Cerpen AK Basuki
Sagrip baru mengganti lampu kamarnya dua hari yang lalu, tapi sekarang dia melihat lampu pengganti itu telah berkedip-kedip, byar pet-byar pet mirip lampu disko. Berpikir bahwa dia mungkin kurang kencang memasangnya pada fitting, diambilnya tangga lipat. Tidak ada gosong atau korsleting yang terlihat olehnya ketika dengan bantuan terang lampu dari ruang tamu dia memeriksanya, tapi lampu itu malah jadi benar-benar mati setelah dipasangkannya lagi.
“Jiangkrik!” dia memaki sendiri.
Selepas kata “Jiangkrik” terlontar dan saat Sagrip baru saja melepas kembali lampu dari fitting, tiba-tiba dari dalam lampu TL 18 watt yang dipegangnya keluar asap putih yang cukup tebal, tepat menyemprot mukanya sehingga dia terkejut. Hilang keseimbangan, tanpa ampun dia jatuh. Tertimpa tangga pula. Meringis menahan sakit, dia kemudian berusaha duduk di lantai. Dilihatnya lampu yang tadi ada dalam pegangannya pecah berantakan.
Tapi yang lebih mengejutkannya, tiba-tiba di hadapannya muncul sesosok mahluk yang tidak pernah dia lihat seumur hidupnya. Tubuh mahluk itu tinggi bongsor, kepalanya bulat sebesar bola basket, matanya bercahaya seolah-olah membuat seisi kamar terang benderang dan itulah alasan kenapa Sagrip mampu melihat sosoknya itu dengan jelas. Terakhir, yang paling aneh dari semuanya, dia memakai peci haji dan pakaian safari berwarna hijau terang. Seperti sangat tidak masuk akal dan sangat kontras dengan hitam mengkilat warna kulitnya, tapi tetap itu selera Fesyen yang bagus, pikir Sagrip dalam hati.
“Selamat malam, Akhwan!” mahluk itu menyapa. Sagrip celingukan. Ada yang bernama Akhwan di sini? Mahluk itu menunjuk dirinya. “O..saya? Malem. Saya Sagrip. Di situ siapa?” “Saya Jin khusus lampu neon dan lampu TL. Nama saya Filip.” Filip? Sagrip hampir ngakak, tapi ditahannya. “Mas Jin Filip, Situ kok bisa tiba-tiba ada di sini?” “Saya memang bertugas di dalam lampu itu.” “O.. Apa di setiap lampu yang dijual di warung-warung ada jin seperti Situ juga?” tanya Sagrip heran setelah rasa gelinya reda.
“Nah, itu dia. Anda termasuk yang beruntung karena membeli lampu edisi khusus yang terbatas. Limitit Edisyen. Waktu membeli, Anda tidak lihat ada hologram di kotak kartonnya? Itu asli, loh,“ kata Jin Filip berpromosi, ”Kadang-kadang ada hadiah langsung 5000 rupiah juga di dalamnya buat yang beruntung.” “Asli gimana, baru dua hari sudah mati,” kata Sagrip meleletkan lidah dan bangkit dari lantai. Tidak dirasanya kepalanya yang sakit, karena bertemu Jin unik seperti ini benar-benar bisa membuatnya lupa pada apa pun. “Nah, itu dia. Memang lampunya tidak awet, tapi akan diganti dengan satu permintaan untuk Anda.” “Ha? Permintaan?” “Ya.” “Siapa yang minta?” “Anda.” “Serius, nih?” “Serius.” “Sumpah?” “Sumpah.” Sagrip meleletkan lidah lagi tidak percaya. Jadi kayak salah satu kisah di 1001 malam, pikirnya. “Ayolah, minta saja. Satu permintaan.” Sepertinya Jin Filip ini serius. “Apa saja boleh?” “Apa saja boleh. Asal tidak berbau SARA.” “Kenapa hanya satu permintaan? Bukannya biasanya tiga?” “Nah, itu dia. ‘Kan sudah dipotong pajak sekian persen.” “Pajak tidak sampai mengurangi sebanyak itu, kaleee...!” “Belum selesai kata-kata saya. Selain pajak, ada juga sogok, sawer, panjer, sumbangan perorangan, sumbangan partai, iuran wajib bulanan dan sebagainya dan sebagainya...total tinggal 1 pertanyaan saja yang bisa kami tawarkan. Kami tidak mau rugi. Itupun sudah nyumbang uang keamanan sama mereka.” “Mereka siapa?” “Ya mereka. Pingin tauuuu aja..” jawab Jin Lampu genit dan matanya berkedip-kedip kemayu. Sagrip mau muntah. Tapi dia berpikir, ini satu kesempatan. Jarang-jarang bisa ada kesempatan langka seperti ini. Karena itu tanpa pikir panjang lagi, dia langsung berteriak: “Saya kepingin kaya!” “Itu permintaan Anda?” “Ya!” “Hanya kaya?” “Ya!” “Jadi!” “Asyiiiikkk..!!” “Jadilah Anda kaya tapi hidup Anda akan selalu tidak tenang! Sim salab...” “Stop!” Sagrip menyela. “Loh, kenapa? Bukannya Anda ingin kaya?” “Tapi kenapa harus ditambah ‘tidak tenang’?” “Apakah semua orang jika sudah kaya akan tenang dan bahagia?” “Pasti!”
“Bagaimana kalau dia kaya, tapi sangat pelit sehingga setiap hari hidupnya tidak tenang karena takut hartanya berkurang atau malahan dirampok?” Sagrip diam sejenak. Lalu, “Kalau begitu saya ingin jadi orang kaya yang tenang hidupnya!” “Itu dua permintaan. Manajemen akan rugi.”
Sagrip garuk-garuk kepala. Pintar juga Jin Filip ini. Tidak dengan mudah memberikan hadiah begitu saja bagi konsumen. Indikasi dari akal-akalan manajemen yang menginginkan kerugian ditekan serendah-rendahnya. “Kalau begitu, saya kepingin jadi orang yang berkuasa. Pasti otomatis jadi kaya!” “Berkuasa bagaimana?” “Jadi pemimpin satu negara yang besar dan dicintai rakyatnya!” “Hmm..itu dua permintaan.” “Ya sudah, satu saja. Saya kepingin jadi presiden!” Jin Filip, memicingkan matanya dan tangannya memegang dagu. “Yakin?” “Yakin!” “Baiklah. Anda jadi presiden, tapi presiden yang bodoh,” Jin Filip mengangkat tangannya. Sagrip buru-buru mencegah,” Stop!” “Loh? Kenapa?” “Kenapa ada embel-embel ‘bodoh’?” “Suka-suka saya, dong. Kami juga punya kepentingan bisnis. Anda minta jadi presiden, kan? Kalau anda jadi presiden dan bodoh, bukankah gampang nanti perusahaan lampu saya nyetir negara sampeyan dan mempraktekkan monopoli? Keuntungan, ‘kan?” “Jiangkrik! Saya emoh kalau gitu.” “Lha?” “Pokoknya emoh.” “Ya sudah. Batal lagi? Mau apa kalau gitu? Cepetan! Memangnya saya tidak ada urusan lain?” kata Jin Filip sambil melihat jam tangan pasir di pergelangan tangannya. “Jadi menteri saja!” “Serius?” “Serius!” “Tett?” ‘Tett!” “Baiklah. Saya jadikan anda seorang menteri yang hanya pesanan partai dan tidak tahu apa-apa dalam bidangnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat biarpun gelar di namanya macem-macem. Sim...”
“Stop!” “Apa lagiiiiiiiiii...?” Jin Filip mulai gemas. “Kenapa saya jadi menteri yang begituan?” “Lha, suka-suka saya, dong. Anda kan bilang mau jadi menteri. Menteri yang bagaimana juga suka-suka saya, ‘kan?” Sagrip clakep. Pusing juga kalau begini caranya. Semua permintaannya jika pun dikabulkan tidak ada enaknya. Jangkrik betul jin lampu TL ini! “Situ sengaja mempersulit saya, ya?” “Tidak. Semua permintaan akan saya penuhi, tapi tentu saja tiap hal ada resikonya. Terus terang permintaan Anda tidak aneh. Cermin manusia yang selalu egois dan menginginkan apapun di luar kemampuannya. Sekarang pikirkan, kalau anda jadi presiden, apakah anda punya kemampuan? Permintaan anda kan hanya jadi presiden, tidak dengan otak anda.
Kerugian siapa jika orang bodoh seperti anda jadi presiden? Rakyat. Lalu anda meminta jadi menteri. Untuk apa? Apakah mereka juga bisa membuat rakyat makmur? Membuat partai yang diwakilinya semakin makmur dan mantap menancapkan kuku dalam pemerintahan koalisi, iya. Tapi apakah partai benar-benar menyalurkan aspirasi rakyat?” “Wah, jadi secara tidak langsung situ bilang saya egois?” “Jelas.” “Jadi saya harus gimana?” “Pikirkanlah. Seperti sebuah doa yang baik, mintalah sesuatu yang tidak hanya menyenangkan dirimu sendiri, tetapi menyangkut kepentingan banyak orang. Permintaan seperti itu akan lebih indah untuk dipenuhi.” Sagrip berpikir lagi. Ya, tidak seharusnya dia egois. Jika dia hanya meminta atas kemauan dan kesenangan sendiri, dia tidak mendapatkan apa-apa kecuali yang dimintanya. Tapi jika dia meminta sesuatu yang dapat memenuhi hajat hidup orang banyak, dia akan mendapat pahala dan bisa merasakan kebahagiaan orang banyak termasuk dirinya. Sama juga dengan doa ketika diucapkan dengan tulus dan tidak egois, insya Allah akan cepat terkabul. “Baiklah,” kata Sagrip. “Baiklah apa?” “Saya tidak akan egois.” “Nah, itu dia.
Apa yang ada dalam pikiran anda sekarang?” “Entahlah. Tapi saya membayangkan sebuah kehidupan masyarakat yang tentram, adil dan makmur di negara ini. Birokrasi mudah, pemerintahan bersih dari KKN.
Rakyat tidak kurang sandang, pangan, papan. Tidak ada kejahatan, tidak ada pornografi, tidak ada persaingan, tidak ada gontok-gontokan, tidak ada perbedaan dalam bermasyarakat karena semua saling menghormati. Generasi muda menghormat yang tua, yang tua menggantungkan harapan pada yang muda. Pendidikan masyarakat diutamakan, bangunan-bangunan sekolah berdiri kokoh di seluruh penjuru negeri.
Semua orang mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan. Tidak ada bencana alam, banjir, kekeringan yang panjang atau gempa bumi dan tanah longsor. Lahan pertanian subur, hutan lestari, lautan seratus persen milik kita beserta kekayaannya.....pokoknya yang seperti itu,” kata Sagrip menutup keinginan panjangnya dengan napas ngos-ngosan. Jin Filip manggut-manggut. Tampak wajahnya berseri-seri. “Itu baru permintaan yang baik!” katanya sambil mengangkat jempolnya. “Itu bukan permintaan. Hanya harapan.” “Harapan Anda itu saya anggap satu paket dengan permintaan.” “Bisa dipenuhi?” “Harapan sebaik itu, kenapa harus tidak terpenuhi?” kata Jin Filip mengedipkan matanya dan lenyap.
Pagi harinya, Sagrip terbangun. Dengan heran, dia baru menyadari bahwa ternyata dia tertidur dengan tubuh masih tertindih tangga lipat yang jatuh kemarin. Ah, dia pasti pingsan dan bermimpi bertemu dengan Jin Filip, pikirnya. Jangkrik betul! Hampir seperti sungguhan. Sedikit kecewa walaupun bibirnya tersenyum geli dan kepalanya menggeleng-geleng tidak mengerti, dia memungut lampu yang ternyata masih utuh tidak jauh di sampingnya. Diusapnya pelan dan ditiup-tiupnya agar debu yang menempel lepas dari sana.
Tapi tiba-tiba saja asap menyemprot dari dalam lampu 18 watt di tangannya dan sesosok mahluk yang menamakan dirinya Jin Filip itu muncul lagi di hadapannya.
“Selamat pagi,” sapanya, ”Permintaan anda yang semalam sangat menarik sehingga manajemen terharu dan memutuskan memberi dua permintaan lagi untuk Anda!”
Cigugur, 15 November 2011
Sumber: Kompas, 17 Nopember 2011
18 November 2011
Jin Lampu TL 18 Watt
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar