Pages - Menu

23 Maret 2011

Reformasi Masa Reses DPRD


  • Oleh Wahid Abdulrahman
DESAIN otonomi daerah (otda) saat ini memberikan tempat strategis bagi DPRD dalam penyelenggaraan pemda melalui fungsi legislasi, budgeting, kontrol, dan fungsi representasi. Namun di berbagai daerah tiga fungsi (legislasi, budgeting, dan representasi) tampaknya belum bisa dilaksanakan secara maksimal oleh legislatif. Terbukti dengan minimnya peraturan daerah (perda) yang merupakan inisiatif wakil rakyat. Sebagian besar perda yang dihasilkan sepanjang 2010 merupakan perda inisiatif dari eksekutif.

Dalam pelaksanaan fungsi budgeting, APBD yang tercipta kurang mengarah pada peningkatan perekonomian masyarakat. Belanja-belanja yang bersifat langsung masih kurang proporsional ketimbang jumlah belanja tidak  langsung. Alokasi belanja pada program-program yang menyentuh kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik kurang maksimal.


Demikian halnya dalam fungsi representasi, ruang yang mampu membuka aspirasi masyarakat kurang dibuka lebar sehingga berujung pada  rendahnya aspirasi warga yang berbuah pada kebijakan pemda. Lahirnya perda yang kurang senapas dengan aspirasi masyarakat dan program pemda yang kurang kompatibel dengan kebutuhan masyarakat merupakan salah satu bukti.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan fungsi DPRD saat ini adalah dengan mereformasi masa reses. Konsep reformasi dilakukan mengingat sejatinya reses bukan hal baru karena sudah ada sejak era Orba. Namun dinamika masa reses menunjukkan gejala kurang produktif bagi  peningkatan kinerja legislatif. Hal tersebut terlihat dari sejumlah persoalan besar dalam pelaksanaan masa reses.

Berikutnya adalah manajemen pengelolaan dan tindak lanjut hasil reses. Jamak terjadi di berbagai daerah, hasil reses sekadar menjadi ritual lisan sebatas pembacaan hasil dalam sidang paripurna untuk masing-masing fraksi. Hasil reses belum terdokumentasikan secara utuh, dibahas komperhensif melalui alat kelengkapan DPRD, terstruktur yang kemudian dapat dijadikan pegangan dalam penyusunan program pemda.

Lebih ironis lagi, laporan hasil reses yang disusun secara individu sekadar menjadi syarat administratif pertanggungjawaban keuangan yang minim pengelolaan dokumennya. Akibatnya hasil pelaksanaan reses tidak dapat ditindaklanjuti dengan baik dan efektif.

Reformasi Reses

Dengan kondisi demikian, tidak heran jika efektivitas dan efisiensi masa reses pun dipertanyakan. Di samping sebagai wadah menyerap aspirasi masyarakat masa reses sejatinya merupakan bagian dari proses pendidikan politik kepada masyarakat, karenanya diperlukan pembaharuan pelaksanaannya. Pertama; fraksi sebagai kepanjangan partai di DPRD harus memiliki agenda jelas dalam setiap masa reses. Materi apa yang harus disampaikan sehingga masyarakat mengetahui arah, program, dan capaian pembangunan daerah serta pada gilriannya dapat memberikan penilaian dan masukan produktif.

Kedua; anggota DPRD harus membuka ruang selebar-lebarnya kepada masyarakat untuk dapat mengikuti masa reses, tidak sebatas pada kader-kader partainya. Demikian halnya, di tingkat provinsi perlu membuka ruang bagi pemda (berdasar dapilnya) untuk memberikan masukan. Sebagai ilustrasi, di DPRD Jateng misalnya, secara kolektif semua anggota yang berasal dari Dapil Jateng VI menyelenggarakan forum dengan mengundang Pemda Kabupaten Magelang, Kota Magelang, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten Purworejo pada saat pelaksanaan masa reses. Hal yang sama juga dilakukan di tingkat DPRD kabupaten/kota dengan mengundang perangkat kecamatan dan pemerintah desa sehingga penguatkan fungsi representasi DPRD makin berjalan.

Ketiga; tindak lanjut hasil reses. Laporan hasil reses masing-masing anggota harus diolah menjadi satu dokumen, disusun sesuai dengan permasalahan dan masukan pada masing-masing urusan dan kewilayahan. Urusan pertanian, pendidikan, perempuan dan sebagainya, dan dari satu dokumen itu secara formal melalui alat kelengkapan DPRD (komisi) hasil tersebut dibahas lebih serius. Pemda juga bisa menggunakan dokumen tersebut sebagai salah satu masukan dalam penyusunan program sehingga masa reses tidak hanya ritual kegiatan namun memiliki makna bagi peningkatan fungsi DPRD. (10)

— Wahid Abdulrahman, dosen FISIP Undip, meneliti tentang evaluasi pelaksanaan masa reses tahun 2010 

Sumber: www.suaramerdeka.com / 23 maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar