Pages - Menu

28 Februari 2012

Semangat Membangun Perpustakaan

Oleh REGINA RUKMORINI

Banjir lahar dingin yang bertubi-tubi terjadi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, membuat ratusan rumah roboh dan rusak serta banyak akses jalan dan jembatan putus. Namun, bencana itu tak meruntuhkan semangat Ida Fitri membangun perpustakaan bagi warga Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang.

Berdasarkan data Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang, pada Februari 2011, banjir lahar dingin yang terjadi pascaerupsi Gunung Merapi menyebabkan 246 rumah warga di Kabupaten Magelang roboh dan rusak. Dari jumlah itu, 87 rumah terhanyut. Bencana itu pun meruntuhkan satu jalur jembatan yang menjadi akses utama Magelang-Yogyakarta dan tiga jembatan antarkecamatan.


Di Desa Sirahan, di tepi Kali Putih, banjir membuat banyak rumah tetangga Ida dan bangunan TK Ibnu Hajar hancur. Rumah Ida pun dikepung air bercampur pasir setinggi satu meter, tetapi Taman Belajar Masyarakat (TBM) Ibnu Hajar di depan rumahnya tetap kokoh. Sebagian buku yang disimpan di sekolah itu bahkan tak basah.

”Kondisi perpustakaan pascabanjir itu seolah isyarat Tuhan bahwa niat untuk membuka perpustakaan harus jalan terus,” ujarnya.

TBM Ibnu Hajar milik Ida yang dibuka untuk umum mulai berdiri tahun 2006 dengan memakai sebagian ruangan dari rumahnya. Pada tahun 2009, TBM baru memiliki bangunan sendiri yang didirikan dengan total dana Rp 23 juta. Rinciannya, Rp 2,5 juta bantuan teman dan Rp 20,5 juta berasal dari koceknya.

Dengan susah payah, ia merintis perpustakaan itu. Maka, saat banjir memutus akses jalan sejumlah dusun, termasuk yang menuju TBM Ibnu Hajar di Dusun Glagah, Desa Sirahan, Ida terduduk lemas. Sebelum banjir menerjang, jumlah pengunjung TBM 40 orang per hari.

”Kalau sampai perpustakaan ini tutup sementara, akan sulit kami membangkitkan kembali minat baca dan tingkat kunjungan warga ke perpustakaan seperti sebelumnya,” ujarnya.

Meski menyadari kesulitan itu, Ida bersikeras melanjutkan upayanya membuka perpustakaan. Tak berapa lama setelah bencana, niatnya membangun perpustakaan menemukan jalan terang.

Saat sedang membersihkan sisa banjir di rumahnya, Februari 2011, ia bertemu Lindsay Ann Falklare, salah seorang jajaran manajemen hotel di Kabupaten Magelang yang tertarik membantu membangun kembali perpustakaan di Desa Sirahan.

”Karena akses jalan menuju rumah dan perpustakaan menjadi sulit, saya memilih bukulah yang mendekati pembaca. Bukan pembaca yang ke rumah saya untuk membaca buku,” ujarnya.

TBM Ibnu Hajar pun berubah nama menjadi Milangkori Satellite Library. Milangkori dalam bahasa Jawa berarti berkunjung, menyambangi setiap rumah. Nama itu disesuaikan dengan konsep perpustakaan yang mendekati rumah-rumah pembacanya.

”Selain bermakna mengetuk pintu rumah, perpustakaan ini juga diharapkan mampu mengetuk pintu hati setiap orang, menggugah niat mereka membaca,” ujarnya.

Jika sebelumnya hanya satu perpustakaan di satu lokasi, Milangkori Satellite Library tersebar di 14 lokasi dalam empat kecamatan, yaitu Kecamatan Muntilan, Ngluwar, Salam, dan Srumbung.

Setiap minggu, koleksi buku yang ada di satu perpustakaan diputar secara bergiliran ke perpustakaan lainnya. Untuk menjalankan aktivitas ini, Ida dibantu Lindsay dengan dua sepeda motor serta 14 rak, meja, dan lemari yang ditempatkan di 14 lokasi tersebut. Perpustakaan ini kini memiliki koleksi 4.500 buku dan 1.268 anggota.
Milangkori Satellite Library juga mempunyai dua relawan yang bertugas mendistribusikan buku dan empat relawan lainnya bertugas di ”belakang layar”, membantu memberi stempel dan menyampuli buku.

Kebiasaan

Berawal dari kebiasaan orangtua dan kerabatnya yang kerap memberi oleh-oleh berupa buku, Ida tumbuh sebagai pribadi pencinta buku dan gemar membaca. Buku menjadi sumber kegembiraan dan pencerahan karena memberi banyak pengetahuan dan kemampuan berimajinasi.

Ida mendirikan Taman Kanak-kanak Ibnu Hajar pada tahun 2001. Sampai kini, di sekolah itu ia menjadi guru sekaligus kepala sekolahnya. Sebelumnya, tahun 1995-2010, sehari- hari Ida juga menjadi pengajar di Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Memiliki perpustakaan sudah diinginkan Ida sejak masih kuliah. Setelah menikah, lalu anaknya beranjak dewasa dan kuliah di Yogyakarta, Ida menyusun buku-buku cerita anaknya ke dalam lemari dan meminjamkannya kepada anak-anak di sekitarnya. Jadilah TBM Ibnu Hajar pun didirikan dengan memakai bagian rumah yang dijadikan semacam paviliun.

Untuk memancing minat anak- anak, Ida menempatkan beragam permainan, seperti jungkat-jungkit dan ayunan di halaman rumah yang mencapai 4.000 meter persegi. Idenya berhasil, anak-anak berdatangan dan lama-kelamaan beralih membaca buku.

”Setiap habis membaca buku-buku yang dianggap menarik, mereka selalu bertanya apakah ada buku baru atau tidak,” ujarnya. Ida pun berusaha memenuhi keinginan itu dan hampir setiap hari berbelanja buku baru.
Tahun 2007 TBM Ibnu Hajar diresmikan Pemkab Magelang. Ida mendapat dana bantuan Rp 10 juta. Dari jumlah itu, sekitar Rp 7 juta digunakan untuk membeli buku dan sisanya untuk melengkapi fasilitas perpustakaan.

Tahun 2009, sebagai guru, Ida mendapat dana tunjangan sertifikasi Rp 18 juta. Dana itu membuat dia mampu mengembangkan perpustakaan idaman. Pada tahun itu pula bangunan TBM didirikan.

”Rasanya senang tak terkira melihat gedung perpustakaan yang saya idamkan berdiri,” ujarnya.
TBM Ibnu Hajar menjadi perpustakaan yang dilengkapi ruang internet, ruang koleksi buku, ruang berlatih teater, dan gazebo-gazebo sebagai tempat membaca. Ida juga membangun kolam pembibitan ikan sebagai media belajar bagi warga setempat.

Dia masih bermimpi melengkapi fasilitas TBM dengan warung makan murah dan ruang bagi anak-anak belajar bersama. Namun, semua keinginan itu urung dia lakukan saat bencana banjir lahar dingin menerjang.
Ida merasa harus realistis. Tak ada yang perlu disesali, dia pun terus berupaya mengembangkan perpustakaan. Tahun 2011 ia mengusulkan bantuan dana dari pemerintah untuk membuat TBM berbasis elektronik. Usulannya diterima. Ida mendapatkan bantuan dana Rp 27 juta untuk mewujudkannya.

Dengan merealisasikan TBM berbasis elektronik, Ida ingin agar lebih banyak orang di desa-desa sekitarnya tak lagi gagap teknologi.

”Ke depan, orang-orang desa pasti bisa membaca e-book,” ujar Ida meyakinkan.

Sumber: Kompas, 27 Februari 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar