Cerpen M. Nurcholis
Alangkah geramnya Raja Gustav mendengar berita tentang dibentuknya Perserikatan Kerajaan-kerajaan. Ini berarti, segala macam permasalahan yang terjadi di antara dua kerajaan atau lebih akan diselesaikan melalui majelis yang telah dibentuk tadi. Yang berarti pula, peperangan akan usai. Apalah arti kerajaan apabila tidak ada perang? Sungguh, hal tersebut sangat mengganggu hati Raja Gustav.
Ia tidak dapat membayangkan bagaimana nanti pasukannya yang kekar dan kuat-kuat itu menjadi pasukan yang loyo dan gemuk karena tenaga yang tidak digunakan dalam perang. Belum lagi senjata-senjata, meriam-meriam, ram-ram dan segala macam perlengkapan perang yang ia punyai nantinya lapuk dan berkarat karena teronggok begitu saja di gudang senjata. Sungguh, ini adalah kemunduran besar dalam karirnya sebagai raja.
Meskipun Raja Gustav tidak setuju dengan dibentuknya Perserikatan Kerajaan-kerajaan (PKK), ia tidak dapat membubarkannya. PKK telah disetujui oleh seluruh kerajaan, kecuali Kerajaan Mitraldur di bawah komando Raja Gustav tentunya. Barangkali, yang menjadi pertimbangan kerajaan lain adalah karena mereka sudah bosan diganggu perbatasan-perbatasan kerajaannya. Hal ini wajar, karena Mitraldur adalah kerajaan besar yang mempunyai pasukan perang maha dahsyat. Raja Gustav gemar melakukan ekspansi wilayah, melakukan pencarian sumber daya untuk menumpuk kekayaan kerajaannya. Maka tidak heran, seluruh kerajaan bersepakat membentuk PKK.
Raja Gustav bisa saja melakukan perlawanan dengan menyerang PKK, namun dampaknya pasti akan sangat buruk. Sudah pasti ia akan diserang oleh seluruh kerajaan. Meskipun mempunyai pasukan hebat, melawan seluruh kerajaan yang ada tentu merupakan hal yang bodoh.
Akhirnya, tidak ada lagi kesenangan yang dapat memuaskan Raja Gustav. Petualangan dalam peperangan yang sangat ia sukai tidak lagi ada. Pembuktian siapa raja yang lebih kuat tidak dapat dilakukan di medan laga. Semuanya melalui perundingan. Dan di perundingan, semua pihak mempunyai kedudukan yang sama. Ah, alangkah membosankannya!
Kerajaan Mitraldur bisa dibilang Kerajaan terbesar pada masa itu. Wilayahnya membentang luas meliputi Lembah Dormindur, Gurun Stasfur, Pegunungan Alestasia sampai dengan dataran rendah Megasin. Sungguh wilayah yang sangat luas. Namun, distribusi kekayaan di wilayah Mitraldur kurang merata. Daerah yang dekat dengan ibukota Mitraldur, Barayan, mempunyai kesejahteraan yang lebih memadai ketimbang daerah pinggiran, apalagi perbatasan. Sehingga kerap terjadi pemberontakan di daerah yang ingin melepaskan diri. Akan tetapi, dengan kekuatan militer yang kuat, semua pemberontakan itu dapat diredam. Keamanan di Mitraldur, bagi mereka yang patuh, sangat terjamin.
Maka boleh dikatakan, Mitraldur adalah kerajaan idaman bagi rakyat-rakyat di kerajaan kecil yang melarat.
Yang dicari oleh Raja Gustav sebenarnya adalah pembuktian diri, eksistensi diri. Ia menganggap, manusia hidup di dunia ini untuk berkompetisi, untuk mencari siapa manusia yang paling unggul. Oleh karena itulah manusia wajib berkompetisi yang dilukiskan dalam tiap peperangan. Raja tanpa perang, seperti macan yang hidup di kandang. Alangkah menyedihkan!
Setiap pagi, jika pelayannya datang mengantarkan sarapan, Raja Gustav akan bertanya,
“Hai, pelayan. Siapakah Raja di dunia ini yang paling kuat?”
“Tuan Raja, Yang Mulia.”
“Kalau Raja yang paling gagah di dunia ini?”
“Tuan Raja pula, Yang Mulia.”
“Benarkah?”
“Sumpah mati, benar demikian, Yang Mulia.”
Raja Gustav berseri-seri, meski ia tidak lagi berperang, setidaknya ia masih diakui kekuatan dan kegagahannya. Tapi, tak lama ia pun berfikir. Pelayan itu jelas menjawab yang baik-baik saja tentangku karena dia memang seorang pelayan yang akan mematuhi segala perintah raja dan sangat takut terhadap hukuman. Hal ini tidaklah objektif. Merasa tidak puas, Raja Gustav mengumpulkan seluruh hulubalang kerajaan untuk mengadakan pertemuan semacam rapat parlemen bersama para Gubernur daerah bagian, penasehat-penasehat kerajaan dan para ksatria pilihan. Ucapnya di suatu kesempatan pada pertemuan itu; “Wahai para pembesar kerajaan, siapakah Raja yang paling kuat di dunia ini?”
“Tuan Raja Gustav Yang Mulia!” gemuruh suara membahana pada gedung pertemuan kerajaan.
“Wahai para ksatria pilihan, siapakah raja yang paling gagah di dunia ini?”
“Tuan Raja Gustav Yang Mulia!!” kali ini, gemuruh di gedung pertemuan kerajaan sangat hebat sampai-sampai menggetarkan pilar-pilar penyangga gedung.
“Adakah yang mempunyai jawaban lain?”
Suasana diam.
“Adakah yang mempunyai jawaban lain?” Raja Gustav mengulangi pertanyaannya, namun hanya deru angin di pelataran yang menjawab.
Tentu saja hasil dari pertemuan hulubalang kerajaan membuat gembira Raja Gustav. Ternyata, ia masih diakui menjadi Raja Terkuat dan Tergagah di dunia ini. Ya, hanya dia satu-satunya. Namun, selang beberapa lama, ia kembali menyadari hal yang mengusik hatinya. Hulubalang kerajaan merupakan orang yang setia dan patuh padanya. Mereka pasti akan menjawab pertanyaan dengan jawaban yang akan menyenangkan hati Sang Raja. Raja Gustav menyadari itu. Bila mereka menjadi pihak di luar Kerajaan Mitraldur bisa jadi jawaban mereka akan berbeda. Raut kekecewaan terlukis di wajah Raja Gustav yang sudah ditumbuhi cambang dan kumis itu.
Bagaimana untuk membuktikan bahwa aku Raja yang Terkuat dan Terhebat? Raja Gustav dilanda perasaan gundah gulana. Sehari-harinya ia merenung, memperhatikan ikan-ikan yang lalu-lalang di kolam istananya. Sampai pada suatu saat, ia mendapatkan sebuah ide yang luar biasa. Ya, satu-satunya cara untuk kembali mendapatkan tantangan hidup!
Raja Gustav gembira, sebentar lagi ia akan mempunyai tantangan hidup. Ia harus segera merealisasikan idenya ini..
***
Raja Gustav mengumpulkan seluruh rakyatnya (sejauh yang dapat dikumpulkan) di alun-alun Kota Barayan. Alun-alun ini sangat luas, dengan ditumbuhi pepohonan trembesi di sekelilingnya. Raja Gustav bersiap di balkon istana, sebentar lagi ia akan membuat sebuah pengumuman—atau lebih tepatnya sayembara—tergila sepanjang Kerajaan Mitraldur berdiri. Alun-alun sudah padat oleh kerumunan manusia. Bila dilihat dari atas balkon, mereka nampak seperti semut-semut yang sedang berkerumun, menanti sesuatu yang manis dari raja mereka. Raja Gustav memulai bicaranya. Ia tidak memerlukan pengeras suara karena sekali berbicara suaranya membahana dipantulkan gema.
“Wahai rakyatku, terima kasih sudah menghadiri undanganku untuk pertemuan ini. Ada hal penting yang ingin kusampaikan..” Raja Gustav menghela nafas. Ia memang sering memberi semangat prajuritnya dalam perang dengan pidato yang menggebu, namun dalam acara seperti ini, ia terlihat kikuk.
“Rakyatku yang sejahtera—maaf, maksudku Rakyatku saja, dengarkanlah! Aku akan membuat sebuah sayembara!” alun-alun mendadak gaduh, suara riuh orang-orang terdengar seperti sekawanan lebah yang diusik.
“Dengarkan! Barang siapa yang dapat menunjukkan kekuranganku dalam memimpin kerajaan, akan aku beri hadiah. Ya, barang siapa yang dapat menunjukkan kekurangan dan kelemahanku dalam memimpin kerajaan, akan aku beri hadiah!” seluruh alun-alun berdengung, orang-orang tiba-tiba saja mencari teman untuk mengobrol. Raja Gustav kembali melanjutkan pidatonya.
“Dengarkan! Mulai besok, di pintu gerbang kerajaan akan aku sediakan kotak keluhan. Sampaikan kritik kalian tentangku melalui kotak itu, aku akan mengeceknya tiap hari. Barang siapa memberi kritik terbaik dan terbanyak, aku akan memberinya hadiah yang besar!”
Raja Gustav mengakhiri pidatonya. Ia merasa lega, sebentar lagi pasti banyak kritik yang masuk untuk dirinya. Ini berati, ia mempunyai kesempatan untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Tentu, tentu lawannya adalah dirinya sendiri!
Benar saja, satu hari setelah sayembara itu dibuat, kotak keluhan sudah tidak lagi cukup untuk memuat kertas-kertas keluhan yang ditulis oleh rakyat. Raja Gustav meminta bantuan seluruh hulu balang untuk memilah-milahnya. Raja Gustav mengelompokkan keluhan-keluhan yang sejenis, lalu mencatat nama-nama yang memberi masukan paling banyak. Setelah melakukan penyortiran yang melelahkan, ia memperoleh sebuah hasil.
Hal pertama yang ia lakukan adalah mengembangkan daerah pinggiran, terutama di sekitar perbatasan. Rupanya selama ini mereka kurang perhatian. Raja Gustav membangun sarana dan prasarana di sana. Ia disambut baik dan dielu-elukan oleh rakyatnya. Tak lupa sejumlah sepuluh orang yang memberikan saran paling baik ia beri hadiah berupa sepetak tanah subur guna diolah. Raja Gustav semakin disanjung, ia benar-benar merasa bahagia sekarang.
Waktu demi waktu, permasalahan yang disampaikan oleh rakyatnya ia selesaikan dengan baik. Raja Gustav menganggap bahwa dirinya semakin bertambah baik dari masa ke masa. Perekonomian kerajaan menjadi kuat, perdagangan mereka menguasai hampir seluruh penjuru dunia. Tentu saja, kekuatan militer jangan sampai diabaikan. Kini Raja Gustav sudah membangun pusat pelatihan militer, supaya para prajurit dan ksatrianya dapat terus berlatih mengencangkan otot-otot mereka.
Jumlah kertas keluhan yang terdapat pada kotak semakin menyusut saja, tiap hari hanya satu dua keluhan yang masuk, itupun hal-hal yang boleh dikatakan remeh. Sampai pada suatu waktu, tidak ada satupun kertas keluhan yang masuk ke kerajaan. Raja Gustav merasa sangat puas. Kini rakyatnya sudah sejahtera semua. Tidak perlu lagi ia menanyakan siapa raja terhebat di dunia ini. Siapa raja terbijak di dunia ini, siapa raja terkuat di dunia ini. Karena setiap orang pasti setuju bahwa dia lah orangnya.
Raja Gustav kini dapat hidup dengan tenang. Musuh terberat yang harus dikalahkannya ternyata adalah dirinya sendiri. Ia merasa bahagia. Sangat bahagia. (*)
Pengadegan, Januari 2012
_____
M. Nurcholis lahir di Cilacap, 22 Juni 1986. Sedang belajar dan bergiat sastra. Buku kumpulan ceritanya, Hampir Sebuah Metafora (2011). Beberapa karya berupa puisi dan cerpen yang dimuat di media massa terangkum dalam blog www.kolasecerita.wordpress.com.
Dapat disapa melalui akun twitter personal @n_choliz atau @kolasecerita
Sumber: Kompas, 4 Mei 2012
05 Mei 2012
Raja yang Bahagia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar