Pages - Menu

17 Januari 2012

Bertualang Melawan Monster

Oleh Suhairi Rachmad*
Judul Buku : The Maze Runner
Penulis  : James Dashner
Penerjemah : Yunita Candra
Penerbit  : Mizan Fantasi
Cetakan  : I, November 2011
Tebal  : 532 halaman
ISBN  : 978-9-794-33655-7

The Maze Runner betul-betul novel yang menegangkan. Bayangkan, pada bab pertama, James Dashner, penulis novel ini, menggiring pembaca memasuki latar yang sangat menyeramkan. Thomas, tokoh utama dalam novel ini tiba-tiba terpelanting dan berada di tempat yang sangat asing baginya. Punggungnya menghantam dinding logam keras. Ruangan itu pun bisa berguncang seperti lift tua dalam terowongan pertambangan.


Lift gelap itu berayun-ayun saat bergerak naik, membuat lambung Thomas terasa mual. Namun, rasa takut yang mendera batin Thomas tiba-tiba sirna. Beberapa saat kemudian, ia bertemu dengan sekitar lima puluh atau enam puluh anak laki-laki yang berusia belasan tahun hingga menjelang remaja. Beberapa di antara mereka melontarkan kata-kata asing bagi Thomas, seperti kata anak bawang, dungu, pengawas, pembersih,  dan sebagainya (hlm 7-17).

Setiap hari mereka harus berlari. Menyusuri lorong maze yang berkelok-kelok di luar dinding Glade, tempat mereka tinggal, hingga senja tiba. Pada bagian sepuluh, penulis membandingkan Glade dengan hutan.

Menurutnya, dibandingkan Glade, hutan tidak telalu besar, mungkin hanya beberapa hektar. Walaupun demikian, pepohonannya tinggi dan berbatang kokoh, berdiri rapat dan padat, dedaunan tebal memayungi bagian atas. Keadaan di sekelilingnya dipenuhi warna kehijauan yang tak bergerak, seolah-olah senja hari tinggal beberapa menit lagi. Entah bagaimana, semua ini terasa indah sekaligus menyeramkan.

Ketika kegelapan turun, mereka harus sudah ada di dalam Glade. Ya, pada saat itulah Griever gentayangan dan tak segan menerkam siapa saja yang masih berkeliaran di dalam maze. Penulis menggambarkan Griever sangat detail. Griever itu adalah monster buas dan ganas. Griever memiliki bulu dan paku-paku yang bertonjolan keluar. Beberapa lengan mekanik mencuat secara acak di beberapa tempat, masing-masing memiliki kegunaan tersendiri; ada yang dipasangi lampu terang, ada yang memiliki jarum-jarum panjang. Bahkan, salah satunya memiliki cakar berjari tiga yang mengatup-ngatup.

Ketika sang Griever berguling, ia menimbulkan bunyi logam berdesing, seperti mata pisau gergaji yang berputar. Paku-paku dan lengan-lengannya menjelaskan bunyi klak-klik yang mengerikan, suara logam beradu dengan batu. Namun, yang paling membuat Thomas menggigil adalah suara merintih menyeramkan yang entah bagaimana dikeluarkan oleh makhluk itu ketika ia duduk diam, seperti suara orang-orang sekarat dalam pertempuran (hlm 186)

Dashner yang dinobatkan sebagai peraih Kentucky Bluegrass Award 2011 harus mengerahkan pikiran ketika menciptakan tokoh anak-anak yang berhadapan dengan monster mengerikan. Mereka yang berada dalam Glade harus lari dari kejaran Griever. Mereka bukan sekadar berlari. Itu cara mereka bertahan hidup.

Dengan berlari mereka berharap menemukan jalan keluar dari tempat terkutuk itu. Keluar untuk kembali pulang menjumpai keluarga mereka. Namun, lintasan maze selalu berubah-ubah dari hari ke hari.

Walaupun berupa terjemahan, The Maze Runner memiliki rangkaian kalimat yang renyah dan mudah dipahami. Inilah yang membuat novel ini mudah dicerna sehingga pembaca mudah terbawa ke alam khayal dan mengembara bersama tokoh-tokohnya. Bagi Anda yang suka berpetualang dengan tantangan yang menegangkan, novel ini sangat layak dibaca.

*Suhairi Rachmad, Alumnus Fakultas Sastra Universitas Jember, mantan Ketua Umum Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Jember. Kini  tinggal di  Sumenep, Madura.

Sumber: Kompas, 17 Januari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar