Khotibul Umam, Pecinta Pesbukers, Pembaca buku, tinggal di Semarang
“Sapri,
ada pantun?” Demikian pancingan olga kepada Sapri. Menariknya, ia lalu
dengan cekatannya menjawab dengan lontaran pantun-pantunnya yang
menarik. Setelah Sapri berpantun, maka giliran Bang Opie Kumis yang
menjawab dengan, “Masak air, biar mateng!” “Masak air, biar mateng!”.
Inilah pantun khas yang selalu dilontarkan kepada Bang Sapri di acara
Pesbukers, yang ditayangkan hampir setiap hari oleh salah satu televisi
swasta negeri ini.
Pantun itu seni budaya nusantara. Tradisi
negeri kita tercinta. Menurut Sapri, pantun layak dikembangkan menjadi
budaya karena bisa mengolah rasa dan kreativitas kita. Pantun menjadi
kebanggaan tersendiri Bang Sapri dan bisa menambah rasa percaya dirinya
setelah ada seorang senior yang mengatakan, “Pri, hanya elo pelawak
Betawi yang berpantun dengan benerr”.
Awal mula ia menekuni pantun
berasal dari Pak Mochtar Lutfi, manager creative grup lawak Patrio. Dan
beliau mengatakan seperti ini, “Sapri, kayaknya karakter elo di pantun.
Karir elo akan berkembang dengan pantun”. Dan inilah awal mula yang
menjerumuskan Sapri ke jalan yang benar, yaitu profesinya menjadi
komedian Pesbukers seperti sekarang ini.
Menurut penuturan Sapri
dalam buku ini, pantun bisa cara berkomunikasi kita semakin berwarna.
Tidak membosankan. Dan itu juga melatih karakter sabar dan karakter
menghargai orang lain. Pantun juga sangat bagus untuk pendidikan bahasa.
Melepaskan dan meningkatkan kreativitas. Dan yang lebih penting, bisa
menjadi senjata ampuh untuk merayu pasangan (hlm. 22).
Membuat
pantun itu tidak sesulit yang dibayangkan karena banyak contoh
berserakan baik di buku maupun di internet. Tapi perlu dimengerti, tidak
semuanya termasuk pantun yang baik. Kadang-kadang kata-kata dan
logikanya semrawut. Tidak saling berkaitan. Pada dasarnya, stuktur
pantun memiliki dua komponen, sampiran dan isi. Misalnya, “Jemur batik
di atas papan/ambil benang di dalam peti (sampiran)/kamu cantik aku
tampan/kayak anang sama ashanti (isi)”.
Pada umumnya banyak orang
hanya mengambil dua huruf di belakang untuk disamain. Padahal, tak
sesederhana itu. Terdapat perbedaan antara pantun yang baik dan tidak
baik. Kita bisa mencermati dan membandingkan lebih baik mana
pantun-pantun Sapri dengan pantun-pantun lain.
Namun membuat pantun
tidak semudah yang diharapkan. Karena terkadang kita malas untuk
berpikir dan malu. Asal kita bisa menghilangkan kedua sifat negatif ini,
maka mengarang pantun bisa lebih mudah.
Dijelaskan pula ada tiga
impian besar Bang Sapri. Pertama, memiliki acara yang banyak
penggemarnya seperti Tukul Arwana. Kedua, memiliki bisnis kuliner
khas betawi dengan minimal 21 cabang. Ketiga, anak-anak muda
tergila-gila dengan pantun. Pantun menjadi budaya generasi muda dan
selanjutnya (hlm. 127-128).
Inilah buku pertama Sapri yang
inspiratif. Selain berisi pantun-pantun cinta yang beragam, dituliskan
pula kisah perjalanannya hingga sampai dikaruniai sukses seperti
sekarang. Selain itu juga dilengkapi dengan komentar-komentar kawannya,
seperti Raffi, Olga, dan lainnya tentang sisi lain seorang Sapri.
Semoga
pantun menjadi budaya remaja Indonesia masa kini. Karena ini merupakan
kekayaan intelektual nusantara yang perlu dilestarikan. Selamat membaca!
Judul Buku : Pantun Cinta ala Bang Sapri
Penulis : Bagus Lutfi Sujiwo
Penerbit : Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Group)
Cetakan : I, 2012
Tebal : iv+146 halaman
ISBN : 978-979-013-192-7
Khotibul Umam, Pecinta Pesbukers, Pembaca buku, tinggal di Semarang
Sumber: Kompas, 4 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar