Pages - Menu

06 Oktober 2014

KENANGAN TAK TERGANTIKAN



Satu yang tak pernah saya hilangkan sebagai seorang penulis adalah kenangan yang menarik, terlebih kenangan itulah yang paling membekas. Jika sebuah ide yang paling berharga saya dapatkan dari memetik buah pengalaman itu, hal itu tentu tak ternilai harganya dibanding apapun pencapaian yang pernah saya raih sebelumnya.
Sebagai seorang penulis yang masih perlu banyak belajar dan terus mengasah kemampuan, melalui workshop, diskusi, seminar, acara-acara sastra, dan pelatihan, hasil yang gemilang tentu yang paling saya incar. Ditolak -- dimuat, sudah terbiasa dalam sebuah media. Menang – kalah, wajar didapatkan seorang penulis yang mengikuti lomba. Selesai atau tidaknya sebuah tulisan, pasti akhir yang selalu didapatkan.
Dulu sewaktu kecil sekitar usia sembilan tahun, saya pernah berkunjung ke perpusda bersama kakak dan ayah saya. Kata orang, buku-buku perpusda adalah yang paling lengkap karena perpusda merupakan pemilik buku terlengkap di kabupaten Sragen. Saya jadi ingin mengunjungi terus perpusda. Namun, baru beberapa waktu lalu saya mendengar berita di majalah keluarga Genta, jika perpusda telah berpindah ke jalan yang lebih besar dan tempatnya pun diperluas.
Buku-buku yang selalu disajikan perpusda selalu memikat, beragam, dan tak pernah hilang dari kata progresif. Yang membuat saya semakin semangat berkunjung ke perpusda ialah, tempatnya begitu tenang. Membawa kita pada alam yang luas. Dimana kita menatap apa yang kita baca.
Saya menulis di rumah tidak pernah memuaskan. Karena tidak didukung oleh sarana tempat yang nyaman. Berbeda saat di perpusda, dalam waktu tiga jam saya bisa menghasilkan tiga buah cerpen dan puisi yang itu semua mendapatkan tempat di media massa. Padahal sebelum saya mengenal tempat perpusda yang sejuk, lingkungan rumah dan sekolah yang sering saya gunakan untuk menulis tak pernah mengasyikkan. Pencapaian saya lebih baik ketika saya menuangkan seluruh imajinasi dan inspirasi saya di Perpusda. Saya jadi semangat untuk menulis. Dan saya bisa mengikis keburukan saya dalam menulis. Yang seringkali macet di tengah jalan cerita dan dilahab tong sampah.
Tempat-tempat di perpusda juga sering ditata rapi. Dengan desain yang ideal. Saya paling senang berfoto di perpusda. Perpusda membuat saya lebih percaya diri. Sejak saat itu, perpusda menjadi tempat favorit saya. Terutama tempat untuk bereksperimen.
Pernah suatu ketika ada pengalaman yang lucu. Waktu itu sekitar jam empat sore saya mendapatkan satu pesan dari sahabat penulis di Yogya. Sahabat saya mengatakan jika puisi saya dengan judul sekian dimuat di Joglosemar hari itu. Hati saya melonjak. Langsung saja saya nyalakan motor untuk mencari penjual koran yang masih ada. Tetapi, harapan saya tak menemui hasil. Tak satupun penjual Koran, yang biasa di pinggir jalan raya Sragen, yang masih ada. Saya jadi menangis.
Saya curhat pengalaman saya di FB dan beberapa teman saya di semua kontak nomor saya. Tapi tak ada satupun yang merespon. Di beranda saya hanya ada puluhan like status. Salah seorang teman kemudian menyarankan saya untuk ke Monumen Pers saja. Sebab disana banyak berita dan artikel media di seluruh Indonesia, edisi berapa pun, yang bisa ditemui. Dan bisa mencari referensi lain.
Tapi entah mengapa saya tidak melaksanakan saran dari teman saya itu. Jarak antara Solo dengan Sragen lumayan jauh. Menghabiskan tenaga dan waktu. Dan apabila kita ingin mencari Katalog hanya efektif pada hari Jum’at. Karena banyak petugas yang hadir pada hari itu.
Dan, saya tiba-tiba teringat oleh perpusda. Saya sering melirik pengunjung perpusda lain yang asyik membaca koran-koran, ketika saya bingung mencari buku. Sepertinya lengkap dan beragam.
Esoknya pada hari Senin, saya berkunjung ke perpusda dan mencari-cari koran Joglosemar edisi tiga minggu lalu dalam sebuah jilidan yang menjadi tumpukan di lemari. Wah, ada puisi saya. Lengkap dengan nama terang saya. Saya tidak bisa menahan air mata bahagia.
Langsung saya foto dan saya print gambarnya. Kadangkala, saya selalu tersenyum manatap foto itu. Perpusda selalu di hati

Catur Hari Mukti, adalah Penulis yang lahir dan tinggal di Sragen. Aktif di KSM (Komunitas Sastra Malmantaka) Sragen dan MAF (Malmantaka Art Furniture). Publikasi buku kumpulan puisinya “Perisai Hujan” diterbitkan oleh Deka Publisher.

 Nama    :  Catur Hari Mukti 
Akun Fb :  Catur Hari Mukti 
Alamat   :  Jln. Ringin Timur No. 62, Purworejo, Sambirejo, Sragen


Tidak ada komentar:

Posting Komentar