Perpustakaan, Sumber Ilmu Yang Terabaikan?*
Oleh : Romi Febriyanto Saputro
Dalam perjalanan dunia pendidikan di Indonesia ada suatu fenomena yang cukup menarik untuk direnungkan, yaitu terabaikannya perpustakaan sebagai salah satu sumber belajar. Padahal, perpustakaan merupakan salah satu ikon utama dunia pendidikan dalam rangka melaksanakan amanah Pembukaan UUD 1945, yaitu ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu UNESCO juga pernah merekomendasikan bahwa pendidikan untuk semua (education for all) akan lebih berhasil, jika dilengkapi oleh perpustakaan.
Ironisnya, saat ini kondisi perpustakaan di tanah air masih memperihatinkan. Hal ini tentu akan mempengaruhi kualitas pembelajaran yang ada di sekolah-sekolah kita.
Menurut Suyanto (2003), dalam bukunya yang berjudul Kurikulum Berbasis Kompetensi : Konsep, Karakteristik dan Implementasi, suatu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pembelajaran antara lain belum dimanfaatkannya sumber belajar secara maksimal, baik oleh guru maupun peserta didik. Maka tidaklah mengherankan jika dalam hal kualitas sumber daya manusia, Indonesia menduduki peringkat yang lebih rendah daripada Vietnam .
Kurikulum pendidikan nasional Indonesia sudah berkali-kali mengalami perubahan, namun ironisnya setiap pergantian kurikulum tidak membawa peningkatan yang cukup berarti bagi peningkatan kualitas perpustakaan sekolah. Pemerintah tidak pernah serius untuk membangun suatu perpustakaan sekolah yang berkualitas. Kurikulum selalu berubah tetapi nasib perpustakaan sekolah tetap tidak berubah.
Pada setiap pergantian kurikulum para elit pendidikan lebih tertarik untuk mengkomersialkan buku pelajaran atau yang lebih dikenal dengan buku paket. Sehingga setiap pergantian kurikulum selalu identik dengan pergantian buku paket, walaupun kadang-kadang yang berubah hanya sampulnya belaka.
Dengan dana miliaran rupiah pemerintah kabupaten/kota yang berkoalisi dengan penerbit begitu bersemangat untuk mencetak buku paket, walaupun kualitasnya masih perlu dipertanyakan. Hal inilah yang kemudian mengundang keprihatinan dari Mendiknas Malik Fajar, yang berjanji akan menghentikan komersialisasi buku pelajaran.
Mengapa dunia pendidikan kita kurang menaruh perhatian pada perpustakaan sekolah sebagai salah satu sumber belajar utama ? Pertama, persepsi yang meremehkan perpustakaan. Dalam persepsi sebagian elit pendidikan di tanah air perpustakaan bukan termasuk dalam ikon penting dunia pendidikan. Boleh jadi mereka beranggapan tanpa perpustakaanpun pendidikan sudah dapat berjalan dengan (baik?).
Hal ini terbukti dilapangan begitu banyak gedung sekolah yang didirikan tanpa mengalokasikan ruang untuk perpustakaan dalam perencanaannya. Perpustakaan biasanya hanya menempati "sisa" ruang yang sudah digunakan untuk kelas dan ruang guru. Bahkan kalau ada penambahan jumlah kelas boleh jadi ruang perpustakaan digusur untuk digunakan sebagai ruang kelas. Bahkan ada beberapa perpustakaan sekolah yang terkunci rapat, tanda tidak pernah ada aktivitas di dalamnya.
Selain itu banyak pendirian sekolah swasta baru yang mendapat izin dari pemerintah walaupun belum memiliki perpustakaan yang memadai. Seharusnya pemerintah membuat ketentuan untuk menjadikan perpustakaan sekolah sebagai syarat pengajuan izin mendirikan sekolah baru.
Kedua, pemerintah tidak punya kebijakan yang jelas tentang perpustakaan sekolah. Sampai sekarang juga tidak pernah jelas siapa yang harus mengelola perpustakaan sekolah, apakah menjadi tugas sampingan para guru bahasa atau ada pustakawan yang diangkat khusus untuk mengelola perpustakaan.
Disamping itu masalah (klasik) pendanaan juga merupakan penghambat utama bagi kemajuan perpustakaan sekolah karena belum jelas dianggarkan dari sumber dana yang mana. Kondisi yang demikian, tentu saja mengakibatkan perpustakaan sekolah menjadi terabaikan.
Ketiga, partisipasi guru dalam memotivasi anak didiknya untuk rajin mengunjungi perpustakaan masih kurang. Selama ini sebagian besar metode pengajaran guru hanya bertumpu pada satu jenis buku ajar. Akibatnya materi pelajaran yang disampaikan oleh seorang guru sepuluh tahun lalu boleh jadi akan sama dengan materi yang dia ajarkan sekarang.
Dengan kata lain materi yang di ajarkan tertinggal jauh dengan perkembangan ilmu pengetahuan di masa kini. Hal ini diperparah pula dengan kualitas buku ajar yang tidak mau mengikuti perkembangan jaman, baik itu terbitan penerbit pemerintah maupun swasta.
Metode belajar yang hanya bertumpu pada satu macam bahan pustaka, tentulah memiliki banyak kelemahan. Untuk menutup kelemahan ini, maka kehadiran perpustakaan sekolah yang berkualitas sudah tidak dapat ditunda-tunda lagi. Dalam dunia pendidikan semakin banyak literature yang digunakan, akan semakin baik hasilnya.
Dalam dunia pendidikan kita pernah ada istilah Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), yang artinya kurang lebih siswa diharapkan aktif dalam memperkaya dan memperdalam bahan ajar yang disampaikan guru. Ironisnya CBSA ini tidak didukung dengan perpustakaan sekolah yang qualified. Lalu darimana siswa dapat aktif kalau tidak disediakan sarana membaca yang memadai.
Perpustakaan sekolah sejatinya tidak hanya bermanfaat bagi siswa peserta didik, namun juga sangat berguna bagi guru untuk lebih mengembangkan wawasan dan cakrawala keilmuannya (Ingat, dalam kurikulum berbasis kompetensi nanti, pengajar dan anak didik sama-sama sebagai subjek belajar). Karena, boleh jadi suatu teori yang sepuluh tahun lalu dianggap sebagai suatu temuan ilmiah, sekarang sudah tidak relevan lagi.
Teori evolusi misalnya, yang begitu diagungkan oleh dunia barat, sekarang sudah banyak beredar buku yang membongkar kelemahannya, seperti buku karya Harun Yahya yang berjudul Keruntuhan Teori Evolusi.
Selain itu perpustakaan sekolah juga sangat diperlukan untuk mengasah kreatifitas dan kompetensi siswa, sehingga sejalan dengan tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang akan dilaksanakan pada tahun ajaran baru mendatang 2004/2005. Suatu kurikulum yang diharapkan akan mampu menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi tertentu setelah kelulusannya.
Siswa yang memiliki kompetensi menulis sastra akan lebih termotivasi dalam mengembangkan diri, jika didukung oleh koleksi sastra yang memadai di perpustakaan. Sehingga siswa diharapkan dapat berinteraksi langsung dengan karya-karya emas dunia sastra kita, seperti Siti Nurbaya, Layar Terkembang, Sengsara Membawa Nikmat dan sebagainya.
Disamping itu buku-buku yang membahas tentang teknik dan strategi cabang olah raga tertentu juga sangat diperlukan oleh siswa yang punya potensi olah raga ini, karena hal ini biasanya jarang diajarkan oleh guru olah raganya.
Perpustakaan sekolah merupakan investasi masa depan bangsa yang bersifat non materiil, yang hasilnya tidak dapat diukur secara kuantitatif, melainkan kualitatif. Jika dunia pendidikan kita serius dalam memperhatikan perpustakaan sekolah, terbentuknya sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas bukan merupakan impian. Bagaimanapun juga investasi non materiil pada akhirnya akan lebih berguna daripada sekedar investasi materiil.
Pembangunan aspek non materiil biasanya tertinggal daripada pembangunan aspek materiil, karena pembangunan aspek non materiil tidak segera kelihatan hasilnya sebagaimana pembangunan aspek materiil. Padahal pada akhirnya aspek non materiil inilah yang merupakan kunci utama bagi kemajuan suatu peradaban manusia.
Sebagaimana yang diungkapkan Will Durant dan Ariel Durant dalam bukunya The Lesson of History, bahwa kebangkitan sebuah peradaban atau bangsa sangat tergantung pada ada dan tidak adanya inisiatif individu-individu dan pikiran-pikiran kreatif mereka yang bisa mengembangkan energi positif dalam merespon secara efektif terhadap situasi yang berkembang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar