Pages - Menu

29 Januari 2014

Ketika Perpustakaan Kalah Dengan Polybag

Dalam acara Pelatihan Pengelolaan Perpustakaan Desa tanggal 27 Januari 2014, yang diikuti oleh anggota Forum Komunikasi Perpustakaan Desa Kabupaten Sragen muncul sebuah isu yang cukup mengganggu telinga saya. “Pak Romi, sebenarnya Pemerintah Kabupaten Sragen itu serius nggak sih membangun perpustakaan desa?” tanya Pak Ali Nurdin dari Perpustakaan Desa Karangtalun, Tanon, Sragen.

Karena saya juga merasa bagian dari Pemerintah Kabupaten Sragen, kujawab dengan tangkas, “Serius sekali,” kataku dengan tangkas.
“Kalau serius, mengapa kalah dengan program polybag ? “ sanggah Pak Ali dengan cepat. Apa itu program polybag ? Menanam sayur mayor di media polybag merupakan salah satu program Pemerintah Kabupaten Sragen untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat.
Dengan penuh semangat, Pak Ali menuturkan bahwa saat ini Pak Camat dan Pak Kepala Desa sangat bersemangat untuk menghiasi kantornya dengan aneka tanaman sayuran yang ditanam di media polybag. Program polybagisasi ini merupakan program dari Bapak Bupati Sragen, sama dengan perpustakaan desa yang saat ini juga menjadi program Bapak Bupati Sragen.
Asal usul kedua program ini sama yaitu dari Pemerintah Kabupaten Sragen. Namun, yang menjadi masalah ketika sambutan kepala desa terhadap kedua program ini berbeda. Program “polybagisasi” begitu mudah diterima dan diamalkan oleh kepala desa dan juga semua kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Sementara itu program perpustakaan desa begitu mudah diterima tetapi sulit untuk diamalkan oleh kepala desa meskipun sudah ada SE Bupati Sragen untuk memberdayakan perpustakaan desa.
Inilah yang mungkin menjadi sumber “galau” teman-teman dari perpustakaan desa. Mungkin mereka cemburu, mengapa program pemberdayaan perpustakaan desa ini belum berjalan seperti program menanam sayur di polybag yang begitu mudah diterima ?
Perpustakaan tentu berbeda dengan polybag, tinggal membeli lalu ditanam…dirawat…..dipetik……selesai sampai disini!!!
Perpustakaan bagi sebagian kepala desa mungkin terasa rumit dan ruwet untuk dilaksanakan. Butuh relawan untuk mengelolanya, butuh promosi untuk mengajak rakyat membaca, butuh biaya banyak untuk beli buku, dan dirinya sendiri mungkin juga tak suka membaca. Tentu tak semua kepala desa seperti ini. Seperti lagu Basofi Sudirman, “Tak semua laki-laki” seperti itu.
Di bumi Sukowati yang luas tentu masih ada kepala desa yang cinta perpustakaan. Bagi yang belum, kita doakan saja semoga Tuhan memberikan petunjuk. Ungkapan kecemburuan teman-teman terhadap program polybag tentu menjadi tantangan tersendiri bagi kami untuk lebih berusaha sekuat tenaga memberdayakan perpustakaan desa.
Berusaha lebih banyak lagi untuk turun ke desa mendampingi teman-teman untuk budidaya membaca di desa. Berdakwah kepada kepala desa agar mau mencintai dan tergerak untuk membudayakan membaca di desanya.
Sahabat-sahabat perpustakaan yang mulia, sebenarnya kita pun juga harus berbangga dengan program menanam sayur di polybag. Mengapa ? Karena program ini boleh jadi merupakan hasil dan aplikasi dari membaca buku di perpustakaan….he…he…he
Selamat untuk teman-temanku yang sampai hari ini dipilih Tuhan untuk tetap setia mengelola perpustakaan desa. Baik dalam masa suka maupun duka. Mungkin negara memang belum bisa memberikan yang terbaik untuk kalian, tetapi saya yakin kalian tetap akan memberikan yang terbaik untuk negeri tercinta ini. Terima kasih.
Sragen, 29 Januari 2013
Kasi Pembinaan, Penelitian, dan Pengembangan
Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen
Romi Febriyanto Saputro
Sebuah catatan perjuangan untuk budidaya membaca di perpustakaan desa Kabupaten Sragen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar