Jingga
Pernah aku mencintai jingga
Berharap pagi gerimis tersamar dilantun warna
Memberi kesan terindah pada kemuraman durja
Lantas membeber naskah pada guratan senja
Biarlah gemericik hujan itu menjadi bagian tautan iramanya
Dilalu laju serta amarah yang merantai suara
Menukik luruh hati tercabik dihina usia
Menjamah manja yang kini sedang tergilas murka
Aku terkulai dalam genangan air mata dan dosa
Harapku hanya seucap doa yang tersisa
Semoga esok kan ada sekuncup bunga
Merebak jingga, bukan hanya sekedar fatamorgana
Tapi tersibak indah di hamparan saujana
Kutitipkan Rindu
aku menitipkan rindu pada hembusan angin
aku menitipkan rindu pada kegelisahan daun & ranting
aku mengajaknya bersenda gurau dalam keheningan malam
menempatkannya pada bingkai hidup yang teramat rumit dimengerti
walau terkadang ia berontak & tertunduk marah di sudut kamarku
mungkin…
saat itu dia sedang jenuh dengan segala kerumitan itu
aku menitipkan rindu di kehangatan pagi
aku menitipkan rindu di keremangan senja
tapi sesungguhnya…
aku menitipakan rindu itu hanya padamu
Untuk Kedewasaanmu
Lihatlah fajar di timur jauh
Dan dengarlah semesta raya bertasbih kepada-Nya
Hari ini…
Matahari pagi menjadi saksi untuk kedewasaan usiamu
Dan berharaplah untuk keadaan yang lebih baik
Atas kebijakkan hatimu
“…”
Aku akan menjadi setitik cahaya
yang mendampingimu dengan hangatnya,
menerangi langkahmu dengan sinarnya.
Dan kau. Kau adalah bagian dari cahayaku
Sumber: Kompas, 8 Maret 2012
10 Maret 2012
Puisi-puisi Aftar Ryan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar