Cerpen Baequni Mohammad Haririe
Sejak
pertemuan pertama aku dengan Lia di sekolah, jujur saja, aku mulai
kepincut dengan lentik bulu matanya, bibir sensualnya dan semampai
tubuhnya. Entah, sejak kapan aku mulai mengenal benih-benih rasa ini?
Padahal, belum pernah sekalipun, aku dan Lia bertatap-muka secara
langsung atau bahkan berbicara empat mata (mungkin tensi cintaku akan
bertambah bila mendengar suaranya, Oh). Aku terlalu malu lantaran Lia
adalah gadis yang menjadi pujaan sekolah.
Pages - Menu
▼
29 September 2012
19 September 2012
Kolam
PEREMPUAN itu akhirnya kembali ke kota ini untuk memenuhi janjinya. Kota yang selalu membuatnya meratap. Di sini, segalanya begitu kelabu. Sebuah kota yang pernah tinggal pada masa lalunya, mengapa tidak pernah lepas dari benak. Ia duduk di sebuah taman, di bawah pohon palem, di antara tanaman bunga yang hampir menjadi belukar. Di hadapannya, tak lebih lima langkah, menghampar sepetak kolam. Matahari sore yang luruh membuat permukaan air seperti menyala. Ia memandangnya dengan perasaan sunyi.
Puisi-puisi Baequni Mohammad Haririe
ASBY
I
Pagiku dan pagimu benar-benar bertemu. Entahlah, bila kemudian kita merasa terbantu. Oleh karena semilir angin. Atau karena kearifan dingin. Atau karena pertemuan kopi. Ataukah karena kejujuran hati? Lalu kita bernostalgia siang itu. Saling menikahkan rindu. Betapa kesetiaanmu tak terbantah sejarah. Meski waktu seperti tergesa-gesa dan tak terduga. Pintu kamarmu mengabadikan sebuah nama. Kaulah yang menjaga.
I
Pagiku dan pagimu benar-benar bertemu. Entahlah, bila kemudian kita merasa terbantu. Oleh karena semilir angin. Atau karena kearifan dingin. Atau karena pertemuan kopi. Ataukah karena kejujuran hati? Lalu kita bernostalgia siang itu. Saling menikahkan rindu. Betapa kesetiaanmu tak terbantah sejarah. Meski waktu seperti tergesa-gesa dan tak terduga. Pintu kamarmu mengabadikan sebuah nama. Kaulah yang menjaga.
13 September 2012
Sajak-sajak Rico Mangiring Purba
1. PURNAMA
Di rumah itu, raganya tak pernah istirahat.
Kepada ibu dia selalu bilang bahwa dirinya
adalah kumbang. Berhenti adalah pada
bibir-bibir kembang.
Di rumah itu, raganya tak pernah istirahat.
Kepada ibu dia selalu bilang bahwa dirinya
adalah kumbang. Berhenti adalah pada
bibir-bibir kembang.
12 September 2012
Cerita di Balik Keindahan Belitong
Judul Buku : Laskar Pelangi Song Book
Penulis : Andrea Hirata, dkk
Penerbit : Bentang Pustaka Yogyakarta
Cetakan : I, Juni 2012
Tebal : iv + 260 halaman
ISBN : 978-602-8811-83-5
Penulis : Andrea Hirata, dkk
Penerbit : Bentang Pustaka Yogyakarta
Cetakan : I, Juni 2012
Tebal : iv + 260 halaman
ISBN : 978-602-8811-83-5
Mayoritas Senyap
Cerita Pendek Afandi Sido
Mayoritas Senyap
“Saya tidak membela siapapun, saya netral. Kami netral!”
Kalimat yang sulit dipercaya, keluar dari mulut pemimpin kelompok warga yang akhirnya pergi dari tempat kejadian. Diskusi itu resmi dibatalkan demi keamanan. Meskipun panitia bersikeras bahwa tema yang diangkat adalah diversifikasi kultural yang sangat dekat dengan nilai-nilai kemasyarakatan Tanah Air, tetap saja kepolisian Resor Sleman memilih membubarkan acara. Tidak ada izin gangguan, dalih mereka. Juga karena pembicaranya, Peterscoon J. Zein, mualaf yang juga seorang pemerhati hubungan antaragama, tak pernah dilaporkan sebagai tamu dari negara lain.
05 September 2012
Yang Menunggu Senja
Cerpen Gui Susan
Aku seperti mendengar bunyi kepak sayap camar dari ujung dermaga. Mungkin hanya perasaanku saja, entah, aku mendengar kepak sayapnya pelan-pelan hilang dari pendengaranku. Aku duduk di dipan beratap rumbia, ada kue cokelat yang sedari tadi kugenggam erat.
Aku seperti mendengar bunyi kepak sayap camar dari ujung dermaga. Mungkin hanya perasaanku saja, entah, aku mendengar kepak sayapnya pelan-pelan hilang dari pendengaranku. Aku duduk di dipan beratap rumbia, ada kue cokelat yang sedari tadi kugenggam erat.
04 September 2012
Penakluk Lebah
Cerpen S Prasetyo Utomo
Sarang lebah bergantung di dahan pohon rambutan yang rimbun bunga–kian hari kian membentuk lempengan bundar, tebal. Kiai Sodik membiarkannya, meski sarang lebah itu bergantung tepat di atas kucuran kran air wudlu surau.
Anak-anak yang mengaji di surau seringkali memekik ketakutan bila beberapa ekor lebah berdengung mengitari kepala mereka. ”Tenanglah, lebah-lebah itu tak kan menyengat!” kata Kiai Sodik.
Meski sarang lebah bergantung di dahan pohon rambutan dekat surau, belum pernah lebah-lebah itu menyengat santri-santri kecil yang belajar mengaji.
Anak-anak yang mengaji di surau seringkali memekik ketakutan bila beberapa ekor lebah berdengung mengitari kepala mereka. ”Tenanglah, lebah-lebah itu tak kan menyengat!” kata Kiai Sodik.
Meski sarang lebah bergantung di dahan pohon rambutan dekat surau, belum pernah lebah-lebah itu menyengat santri-santri kecil yang belajar mengaji.