Pada jaman dahulu kala, ketika Sangiran masih berupa hutan lebat dan berbukit-bukit, hiduplah sekelompok masyarakat dengan penuh kedamaian. Meskipun kondisi di daerah tersebut kurang subur namun mereka tidak pernah kekurangan pangan karena mereka rajin bercocok tanam dan beternak.
Suatu ketika ketentraman mereka tiba-tiba berubah menjadi kekacauan karena kedatangan bala tentara raksasa. Bala tentara raksasa tersebut merusak berbagai jenis tanaman dan memangsa hewan ternak, manusia terutama yang masih anak-anak. Penduduk dusun sangat ketakutan dan berlarian menuju sebuah desa di balik bukit untuk meminta bantuan kepada seorang seorang ksatria yang gagah perkasa bernama Raden Bandung.
Sebagai seorang Ksatria, Raden Bandung menyanggupi akan meminta para raksasa
meninggalkan dari dusun secara baik-baik akan tetapi para Raksasa menolak, bahkan para raksasa meminta setiap hari disediakan persembahan berupa seorang anak manusia sebagai makanan raja raksasa yang bernama Tegopati. Raden Bandung sangat marah dan terjadilah peperangan antara bala prajurit Raden Bandung dengan pasukan raksasa. Dalam peperangan sengit tersebut Raden Bandung beserta pasukannya terdesak. Namun Raden Bandung beserta sisa pasukan berhasil melarikan diri dan bersembunyi di tengah hutan. Dalam pengasingan Raden Bandung mendapatkan wangsit (wahyu) dari Dewa yang menasehati agar dia bertapa selama di hutan sewindu. Setelah sewindu bertapa Raden Bandung mendapat wisik dari dewata agar menenggelamkan diri (slulup) di sebuah telaga (kedung) yang banyak pohon beringinnya.
Setelah mendapat wisik tersebut Raden Bandung bergegas mencari lokasi telaga yang di sekitarnya banyak ditumbuhi pohon beringin. Sesampainya di telaga Raden Bandung segera menceburkan diri, di dalam air Raden Bandung bertemu dengan Dewa Ruci yang banyak memberikan wejangan atau petuah tentang berbagai hakekat hidup dan cara mengalahkan kejahatan yang dilakukan para raksasa. Pada akhir nasehatnya Dewa Ruci mengatakan “Sangir kukumu ing sela gilang kuwi minangka sanjata ngasorake para Denawa” (asahlah kukumu di batu itu sebagai senjata mengalahkan para raksasa).
Setelah kuku ditajamkan, Raden Bandung beserta pasukannya bergegas mencari Tegopati. Ketika sesampai desa, alangkah terkejutnya Raden Bandung melihat dusun kecil tempat dia pernah dikalahkan telah berubah menjadi kerajaan para raksasa yang bernama Glagah Ombo. Tanpa pikir panjang Raden Bandung dan pasukannya segera menyerbu kerajaan Glagah Ombo. Mendapat serangan mendadak, bala prajurit raksasa kalangkabut dan banyak yang terbunuh hingga darahnya berceceran dimana-mana (saren). Tegopati akhirnya sendiri tewas di ujung kuku Raden Bandung dengan usus terburai. Bangkai mayatnya dilemparkan jauh sampai jatuh terjengkang (jepapang).
Keterangan
• Kata “Sangiran” berasal dari kata “Sangir” yang berarti “asah”, sangiran sendiri berarti tempat atau batu untuk mengasah.
• Hutan tempat Raden Bandung bertapa sampai sekarang dipercaya menjadi sebuah Desa yang bernama Desa Tapan (tempat bertapa).
• Telaga (Kedung) tempat Raden Bandung menceburkan diri sampai sekarang dipercaya menjadi sebuah Desa yang bernama Kedung Wringin.
• Kerajaan Glagah Ombo sampai sekarang dipercaya menjadi desa kecil yang bernama Dusun Glagah Ombo yang masuk wilayah Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
• Pos penjagaan para raksasa sampai sekarang dipercaya berubah menjadi Dusun Jagan (tempat berjaga) masuk wilayah Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
• Kerajaan Raden Bandung sampai sekarang dipercaya menjadi sebuah desa yang bernama Desa Krajan.
• Tempat Tegopati mati terjengkang (jepapang) sampai sekarang dipercaya menjadi nama desa yang bernama Desa Bapang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar