Pages - Menu

26 Oktober 2011

Catatan Harian Masa Reformasi, Tidak Sekadar Kenangan

Resensi oleh: Syamsudin  Noer  Moenadi
Judul  Buku:  Sungai Bening Gita Cinta Universitas Airlangga
Pengarang  : Viddy AD Daery
Penerbit     :  Visi Amansentosa Dahsyat
Cetatan      : Edisi Revisi – 2011
Tebal Buku: 107 halaman

Sungguh saya terkecoh tatkala mau membaca novel tipis bertajuk Sungai Bening Gita Cinta Universitas Airlangga--selanjutnya  disingkat judulnya menjadi Sungai Bening saja, supaya ringkas. Semula saya menganggap Sungai Bening merupakan karya terbaru  Viddy AD Daery  setelah novel Pendekar Sendang Drajat, tapi begitu membaca  beberapa lembar, saya langsung teringat pada novel pertama Viddy yang diterbitkan penerbit Grasindo-Kompas Group tahun 2002 dengan judul Sungai Bening.


Sungai Bening versi 2011, memang, tidak lain adalah revisi dari Sungai Bening edisi 2002. Versi 2011 tentu mengalami penambahan yang menurut penulisnya  untuk kenangan dan refleksi bagi manyarakat Indonesia hari ini. Selain itu untuk menimbang bagi bentuk ideal kehidupan berbangsa masa depan yang diangankan.

Tidaklah salah membaca novel tipis Sungai Bening ini ingatan langsung melayang kembali pada  peristiwa gejolak mahasiswa  melalui program NKK- BKK. “ Di kemudian hari, aku mengerti, bahwa NKK  (Normalisasi Kehidupan Kampus) adalah pembatasan kegiatan politik mahasiswa lewat aturan yang berat, dan lewat penjejalan jam mata kuliah yang sangat padat sehinga mahasiswa tak punya waktu luang untuk kegiatan ekstra kurikuler berbau politik seperti zaman dulu. “ (Halaman 13).

Tokoh aku dalam novel Sungai Bening  bernama Damon Joko Damono, mahasiswa FISIP Universitas Airlangga Surabaya, yang aktif di bidang kesenian –bahkan dalam perjalanannya menjadi penyair- maupun di koran kampus. Jika ditelisik lebih cermat tokoh Damon bolehjadi  pengarang novel ini sendiri, yakni Viddy AD Dery. Terlebih lagi di dalam buku Sungai Bening edisi revisi disertakan foto pengarangnya selagi muda. Demikian pula kisah novel ini yang tidak ubahnya perjalanan hidup Viddy AD Daery,  yang usai menyelesaikan kuliah  lantas hijrah ke Jakarta, kemudian bekerja di stasiun televisi pendidikan.

Novel Sungai Bening bolehlah disebut buku harian Viddy AD Daery yang difiksikan atau katakan diolah alias diotak atik  dalam bentuk rekaan. Dalam Sungai Bening ini banyak pernyataan yang bersifat personal, dan terdapat beberapa nama tokoh (bukan tokoh yang diadakan-adakan) yang di antaranya pada saat ini masih aktif berkiprah. “ Ya, FISIP Unair menjadi pusat penggodokan gerakan reformasi yang disponsori oleh aktifis PRD atau yang disebut-sebut sebagai “ Neo Partai Komunis Indonesia “ di mana beberapa di antara mereka merupakan dosen dan mahasiswa FISIP Unair."

“Beberapa aktifis reformasi yang akhirnya berhasil menumbangkan rezim Orde Baru, antara lain seperti Herman Hendrawan, Petrus Bima Anugrah, Daniel Sparringga, Dede Oetomo, Dwi Setyo Budiono, Triyana Damayanti, Dina Katjasungkana, dan sebagainya, mereka adalah warga FISIP Unair yang aktif menggerakkan massa dan membuat panggung orasi politik di kampus FISIP Unair – suatu hal yang berbahaya di zaman Orde Baru saat itu “ (halaman 98).

Viddy AD Daery menulis Sungai Bening tidak lebih dan tak kurang hanya sekelebatan , terlalu tipis andaikata ingin membeberkan  fakta serta  catatan sejarah Universitas Airlangga, Surabaya , yang disebut-sebut sebagai Kampus Kemerdekaan.  Banyak hal yang semestinya bisa digali maupun diungkapkan Viddy AD Daery, namun pada akhirnya hanya  sebatas itulah yang bisa dikemukakan. Yaitu sebuah kisah ringan yang renyah dibaca. Mungkin karena menyasar pembaca muda yang berkantong menengah saja.Walau sejatinya apa yang diketengahkan di Sungai Bening tak sekadar kenangan yang cukup disimpan dalam ingatan.  Maka, hendaknya ditulis lagilah kisah Damon Joko Damono yang lebih seru. Dan memang di epilog novel, Viddy berjanji akan menulis kisah lanjutannya.

Syamsudin Noer Moenadi,  pembaca novel tinggal di Jakarta.

Sumber: Kompas, 26 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar