Dalam acara Pelatihan Pengelolaan Perpustakaan Desa tanggal 27 Januari 2014, yang
diikuti oleh anggota Forum Komunikasi Perpustakaan Desa Kabupaten
Sragen muncul sebuah isu yang cukup mengganggu telinga saya. “Pak Romi,
sebenarnya Pemerintah Kabupaten Sragen itu serius nggak sih membangun
perpustakaan desa?” tanya Pak Ali Nurdin dari Perpustakaan Desa
Karangtalun, Tanon, Sragen.
Karena saya juga merasa bagian dari Pemerintah Kabupaten Sragen, kujawab dengan tangkas, “Serius sekali,” kataku dengan tangkas.
“Kalau serius, mengapa kalah dengan program polybag ? “ sanggah Pak Ali dengan cepat. Apa itu program polybag ? Menanam sayur mayor di media polybag merupakan salah satu program Pemerintah Kabupaten Sragen untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat.
“Kalau serius, mengapa kalah dengan program polybag ? “ sanggah Pak Ali dengan cepat. Apa itu program polybag ? Menanam sayur mayor di media polybag merupakan salah satu program Pemerintah Kabupaten Sragen untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat.
Dengan
penuh semangat, Pak Ali menuturkan bahwa saat ini Pak Camat dan Pak
Kepala Desa sangat bersemangat untuk menghiasi kantornya dengan aneka
tanaman sayuran yang ditanam di media polybag. Program polybagisasi
ini merupakan program dari Bapak Bupati Sragen, sama dengan
perpustakaan desa yang saat ini juga menjadi program Bapak Bupati
Sragen.
Asal
usul kedua program ini sama yaitu dari Pemerintah Kabupaten Sragen.
Namun, yang menjadi masalah ketika sambutan kepala desa terhadap kedua
program ini berbeda. Program “polybagisasi” begitu mudah diterima dan
diamalkan oleh kepala desa dan juga semua kepala SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah). Sementara itu program perpustakaan desa begitu mudah diterima tetapi sulit untuk diamalkan oleh kepala desa meskipun sudah ada SE Bupati Sragen untuk memberdayakan perpustakaan desa.
Inilah
yang mungkin menjadi sumber “galau” teman-teman dari perpustakaan desa.
Mungkin mereka cemburu, mengapa program pemberdayaan perpustakaan desa
ini belum berjalan seperti program menanam sayur di polybag yang begitu mudah diterima ?
Perpustakaan tentu berbeda dengan polybag, tinggal membeli lalu ditanam…dirawat…..dipetik……selesai sampai disini!!!
Perpustakaan
bagi sebagian kepala desa mungkin terasa rumit dan ruwet untuk
dilaksanakan. Butuh relawan untuk mengelolanya, butuh promosi untuk
mengajak rakyat membaca, butuh biaya banyak untuk beli buku, dan dirinya
sendiri mungkin juga tak suka membaca. Tentu tak semua kepala desa
seperti ini. Seperti lagu Basofi Sudirman, “Tak semua laki-laki” seperti
itu.
Di
bumi Sukowati yang luas tentu masih ada kepala desa yang cinta
perpustakaan. Bagi yang belum, kita doakan saja semoga Tuhan memberikan
petunjuk. Ungkapan kecemburuan teman-teman terhadap program polybag
tentu menjadi tantangan tersendiri bagi kami untuk lebih berusaha sekuat
tenaga memberdayakan perpustakaan desa.
Berusaha
lebih banyak lagi untuk turun ke desa mendampingi teman-teman untuk
budidaya membaca di desa. Berdakwah kepada kepala desa agar mau
mencintai dan tergerak untuk membudayakan membaca di desanya.
Sahabat-sahabat
perpustakaan yang mulia, sebenarnya kita pun juga harus berbangga
dengan program menanam sayur di polybag. Mengapa ? Karena program ini boleh jadi merupakan hasil dan aplikasi dari membaca buku di perpustakaan….he…he…he
Selamat
untuk teman-temanku yang sampai hari ini dipilih Tuhan untuk tetap
setia mengelola perpustakaan desa. Baik dalam masa suka maupun duka. Mungkin
negara memang belum bisa memberikan yang terbaik untuk kalian, tetapi
saya yakin kalian tetap akan memberikan yang terbaik untuk negeri
tercinta ini. Terima kasih.
Sragen, 29 Januari 2013
Kasi Pembinaan, Penelitian, dan Pengembangan
Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen
Romi Febriyanto Saputro
Sebuah catatan perjuangan untuk budidaya membaca di perpustakaan desa Kabupaten Sragen.
0 komentar:
Posting Komentar