Awalnya saya sempat berfikir dan menyimpulkan bahwa tempat yang
paling membosankan,menjenuhkan dan jarang di kunjungi bahkan tidak layak untuk
di singgahi adalah perpustakaan.
Bagaimana tidak,di
kalangan remaja dalam arti seorang pelajar mereka lebih memilih pergi
bermain,nongkrong-nongkrong dengan teman dan pacar masing-masing.
Perpustakaan itu
hanya milik orang-orang cupu yang berkacamata tebalnya hampir 3cm,dan itu
sangat tidak menyenangkan sekali.
Dulu semasa saya
masih duduk di bangku sekolah menengah akhir seorang teman mengajak saya pergi
ke perpustakaan daerah,dimana lagi kalau tidak perpustakaan sragen,sebenarnya
malas sekali tapi apa salahnya jika mencoba.
Bangunan kecil
yang sudah terlihat tua itu membuat hati saya semakin ragu untuk
memasukinya,aku ditawarinya untuk membuat kartu perpustakaan ya bagaimana lagi
jika ingin meminjam buku harus mempunyai kartu terlebih dahulu,ya
sudahlah,”batin ku”.
Langsung saja aku
menuju meja kosong yang terletak di samping jendela dan segera ku ambil laptop
dari tas ransel ku,ahh tidak sia-sia ternyata aku kesini,ada manfaatnya juga
ternyata,disini aku bisa facebook an secara gratis gratis,”fikir ku”.
Setelah kenaikan
kelas sama sekali aku tidak pernah mengunjungi bahkan mengetahui kabar gedung
tua itu,sampai saat aku telah duduk di salah satu perguruan tinggi negeri
itulah aku ingin sekali mendatangi gedung tua yang lagi-lagi isinya hanya
orang-orang cupu berkacamata tebalnya hampir 3cm itu.
Di siang bolong ku
rela-relakan datang hanya untuk meminjam buku tentang sesuatu yang sangat
menyentuh kalbu,tetapi alangkah kagetnya diriku setelah melihat gedung tua itu
tak terurus lagi,tidak seperti bangunan-bangunan pada umumnya,dedaunan yang
berserakan dan kayu-kayu yang terbengkalai itu membuatku sangat kecewa,dimana
saat aku membutuhkan tetapi hancurlah sudah harapan.
Tidak lama
tiba-tiba datang seorang bapak separuh baya menghampiri ku,tidak tahu karena
apa,mungkinkah karena melihat wajahku yang memelas atau mungkin karena dia hanya ingin berkenalan dengan diri ku yang
berparas cantik ini.
“Mbak,kok kayaknya
bingung ?”
“Oh iya pak,bener kan pak perpustakaan
sragen tuh disini,saya ingat kok pak perpustakaannya disini”.
“iya mbak bener
dulu memang disini perpustakaan tapi sekarang sudah pindah di Jl.Raya Sukowati Barat, No. 15 D
Tanpa pikir
panjang aku segera menuju alamat yang telah di berikan bapak-bapak tadi.
Aku kembali di
kagetkannya,pertama kali melihat bangunan itu aku ragu untuk masuk ke dalam
karena bangunan yang sangat berbeda dari yang pertama,ku beranikan diri untuk
masuk kedalam dan melihat-lihat,sunyi,dingin pula.
Langsung saja aku
mengambil laptop dan menggunakan fasilitas yang sangat di cari-cari di era
melejitnya sosmed (sosial media) yang di gemari para remaja.
Aku tidak pernah
lupa tujuan pertama ku datang kesini,yaitu untuk mencari info tentang Difabel,mungkin
orang-orang awam sangat asing dengan kata-kata itu,dulu awalnya aku juga sama
sekali tidak mengerti arti dari kata difabel itu,dari awal aku duduk di meja
kuliah itulah aku mengenal seorang teman yang tiba-tiba menceritakan
kekurangannya kepada ku,sontak aku sangat kaget,karena aku melihatnya seperti
wajarnya orang-orang normal pada umumnya,dari situlah aku mulai mengenal
difabel,dan semakin tertariknya aku untuk mengetahui dan mencari informasi
tentang susah senangnya menjalani kehidupan seorang difabel.
Saking
penasarannya dengan salah seorang penyandang tunanetra yang tidak mau di
sebutkan namanya itu dan aku putuskan untuk memanggilnya si A,aku memintanya
menceritakan semua kegiatan kesehariannya kepada ku,dia bercerita bahwa dia
tidak bisa melihat memang sudah bawaan dari lahir,bangun pagi sholat subuh
langsung mandi siap-siap berangkat kuliah,hebatnya dia bisa berangkat sendiri
dari kos menuju kampus TANPA BANTUAN DARI SIAPA PUN,aku sontak bertanya
kepadanya.
“Kamu gak pernah
gitu jatuh ke lubang secara tu arah ke kampus banyak lubang-lubang atau hampir
tertabrak sampai di marahin pengguna jalan yang lain?”
Dengan santai dia
menjawab “ALHAMDULILLAH,TIDAK PERNAH”
Dan dia pun juga
dapat membedakan mana baju yang pantas untuk dia kenakan pada saat kuliah dan
baju mana yang di pakai untuk harian,dan betapa kagetnya ternyata dia juga
mempunyai pacar,sama-sama penyandang tuna netra,dengan pedenya mereka membeli
makan bersama dengan bergandengan tangan,ke mall pun mereka menaiki becak
berdua layaknya pasangan orang-orang normal.
Disaat si A tengah
asik bercerita aku melihat barisan piala terpajang di meja belajarnya,dan
ternyata tertulis “Juara 3 menyanyi solo/tunggal,festifal dan lomba seni siswa
slb tingkat provinsi jawa tengah tahun 2010” juara 1 pun pernah ia raih dan
masih banyak piala yang sudah di dapatkannya,aku sempat bertanya kepada teman
yang ku anggap normal itu dan ternyata dia juga pernah mengikuti lomba tennis
meja dan meraih juara 1tingkat nasional.
Aku yang normal
tidak pernah berpikir sejauh itu,mungkin jika di posisi mereka aku sudah tidak
mau lagi mengenal yang namanya dunia luar bahkan rasanya ingin mati saja,mereka
yang mempunyai kekurangan saja masih semangat belajar dan menyelesaikan sekolah
hingga mendapatkan gelar S1,hampir orang normal yang tidak di beri kekurangan
yang terlihat itu tidak pernah berpikir bagaimana jika menjadi seorang penyandang,jika
di jalan bersimpangan dengan salah seorang penyandang pasti mereka hanya diam
dan melihatnya aneh.
Ada
salah seorang penyandang yang baru kali ini aku menemui kasus seperti ini,aku
ingin mengikuti kesehariannya,dan tibalah saat makan siang,sebelumnya aku sama
sekali belum bertemu dengannya,kami hanya janjian melalui sms.
Tiba lah saat-saat
itu,aku kembali kaget setelah bertemu dengannya,nafsu makan ku menjadi
hilang,bukan apa-apa tetapi pasti semua yang makan di depannya serasa ingin
muntah saja.
Dan setelah itu
aku mengurungkan niat untuk melanjutkan jalan dengannya,aku memilih mencari
informasi tentang kehidupan dan penyakitnya melalui media online,karena itulah
aku kembali datang ke perpustakaan untuk menggali informasi baik menggunakan internet
atau pun buku-buku tentang difabel.
Kerena perpustakaan
lah gudangnya informasi dan tempat untuk menyendiri di saat kita di randa pilu
saat sedang putus dengan kekasih dan mendapatkan pasangan yang baru
Dari membacalah
aku dapat mengerti dunia difabel,mereka tidak untuk di asingkan tetapi
bagaimana cara kita untuk membuat mereka bangkit lagi dari keterpurukan.Mereka
lah yang membuatku sadar akan arti dari kehidupan,mereka membuatku semakin
semangat untuk cepat-cepat menyelesaikan kuliah ku,mereka semangat ku dan buku
lah yang menjadikan nilai ku semakin baik.
Nama : Susi Sulistyawati
Alamat : Pengkol, Tanon, Sragen
0 komentar:
Posting Komentar