Dahulu kala, konon ada sekelompok orang yang tinggal bersma-sama. Mereka tinggal disuatu tempat yaitu tanah tak bertuan. Tempat itu tak layak untuk disebut sebuah perkampungan, karena kondisinya sangat memprihatinkan. Tanah masih berlubang-lubang, kolam-kolam besar masih membentang di sana-sini, hanya sebagian kecil saja tempat kering, dan disitulah orang-orang tinggal. Setiap musim hujan tiba, tempat tersebut menjadi lautan lumpur, kadang-kadang lumpur itu bisa setinggi dada orang dewasa, maka tidak heran kalau lingkungannya sangat kotor
Apapun keadaannya, orang-orang yang tinggal di tempat tersebut hidup dengan rukun dan tenteram. Mereka hidup dari hasil bertani dan beternak kerbau. Hampir setiap orang di sana memiliki kerbau.
Pada suatu hari, bencana datang, bencana itu berupa datangnya ribuan lintah yang menyerang ternak-ternak mereka. Lintah adalah hewan yang menggigit dan menempel. Disekujur tubuh kerbau penuh dengan lintah, kalau hal ini dibiarkan saja, maka kerbau-kerbau itu bisa celaka.
Merekapun berfikir untuk mencari cara, bagaimana cara membersihkan lintah-lintah yang menempel di sekujur tubuh kerbau.
” Aku punya cara untuk membersihkanm lintah-lintah itu ! ”, Kata seorang kakek tua, yang mereka anggap sesepuhnya.
” O.. ya, bagaimana kek ?, mungkin kita bisa mengerjakannya bersama-sama ” tanya salah seorang warga.
” Iya.. mudah-mudahan cara ini bisa berhasil, mari kita ambil potongan bambu kira-kira satu depa, setelah itu kita belah menjadi beberapa bagian, lalu bambu itu kita haluskan, kemudian kita kerok tubuh kerbau itu dengan belahan bambu tersebut! ”
Wargapun akhirnya segera mencari bambu. Sesuai dengan petunjuk kakek, bambu-bambu itu dipotong kira-kira satu depa, lalu dibelah menjadi beberapa bagian baru kemudian dihaluskan.
Belahan-belahan bambu sudah terkumpul, lalu mereka menggiring kerbau-kerbaunya ke tempat yang kosong. Layaknya sebuah pertunjukan mereka melakukan secara bersama-sama. Kerbau ditambatkan lalu sedikit demi sedit warga mulai mengerok
tubuh kerbau dengan belahan bambu tersebut hingga rata, dan akhirnya pekerjaanpun selesai dilakukan.
Waktupun belalu, tetapi warga selalu mengingat peristiwa kerok kerbau itu. Sampai akhirnya ”Mbah Latuk” orang yang mereka percaya sebagai sesepuhnya kembali angkat bicara.
” Kerok kerbau adalah peristiwa yang penting bagi kita, bagaimana kalau peristiwa itu kita abadikan menjadi sebuah nama dukuh ? ” bukankah selama ini kita tinggal di sebuah tempat tanpa nama ?”
” Betul... betul...”, setuju... setuju...”
Ternyata wargapun sependapat dengan mbah Latuk. Sejak saat itulah tempat iti disebut sebagai dukuh Kerokan. Kerokan berasal dari kata Kerok dan warga menambahkan kata an di belakangnya sehingga menjadi ” Kerokan”.
Dukuh Kerokan menjadi populer, terutama di wilayah Desa Jono, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen. Nama Kerokan menjadi sensasi di sana-sini, tidak jarang orang bertanya. ” Kenapa dukuh Kerokan ” apakah warganya sering masuk angin ? begitulah pikiran orang yag belum mengenal asul-usulnya.
Kini zaman sudah berubah, dukuh kerokan dulu masyarakatnya masih tertinggal, sekarang masyarakatnya sudah maju dan moderen. Tapi nama Kerokan masih menjadi bahan olok-olokan. Terutama anak-anak muda, kadang-kadang mereka malu kalau diejek teman-temannya. ” Masuk angin... masuk angin...! ”
Untuk menghilangkan Imed negatif dari nama Kerokan tersebut, akhirnya pada tahun 1990, Mbah Yoso Suwarno sesepuh dukuh tersebut, bersama-sama dengan warga bermusyawarah, akhirnya disepakati nama Kerokan diubah menjadi Margomulyo. Margo artinya jalan dan Mulyo Artinya lurus. Dengan nama baru ini diharapkan warga Margomulyo hidup dengan menggunakan jalan yang lurus yaitu jalan kebenaran.
Pesta kecilpun diadakan untuk menyambut nama dukuh yang baru. Semua warga berkumpul, dan ikut memanjatkan do’a untuk dukuhnya. Beritapun menyebar, bahwa dukuh Kerokan diganti namanya menjadi Margomulyo, hingga sekarang ini.
Tetapi walaupun demikian, nama Kerokan tidak bisa dilupakan begitu saja. Hal ini terbukti masih banyak orang menyebut dukuh Margomulyo dengan Kerokan.
04 Maret 2010
ASAL USUL DUKUH MARGOMULYO
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar