Oleh An. Ismanto
Pemerintah semakin progresif dalam memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mendukung pendidikan. Baru-baru ini, Departemen Pendidikan Nasional telah memberikan layanan yang akan membuat banyak orang tua murid tersenyum lebih lega.
Setelah sempat menjadi polemik, akhirnya pembelian hak cipta buku-buku teks pelajaran oleh pemerintah dapat mulai menunjukkan manfaatnya. Teks buku-buku pelajaran tersebut kini ditayangkan di sebuah situs bernama Buku Sekolah Elektronik (BSE) milik Depdiknas, yang merupakan bagian dari Program Masal Buku Murah.
Selain BSE yang beralamatkan http://bse.depdiknas.go.id, pemerintah juga menyediakan beberapa situs pendukung. Yaitu SIBI (http://www.sibi.or.id) dan PUSBUK (http://www.pusbuk.or.id). Situs SIBI (Sistem Informasi Perbukuan Indonesia) adalah pendukung utama BSE dan merupakan informasi jaringan global yang disediakan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Diharapkan seluruh lapisan masyarakat dapat memperoleh informasi perbukuan Indonesia dengan cepat, mudah, dan akurat. Sedangkan situs PUSBUK adalah website resmi Pusat Perbukuan Depdiknas.
Dalam sambutannya di situs BSE, Mendiknas Bambang Sudibyo menjelaskan bahwa sampai saat peluncurannya, situs tersebut menyediakan 407 judul buku yang setiap tahun akan bertambah. Buku-buku teks pelajaran tersebut telah dinilai kelayakan pakainya oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) dan telah ditetapkan sebagai buku teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan dalam pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 46 Tahun 22007, Permendiknas Nomor 34 Tahun 2008, dan Permendiknas Nomor 41 tahun 2008.
Barangkali yang akan membuat orang tua murid lega adalah bahwa teks buku-buku tersebut dapat digandakan, dicetak, difotokopi, dialihmediakan, dan/atau diperdagangkan oleh perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum dalam rangka menjamin akses dan harga buku yang terjangkau oleh masyarakat. Masyarakat dapat pula mengunduh (download) langsung dari internet jika memiliki perangkat komputer yang tersambung dengan internet, serta menyimpan file buku teks pelajaran tersebut.
Depdiknas rupanya juga telah mengantisipasi kemungkinan komersialisasi buku-buku tersebut. Untuk menjaga agar harga buku-buku tersebut tetap murah, maka untuk penggandaan yang bersifat komersial, harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan pemerintah (proyeksi keuntungan 15 persen). Dengan demikian, tujuan dari program progresif ini dapat tercapai, yaitu menyediakan buku teks pelajaran yang lebih mudah diakses sehingga peserta didik dan pendidik di seluruh Indonesia maupun sekolah di luar negeri dapat memanfaatkannya sebagai sumber belajar yang bermutu dan terjangkau.
Ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian pemerintah dalam kaitannya dengan Program Masal Buku Murah ini. Pertama, ketersediaan jaringan internet di sekolah-sekolah. Ketersediaan jaringan internet di sekolah-sekolah dan rumah pribadi sampai saat ini belum merata. Sebagian besar jaringan tersebut hanya terpasang di sekolah-sekolah yang ada di sekitar area perkotaan. Padahal, di area-area ini juga tersedia toko-toko buku yang menjual buku-buku pelajaran konvensional. Akibatnya, terjadi penumpukan bahan pelajaran di area tersebut, sedangkan di area-area yang jauh dari kota buku pelajaran tetap langka.
Maka, ketersediaan situs pendidikan seperti BSE juga harus diimbangi dengan sarana jaringan internet yang lebih luas dan merata. Selain itu, program ini juga harus dibarengi dengan sosialisasi dan kampanye untuk menyebarkan informasi tentang BSE dan situs-situs pendukungnya kepada orang tua murid dan pendidik.
Kedua, harus dipertimbangkan juga bahwa penggunaan komputer di sekolah dan di rumah masih sekadar sebagai fasilitas tambahan dan belum menjadi kurikulum utama bagi peserta didik. Bila pengajaran komputer di sekolah dan di rumah masih terbatas pada aplikasi Word Processor dan Spreadsheet, misalnya, maka BSE akan mubazir. Dengan demikian, pendidik dan orang tua murid harus bertransformasi agar dapat bersikap internet friendly sehingga mampu membimbing anak-anaknya dalam internet education. Hal ini penting karena seperti yang kita tahu, internet adalah media demokratis yang free for all and contains all (bebas bagi semua orang dan mengandung semua hal).
Pendidik dan orang tua harus memahami bahwa kandungan internet termasuk juga situs-situs yang berbahaya bagi anak-anak usia sekolah, seperti situs porno dan kekerasan. Jangan sampai peserta didik dalam aktivitas educational browsing-nya ''tersesat'' ke situs-situs tersebut. Maka, pendidik dan orang tua murid yang telah internet friendly akan jeli untuk menyetel mesin pencari agar tidak menampilkan situs-situs yang berbahaya tersebut dalam hasil pencarian. Misalnya, pada mesin pencari Google yang populer, pendidik dan orang tua murid dapat menyetel fitur safe search dalam posisi ''on'' (terdapat dalam preferences) agar situs-situs yang berbahaya tidak ditampilkan.
BSE dan situs-situs pendukungnya adalah bukti bahwa pemerintah sekarang lebih responsif terhadap perkembangan teknologi untuk mendukung pendidikan. Namun, bila progresi ini tidak dilakukan dengan hati-hati dan memperhitungkan ancaman, selain kekuatan dan keuntungan dari teknologi internet, maka ia bisa menjadi bumerang yang akan kita sesali bersama di kemudian hari. (*)
*) An. Ismanto, pegiat buku di i:boekoe Jogjakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar