Judul Buku: Entrepreneur Organik (Rahasia Sukses KH Fuad Affandi bersama pesantren dan Tarekat “Sayuriah”-nya).
Penulis: Faiz Manshur
Editor: Mathori A-Elwa
Pengantar: Dr Bisri Effendi, Prof Dr Ahmad Syafii Maarif, Prof Dr Sri-Edi Swasono.
Penerbit: Nuansa Cendekia (Anggota IKAPI) Bandung bekerja sama dengan Yayasan Al-Ittifaq Bandung. Cetakan Pertama September 2009. Tebal: 390 hlm (dengan kertas berkualitas dan cetak warna bagian dalam 32 hlm). Harga (Rp 88.000).
Buku ini dikenal sebagai buku biografi, tetapi tidak sepenuhnya disebut demikian. Sekalipun sosok K H Fuad Affandi sangat banyak diulas di dalamnya, tetapi sesungguhnya kita akan mendapatkan aneka ragam kisah kehidupan petani desa, umat islam desa, pendidikan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan sejuta warna kisah kehidupan yang inspiratif guna mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan, dan harmoni kehidupan.
Di dalam buku ini diulas beberapa hal, 1) Kisah Perjuangan K H Fuad Affandi dalam memperjuangkan kemajuan kaum tani di kawasan Rancabali, Bandung Selatan. 2) Menyingkap fenomena kesuksesan koperasi dalam menyukseskan sistem pertanian agrobisnis modern. 3) Metode perjuangan gerakan bersama kelompok tani dalam menghadapi pasar bebas. 4) Dan lain sebagainya. Di dalamnya juga memuat tips-tips dan kiat serta motivasi meraih sukses wirausaha dalam berbagai bidang melalui paradigma berpikir ilmiah khas KH Fuad Affandi, sang peraih penghargaan Kalpataru dalam bidang penyelamat lingkungan.
Ditulis dengan gaya tutur yang lugas dan penuh aroma sastrawi membuat kita enggan berhenti membacanya. Satu per satu kisah dikuakkan melalui cerita yang khas dan menarik. Kalau selama ini kata petani dikonotasikan sebagai sesuatu yang identik dengan kemiskinan, kebodohan, dan marjinal, maka buku ini menegaskan bahwa ada kenyataan lain, yakni kenyataan petani yang makmur, sejahtera, dan mampu mewujudkan kehidupan yang ramah lingkungan dengan tata kelola hidup Islam yang damai dan toleran. Kehidupan petani yang seksi.
Ahmad Baso, anggota Komnas HAM yang mengapresiasi sebelum buku ini dicetak, mengatakan, "Buku ini menyebut Kiai Fuad ”entrepreneur organik”. Kalau membaca buku ini kita memang bisa menyebut Kiai Fuad dengan tiga istilah sekaligus, yakni Kiai Organik, Intelektual Organik, atau Entrepreneur Organik. Tentang pemilihan salah satu dari ketiganya tentu penulis ataupun penerbit memiliki alasan tertentu. Akan tetapi, saya lebih suka menyebut Kiai Fuad sebagai kiai organik: kiai yang bukan hanya pengusaha, pelaku usaha, atau businessman. Atau, lebih dari itu, ia juga seorang manusia kebudayaan, yang menawarkan pikiran, idelogi, ide-ide, dan keyakinan. Ia memberikan harapan, siasat, dan juga solusi kepada masyarakat sekitarnya. Beliau mengajarkan bagaimana mereka percaya diri pada kemampuan dan kesanggupannya pribadi untuk mandiri dan berdikari, tidak bergantung pada orang lain.
Di tangan Fuad Affandi, agama yang biasanya dipraktikkan sebatas ibadah shalat, mengaji, dan berdoa, diubah menjadi agama yang bersifat sosial, menekankan etos kerja...”, serta agama sebagai etika pembebasan. Sang kiai bukan hanya tampil sebagai aktor penjaga nilai-nilai masyarakat, tetapi juga sekaligus sebagai agen perubahan sosial.
Ahmad Baso dalam catatan akhir ini mengatakan,.... bahwa figur Kiai Fuad dengan Pondok al-Ittifaq-nya adalah sebuah sosok yang penuh karakter. Karakter itu bukan hanya tecermin dalam dirinya, tetapi juga pada orang lain. Sejauh kita memandang dan membaca kehidupan Kiai Fuad, sejauh itu pula kita melihat efek dari pengaruh karakternya dalam membangun kepribadian orang lain. Kepribadian untuk mandiri secara ekonomi, berkarakter spiritual, serta berpijak pada kehidupan Tanah Air dan bangsanya, dan sekaligus menebar rahmat bagi masyarakat sekelilingnya.
Lalu simak pula pendapat Prof Dr Sri-Edi Swasono, Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia, yang mengatakan, entrepreneurial spirit Kiai Fuad tidak saja perlu ditularkan, disosialisasikan (sebagai pendidikan formal), tetapi bahkan harus bisa masuk mengisi silabus pendidikan formal sekolah-sekolah dan di kampus-kampus kita—biar menara gading bisa pula menjadi menara air yang bermanfaat secara sosial....”
Adapun dari sisi gerakan politik, Poppy Ismalina, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mengatakan,”....Buku Entrepreneur Organik ini adalah cermin bagaimana salah satu gerakan lokal itu tumbuh berkembang di Indonesia. Meskipun buku ini menjadikan Mang Haji (KH Fuad Affandi) sebagai tokoh sentral, kita akan mendapatkan eksplorasi gerakan lokal tersebut dibangun. Membangun dan mobilisasi inisiatif dan partisipasi masyarakat secara aktif adalah kata kunci dalam keberlanjutan gerakan kekuatan lokal. Pemimpin yang karismatik seperti KH Fuad Affandi di Bandung atau Muhammad Yunus di Banglades memang dibutuhkan dalam tahap awal gerakan tersebut, tetapi gerakan dapat dipertahankan dan dikembangkan dalam waktu yang cukup panjang jika memang kesadaran itu tumbuh dari bawah, dari dalam diri mereka sendiri. Apabila semua kondisi ini tercipta, tidak terlalu berlebihan kalau kita menjadi makin yakin bahwa another world is still possible di tengah dominasi dan kekuatan globalisasi.
Dan, AE Priyono, peneliti Reform Institute Jakarta, mengapresiasi buku ini dengan mengatakan secara lugas, "Buku ini mengisi banyak sekali kekosongan pengetahuan kita mengenai agama dalam praksis kehidupan sosial-ekonomi akar rumput. Selama ini agama di kalangan itu hanya difungsikan sebagai jalan ekstase untuk mengelabui keputusasaan. Tapi, buku ini memberi gambaran lain, sangat lain. K H Fuad Affandi bisa menjadi contoh kiai organik dan 'Islam organik' yang selama ini tertimbun oleh jenis-jenis selera keagamaan yang artifisial, penuh gincu ritualisme, dan status-quois...”
Selamat membaca.
Hasyim Rosidi, Pekerja Buku Asal Madiun.
Sumber: Kompas, 9 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar