- Oleh Mustainah
Oknum guru sekolah terlibat langsung di dalamnya. Guru secara terang-terangan membujuk AL (nama samaran), yang juga siswa terpandai di sekolah agar berkenan membuat contekan bagi teman lainnya.
Kasus ini patut disayangkan. Guru sekolah yang semestinya memberi bekal kejujuran pada anak didik justru mengajarkan tindakan tidak terpuji. Mencontek, apa pun alasannya berseberangan dengan nilai-nilai kejujuran yang pada zaman ini sudah semakin sulit ditemukan. Sekolah gagal menjadi benteng moral terakhir putra-putri Indonesia. Di sekolah mereka justru diajari berbohong.
Aksi mencontek massal bukan perkara baru. Hampir setiap UN, mencontek massal sudah lumrah terjadi. Hanya saja, tidak semuanya mencuat ke permukaan. Biasanya sudah ada semacam ”kesepakan gelap” antara guru dan pengawas untuk tidak terlalu ketat dalam mengawasi ujian.
Mencontek massal bisa muncul karena adanya ketakutan yang berlebihan, misalnya takut kalau siswa tidak lulus 100%. Sekolah lalu menempuh pelbagai cara yang dapat mencairkan ketakutan itu.
Ada satu hal yang belum bisa ditanamkan oleh sekolah, yakni kepercayaan diri. Kasus tersebut sebagai bukti baik sekolah maupun siswa belum memiliki kepercayaan diri yang memadai. Mereka masih ragu atas kemampuan diri sendiri. Di sinilah perlu ditegaskan lagi pentingnya kepercayaan diri. Bagimanapun sekolah berkewajiban membentuk manusia yang percaya diri, bukan sebaliknya. Semoga kasus tersebut menjadi pelajaran berharga betapa percaya diri dalam dunia pendidikan sangat penting ketimbang nilai-nilai ujian yang melangit, namun ditempuh dengan cara-cara tidak benar. (37)
— Mustainah SSi, guru PAUD Griya Nanda UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Sumber: Suara Merdeka, 16 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar