar ketakwaan kepada Sang Mahakuasa. Amin. (37)
- Akhmad Saefudin SS ME, guru Madrasah Diniyyah Ath-Thohiriyyah Purwokerto
0 komentar:
Posting Komentar