Oleh Achmad Marzuki, Pegiat Farabi Institute, Anggota CSS MoRA IAIN Walisongo Semarang
Banyak
keindahan yang muncul menjelang kembalinya matahari pada ufuk barat.
Nuansa senja menambah romansa kisah anak manusia. Mega merah pada langit
memberikan suasana yang syahdu. Dan yang paling menarik, menikmati
sunset di pantai lepas dengan pulau terapung indah tersendiri. Pulau Weh
adalah pulau kecil yang berada di bagian terbarat Indonesia; Sabang,
Aceh.
Kata Aceh saat ini sarat dengan trunami. Bencana raksasa yang
menimpa pulau tersebut memberikan dampak besar. Padahal banyak
pemandangan indah yang tertancap di pulau tersebut. Keindahan pantai dan
bawah lautnya cukup membuat mata tercengang. Keindahan-keindahan inilah
yang diangkat Aida M.A. dalam novel ini. Latar cerita diambil dari
sekitar pantai, laut, pulau, dan Jerman. Seolah-olah Aida menghidupkan
kembali keindahan alam Aceh setelah terjangan bencana trunami.
Aida
mengawali kisah ini dengan tiga pertanyaan penting dalam kehidupan.
Antara harapan, kepercayaan, dan cinta, apa yang hendak dipilih?
Kebanyakan orang pasti akan memilih cinta. Karena dengan cinta semua hal
di dunia menjadi indah. Dengan cinta pula kepercayaan akan terbentuk,
lebih tepatnya harus dibentuk walau dengan keterpaksaan. Dengan cinta
pula, harapan besar menanti seseorang di masa depan.
Tetapi Alex,
tokoh utama dalam novel ini, tidak memilih cinta. Dia lebih memilih
kepercayaan. Apa yang bisa didapat jika dalam cinta tidak ada
kepercayaan? Alex tidak ingin lagi melihat cinta yang pupus. Ibunya rela
meninggalkan ayah dan dirinya saat kecil demi lelaki lain yang lebih
mapan. Kepercayaan menjadi frasa tertinggi dalam hidupnya. Baginya
kepercayaan antar sahabat yang loyal menjadi sangat penting. Jika
kepercayaan ini telah tercederai maka habislah sudah.
Konflik sahabat
menjadi permulaan cerita. Antara Alex dan Marcel. Awalnya mereka
merupakan sahabat dekat hingga gudang milik Marcel digunakan untuk
latihan musik yang diketuai Alex.
Andreea adalah wanita cantik
yang menyukai dan disukai Alex. Sedangkan Marcel juga menyukai Andreea.
Wanita memang selalu membuat permusuhan. Begitu pula konflik ini
berawal. Marcel iri pada Alex karena selalu mendapat dukungan. Menjadi
ketua grup musik dan mendapatkan Andreea.
Permasalahan ini membuat
Alex pergi ke pamannya, Alan, yang berada di pulau Weh, Aceh, Indonesia,
sebagai instruktur diving. Saat menuju aceh, Alex bertemu Mala. Cewek
aneh pecinta masakan yang super perfeksionis tentang kebersihan dan
hemat listrik. Ternyata Mala juga menuju pulau Weh. Tiap kali bertemu
mereka berdua selalu saja ribut. Ada saja keributan yang dibikin. Mulai
dari tanpa sengaja menambak, logat bicara yang ketus, dan hal remeh
lainnya.
Mala memiliki lelaki yang disukainya, Raffi. Lelaki yang
bekerja pada Alan sebagai instruktur diving pula. Tiga serangkai ini
memaksa Alex dan Mala sering bertemu. Sebab Raffi menjadi instruktur
diving Alex dan Mala. Tetapi Mala menjadi down saat mengetahui kalau
Raffi ternyata sudah memiliki pacar. Saat itulah tanpa sadar Alex
berhasil berdamai bahkan menenangkan hati Mala yang sedang gundah.
Keceriaan
mulai dirajut. Kisah cinta mulai tumbuh antara Alex dan Mala. Namun
konflik baru datang lagi. Andreea dan Marcel mendatangi pulau Weh hanya
untuk minta maaf. Mala mengira Alex masih mencintai Andreea. Sikap
dingin mulai tampak tiap kali Mala bertemu Alex. Di saat inilah Raffi
datang pada Mala mengabarkan bahwa hubungannya telah putus dengan
pacarnya dan menyatakan sebenarnya dia menyukai Mala sejak dulu. Hanya
saja Raffi masih menganggap Mala sebagai adik kecil yang manja.
Di
sini, kepercayaan dalam cinta teruji. Getaran hati yang dulu sempat
terbenam di dada Mala kini terulang kembali walau tak sehebat dulu saat
Raffi menyatakan cintanya. Begitu pula kedatangan Andreea pada Alex
melupakan kisah manis yang pernah dirajutnya dengan Mala. Semua keadaan
menjadi terbalik dan hampir tamat. Hanya kebijaksanaan Alan lah yang
membuat Alex sadar. Begitu pula kemantapan hati Mala dipertanyakan oleh
Bram, ayahnya.
Aida sangat lihai membentuk karakter dalam cerita.
Seolah-oleh pembaca bukan menikmati kisah fiksi, melainkan menyaksikan
cerita seseorang yang benar-benar hidup. Ada pelajaran penting dalam
novel ini. Yaitu bahasa Jerman. Kehidupan Alex yang berasal dari Jerman
memaksa komunikasi sedikit banyak berbahasa Jerman. Untungnya Mala juga
sempat belajar bahasa Jerman dan tahu banyak tentang Negara Jerman.
Bahasa
Jerman yang dipaparkan sangat apik dan mudah diingat. Sebagai pecinta
bahasa, sudah selayaknya mengapresiasi cara pembelajaran bahasa dengan
novel. Dengan begini, belajar bahasa menjadi tidak membosankan bahkan
mengasikkan. Aida berhasil mengangkat Aceh sebagai bongkahan surga yang
dianugerahkan pada Indonesia. Saat membaca buku ini saya lupa bahwa Aceh
pernah kedatangan bencana tsunami.
Data Buku
Judul : Sunset in Weh Island, Bersamamu Mengejar Kilau Senja
Penulis : Aida M.A.
Penerbit : Bentang Belia (PT Bentang Pustaka) Yogyakarta
Cetakan : Pertama, Januari 2013
Tebal : 246 Halaman
ISBN : 978-602-9397-73-4
Sumber : Kompas, 18 Maret 2013
21 Maret 2013
Kisah Romantisme di Pulau Weh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar