Pages - Menu

06 Mei 2013

Menyingkap Rahasia Pantun Bang Sapri

Khotibul Umam, Pecinta Pesbukers, Pembaca buku, tinggal di Semarang
“Sapri, ada pantun?” Demikian pancingan olga kepada Sapri. Menariknya, ia lalu dengan cekatannya menjawab dengan lontaran pantun-pantunnya yang menarik. Setelah Sapri berpantun, maka giliran Bang Opie Kumis yang menjawab dengan,  “Masak air, biar mateng!” “Masak air, biar mateng!”. Inilah pantun khas yang selalu dilontarkan kepada Bang Sapri di acara Pesbukers, yang ditayangkan hampir setiap hari oleh salah satu televisi swasta negeri ini.


Pantun itu seni budaya nusantara. Tradisi negeri kita tercinta. Menurut Sapri, pantun layak dikembangkan menjadi budaya karena bisa mengolah rasa dan kreativitas kita. Pantun menjadi kebanggaan tersendiri Bang Sapri dan bisa menambah rasa percaya dirinya setelah ada seorang senior yang mengatakan, “Pri, hanya elo pelawak Betawi yang berpantun dengan benerr”.
Awal mula ia menekuni pantun berasal dari Pak Mochtar Lutfi, manager creative grup lawak Patrio. Dan beliau mengatakan seperti ini, “Sapri, kayaknya karakter elo di pantun. Karir elo akan berkembang dengan pantun”. Dan inilah awal mula yang menjerumuskan Sapri ke jalan yang benar, yaitu profesinya menjadi komedian Pesbukers seperti sekarang ini.

Menurut penuturan Sapri dalam buku ini, pantun bisa cara berkomunikasi kita semakin berwarna.  Tidak membosankan. Dan itu juga melatih karakter sabar dan karakter menghargai orang lain. Pantun juga sangat bagus untuk pendidikan bahasa. Melepaskan dan meningkatkan kreativitas. Dan yang lebih penting, bisa menjadi senjata ampuh untuk merayu pasangan (hlm. 22).

Membuat pantun itu tidak sesulit yang dibayangkan karena banyak contoh berserakan baik di buku maupun di internet. Tapi perlu dimengerti, tidak semuanya termasuk pantun yang baik. Kadang-kadang kata-kata dan logikanya semrawut. Tidak saling berkaitan. Pada dasarnya, stuktur pantun memiliki dua komponen, sampiran dan isi. Misalnya, “Jemur batik di atas papan/ambil benang di dalam peti (sampiran)/kamu cantik aku tampan/kayak anang sama ashanti (isi)”.

Pada umumnya banyak orang hanya mengambil dua huruf di belakang untuk disamain. Padahal, tak sesederhana itu. Terdapat perbedaan antara pantun yang baik dan tidak baik. Kita bisa mencermati dan membandingkan lebih baik mana pantun-pantun Sapri dengan pantun-pantun lain.
Namun membuat pantun tidak semudah yang diharapkan. Karena terkadang kita malas untuk berpikir dan malu. Asal kita bisa menghilangkan kedua sifat negatif ini, maka mengarang pantun bisa lebih mudah.

Dijelaskan pula ada tiga impian besar Bang Sapri. Pertama, memiliki acara yang banyak penggemarnya seperti Tukul Arwana. Kedua, memiliki bisnis kuliner khas betawi dengan minimal 21 cabang. Ketiga, anak-anak muda tergila-gila dengan pantun. Pantun menjadi budaya generasi muda dan selanjutnya (hlm. 127-128).

Inilah buku pertama Sapri yang inspiratif. Selain berisi pantun-pantun cinta yang beragam, dituliskan pula kisah perjalanannya hingga sampai dikaruniai sukses seperti sekarang. Selain itu juga dilengkapi dengan komentar-komentar kawannya, seperti Raffi, Olga, dan lainnya tentang sisi lain seorang Sapri.

Semoga pantun menjadi budaya remaja Indonesia masa kini. Karena ini merupakan kekayaan intelektual nusantara yang perlu dilestarikan. Selamat membaca!
Judul Buku : Pantun Cinta ala Bang Sapri
Penulis  : Bagus Lutfi Sujiwo
Penerbit : Raih Asa Sukses (Penebar Swadaya Group)
Cetakan : I, 2012
Tebal  : iv+146 halaman
ISBN  : 978-979-013-192-7
Khotibul Umam, Pecinta Pesbukers, Pembaca buku, tinggal di Semarang

Sumber: Kompas, 4 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar