izinkan aku menikahi hujan
perkenalan itu menghancurkan rekah-rekah mawar
mengambil sesisi duri dedaunannya yang segar-segar
kuperkenalkan
aku adalah yang tersingkap tabir dalam
dalam kisah-kisah sepasang kekasih hujan yang kedinginan
meskipun begitu
izinkan aku menikah dengan hujan
cukup dengan pelataran khayal yang paling sederhana
dan mas kawinnya yang paling rintik-rintik gemericik
yang hampir tiada tertangkap telinga
maka
izinkan aku menikahi hujan
biar panas beringas sekalian
dan di kemudian kita tinggal menapaki
lembut-lembut pelangi wangi
jika sudah diizinkan akan kugelar esok hari
sebelum subuh, pagi-pagi sekali
syair keparat
yang menggantung di kamarku malam kesatu:
aku menciumi lembar wajahmu.
mata tertutup
tidur menyimpan senyum
sudah pagi ternyata
terbangun
terbelalak
yang menggantung di kamarku pagi itu:
kau sudah mati karena syairku.
keparat!
kelabu
mata air telah mati
mati sudah air mata
tinggal diri menanti mati
tanah dan abu satu
pecah dingin tak berbatu
ketika malam menderu
asap roket dan ribuan mengaduh
nyawa itu…
aaarghh…
merah siapa di sana?
putih siapa di sana?
hijau siapa di sana?
hitam siapa di sana?
di sana yang ada kelabu
dan mata air dengan sahabat jauhnya
air mata telah menjadi tanah dan abu
menyatu
tragedi
kapan-kapan akan kusempurnakan pagi ini dengan gerimis, puisi, dan secangkir kopi. seketika itu pula aku mabuk berat bersama mereka. tiada apa-apa jadi hirauan. sebab matamu yang tinggal dalam pagi, gerimis, puisi, dan secangkir kopi. pada pagi yang gerimis, dengan puisi dan secangkir kopi jadilah aku yang paling-paling, yang paling-paling. hingga pada suatu senja, pagi habis telah, gerimis kemarau sudah, puisi jadi prosa, dan cangkir kopi terpecah belah. di sini, kusebut itu kiamat tanpa sudah.
di tepi kali
tepi kali
sepi sekali
sepoi angin sesekali menemani
anak-anak kecil bermain debu
tapi maaf
aku salah menulis barusan tadi
bukan reduplikasi
hanya satu kali
anak kecil
dia sendiri
berani sekali
tepi kali
ramai sekali
seperti
suara-suara santri surau desa kami
yang menghafal hadits-hadits nabi
tepi kali milik kami
punya nafas warna-warni
dengannya kami hiasi
kanvas-kanvas berpemandangan
firdaus abadi
Remmysilado kuliah di Fakultas Sastra Universitas Udayana dan aktif di Organisasi jurnalistik kampus. Saat ini masih belajar menulis karya sastra. Bukan kebetulan kalau nama saya sama dengan nama pena penulis Puisi Mbeling. ”remy sylado”. Hampir mirip tapi tidak sama. Memiliki blog yang masih sangat bodoh dan terus belajar. Salah satu antologi puisi “Buku Kawin (potret senja kehidupan)” 2011.Terima kasih
Ditungggu kritik dan sarannya.
Blog : www.remmysilado.blogspot.com
e-mail : remmy_mipa@yahoo.com
Sumber: Kompas, 20 April 2012
20 April 2012
Puisi-puisi Remmysilado
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar