- Oleh Tulus Budi
Paradigma sehat bukan berarti tidak adanya penyakit atau orang sakit, melainkan bagaimana yang sehat dijaga dan ditingkatkan kesehatannya, dicegah agar tidak sakit, serta yang sakit mendapat penanganan optimal supaya sehat. Dengan demikian, paradigma sehat juga tidak mengesampingkan aspek pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif).
Sebenarnya, paradigma sehat bukanlah hal baru dalam dunia kesehatan di negara kita. Sejak 1974 konsep ini sudah disampaikan. Namun secara formal menjadi orientasi baru Depkes (sekarang Kemenkes) ketika Menkes saat itu, Prof Dr Farid Anfasa Moeloek, SpOG(K) menyampaikan konsep ini pada forum raker Komisi VI DPR, 15 September 1998. Kemudian Maret 1999, Presiden BJ Habibie secara resmi mencanangkan paradigma sehat dengan tajuk pembangunan berwawasan kesehatan.
Mengapa paradigma sehat? Ada beberapa poin alasan sehingga perlu menjadikan paradigma sehat sebagai orientasi utama pembangunan kesehatan. Pertama; pelayanan kesehatan yang berfokus pada pengobatan orang sakit ternyata tidak efektif. Munculnya suatu penyakit tentu ada latar belakang penyebab dan faktor-faktor risiko yang menjadi pemicu atau pencetusnya. Menurut konsep HL Blum, timbulnya penyakit dipengaruhi tiga faktor, host (inang), agent (perantara), dan environment (lingkungan).
Ketika kita hanya mengobati tanpa memperhatikan aspek pencegahan dan pengendalian faktor risikonya maka dengan gampang penyakit serupa akan timbul lagi di kemudian hari. Dengan kata lain permasalahan di hilir akan terus timbul tanpa kita mengantisipasi penyebab di hulu.
Kedua; adanya transisi epidemiologi dari penyakit infeksi ke penyakit kronik degeneratif, seperti diabetes mellitus, penyakit jantung, kanker, leukemia, alergi, osteoporosis, osteoarthritis, arthritis rheumatoid, parkinson, dan sebagainya. Pengobatan penyakit-penyakit tersebut tidak mudah dan memerlukan waktu lama. Upaya paling efektif adalah pencegahan dan menghindari faktor risikonya.
Ketiga; adanya transisi demografi yaitu meningkatnya lansia, yang memerlukan penanganan khusus. Proses menua, adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya.
Keempat; konsep sehat mengalami perubahan yaitu dalam pengertian sehat menurut WHO juga mencakup produktif secara sosial dan ekonomi, tidak cukup sehat jasmani dan rohani. Akibatnya upaya kuratif dan rehabilitatif tidak memadai untuk mencapai sehat sesuai definisi WHO, tanpa upaya promotif dan preventif secara komprehensif untuk menjadi produktif.
Sumber PAD
Adanya paradigma sehat adalah tanggung jawab kita bersama dalam mengimplementasikannya, baik pemerintah, tenaga dan fasilitas kesehatan, maupun masyarakat. Pemerintah dalam hal ini Kemenkes dan DPR, berperan dalam menentukan alokasi anggaran. Kita ambil contoh bagaimana anggaran program jamkesmas dan jampersal yang berorientasi upaya kuratif, serta program bantuan operasional kesehatan (BOK) yang lebih ditujukan untuk upaya promotif dan preventif.
Anggaran jamkesmas tahun 2011 Rp 5,6 triliun dan 2012 naik menjadi Rp 7,8 triliun. Total anggaran BOK 2011 Rp 904,25 miliar. Dapat kita bandingkan, ketika anggaran untuk upaya promotif dan preventif masih jauh lebih kecil daripada upaya kuratif, maka paradigma sehat belum benar-benar menjadi komitmen para pengambil kebijakan itu sendiri.
Sementara itu, sebagian besar pemerintah daerah di negeri ini masih menjadikan pelayanan kesehatan (puskesmas dan RS) sebagai sumber PAD. Lebih spesifik lagi, pelayanan kesehatan ditarget untuk mencapai pendapatan tertentu. Padahal kalau kita analogikan dengan paradigma sehat tadi, salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah makin banyak orang sehat atau sedikit orang sakit.
Semoga ”Indonesia Cinta Sehat”, tema yang diangkat pada peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) Ke-47 tanggal 12 Nopember 2011 ini, benar-benar mencerminkan bahwa bangsa Indonesia mencintai kesehatan, mau dan mampu berperilaku sehat, menjaga lingkungan agar tetap sehat, serta mengupayakan agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, dan merata. (10)
- dr Tulus Budi, PNS di Puskesmas 1 Wangon Kabupaten Banyumas
Sumber: Suara Merdeka, 12 Nopember 2011
0 komentar:
Posting Komentar