Oleh : Romi Febriyanto Saputro
A. Pendahuluan
Teori psikologi manusia dalam konteks membicarakan hubungan pribadi dengan perilaku individu pada mulanya dipelopori oleh Carl Rogers. Namun teori ini, baru popular setelah Abraham Maslow mengembangkan teori motivasinya. Maslow berpendapat bahwa motivasi seseorang merupakan dasar seseorang untuk berperilaku. Sedangkan motivasi manusia itu sendiri adalah manifestasi dari apa yang disebut dengan kebutuhan.
B. Teori Maslow
Maslow merumuskan jenjang kebutuhan (hierarcy of need) manusia ke dalam lima tingkatan.
1. Kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan pertama/dasar manusia yang harus dipenuhi. Sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (tempat tinggal) dan kebutuhan biologis lainnya merupakan kebutuhan pokok yang harus segera dipenuhi. Setelah kebutuhan ini terpenuhi, maka manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya.
- Kebutuhan akan rasa aman. Manusia memerlukan keselamatan dan keamanan (safety and security) di segala bidang. Bebas dari segala rasa takut dan memperoleh keselamatan diri, pekerjaan, harta, dan benda. Manusia dalam kehidupannya menginginkan kepastian masa depan, terutama di hari tua. Setelah kebutuhan ini terpenuhi, maka akan timbul motivasi untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi lagi.
- Kebutuhan sosial (social affilition). Manusia ingin diakui sebagai anggota masyarakat yang berperan aktif dalam kehidupan sosial. Manusia merasa diperlukan dan memerlukan masyarakat. Bila kebutuhan ini dapat dipenuhi, maka kebutuhan keempat akan berusaha dipenuhi oleh manusia.
- Kebutuhan akan penghargaan (esteem/recognition). Manusia ingin memperoleh penghargaan dan penghormatan dari orang lain. Rasa penghormatan ini akan menumbuhkan berbagai perasaan positif seperti percaya diri, prestise, wibawa, dan lain-lain. Setelah memperoleh kebutuhan ini, maka akan timbul motivasi untuk memenuhi kebutuhan terakhir.
- Kebutuhan pengembangan dan aktualisasi diri (self Actualization). Setelah memenuhi semua kebutuhannya, manusia akan terpacu untuk melakukan sesuatu dalam rangka mengembangkan diri dan berbuat untuk diri sendiri sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Teori Maslow ini perlu diperhatikan oleh pemerintah pusat, Perpusnas RI, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan semua pihak yang ingin pustakawan bekerja secara profesional menjadi agen informasi, ilmuwan, dan pendidik. Penerapan teori Maslow untuk memberdayakan pustakawan secara profesional adalah sebagai berikut :
- Kebutuhan dasar seorang pustakawan harus dapat terpenuhi. Pustakawan berhak untuk memperoleh kesejahteraan yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Gaji dan tunjangan fungsional pustakawan harus mampu mencukupi kebutuhan dasar seperti : makan, pakaian, perumahan,dan kebutuhan pokok lainnya. Terpenuhinya kebutuhan pokok ini diharapkan akan memacu motivasi pustakawan untuk meningkatkan kinerjanya.
- Pustakawan harus merasa aman dalam melaksanakan tugasnya. Pustakawan perlu diberi rasa aman untuk mengumpulkan angka kredit yang dibutuhkan untuk kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi. Pustakawan harus dibebaskan dari rasa takut tidak dapat memenuhi target angka kredit yang disyaratkan. Telaah ulang kebijakan pemerintah terhadap angka kredit pustakawan ini penting untuk dilakukan, agar pustakawan memperoleh kepastian dalam kenaikan pangkat, dan masa depannya.
- Pustakawan sebagai agen informasi pantas memperoleh pengakuan dari pemerintah dan masyarakat. Keberadaan jabatan fungsional pustakawan hingga saat ini belum memperoleh pengakuan penuh dari pemerintah kabupaten/kota. Terbukti masih sedikitnya usaha yang serius untuk mengadakan formasi pustakawan pada saat penerimaan CPNS, baik pustakawan untuk perpustakaan umum kabupaten/kota maupun untuk perpustakaan sekolah. Rekrutmen CPNS oleh pemerintah kabupaten/kota untuk formasi pustakawan dari kalangan S-1 dan D-3 ilmu perpustakaan merupakan langkah awal untuk pengakuan tersebut.
- Penghargaan pemerintah kepada pustakawan masih perlu ditingkatkan. Pustakawan mesti dihargai sebagaimana pemerintah menghargai jabatan struktural dan jabatan fungsional yang lain semacam guru, dosen, widyaiswara, dan dokter. Penghargaan dapat berwujud materiil maupun non materiil. Penghargaan materiil dapat berupa tunjangan jabatan fungsional yang layak, fasilitas kendaraan operasional, dan insentif khusus dari pemerintah daerah. Penghargaan non materiil dapat berupa beasiswa tugas belajar D-3, S-1, S-2, dan bahkan S-3 perpustakaan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pustakawan. Selain itu penghargaan non materiil juga dapat berupa pemberian kesempatan kepada pustakawan yang memiliki prestasi dan pangkat yang memenuhi syarat untuk dipromosikan menduduki jabatan struktural eselon IV, III, dan II di bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi.
- Setelah empat kebutuhan terdahulu terpenuhi, maka pustakawan barulah dapat melakukan aktualisasi diri dengan melakukan berbagai kegiatan pengembangan profesi. Pengembangan profesi menuju agen informasi, ilmuwan, dan pendidik yang prefesional diharapkan dapat memberikan sejumlah umpan balik positif kepada pustakawan berupa citra positif di masyarakat. Semakin tinggi peradaban manusia, maka kebutuhan akan aktualisasi diri akan semakin penting.
C. Teori Dua Faktor
Selain Abaraham Maslow, Frederick Herzberg juga mengembangkan teori motivasi yang terkenal dengan teori dua fakor. Menurut Herzberg terdapat dua faktor yang berbeda, yang menyentuh perilaku manusia dalam tugas pekerjaannya sehari-hari, yaitu :
1) Faktor hygiene, yang menyentuh manusia melalui rasa puas dan tidak puas dalam pekerjaannya dalam kaitan dengan lingkungan kerjanya.
2) Faktor Motivator, yang menyentuh manusia melaui rasa cinta/senang dan tidak cinta/senang bekerja dan dapat meningkatkan/menurunkan produktivitas kerja.
FAKTOR HYGIENE | FAKTOR MOTIVATOR |
1.Lingkungan perpustakaan yang kondusif meliputi : - koleksi bahan pustaka - sarana dan prasarana - ragam layanan 2.Kebijakan pekerjaan yang berpihak kepada pustakawan. - angka kredit yang realistis untuk kenaikan pangkat 2 tahun sekali - kemudahan dalam mencari angka kredit - Penghapusan ketentuan diskriminatif (Pasal 9 Kep.Menpan No. 132/KEP/M.PAN/2002) - kemudahan dalam prosedur birokrasi kenaikan pangkat 3.Kesejahteraan yang memadai : - tunjangan jabatan setara dengan struktural - insentif khusus untuk pengembangan profesi. - fasilitas kendaraan operasional | 1.Karakteristik pekerjaan itu sendiri yang meliputi : - pustakawan sebagai agen informasi - pustakawan sebagai ilmuwan - pustakawan sebagai pendidik 2.Prestasi kerja, meliputi : - Berhasil memenuhi target angka kredit yang ditentukan - Kenaikan pangkat tepat 2 (dua) tahun sekali. - Rasa bangga sebagai pustakawan 3.Tantangan kerja - minat baca yang tinggi - minat menulis yang tinggi - meningkatkan minat baca masyarakat - memperbaiki citra pustakawan 4.Peningkatan tanggung jawab dan pengembangan diri meliputi : - kesempatan menduduki jabatan struktural bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi - kesempatan untuk melakukan penelitian dan pengembangan bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi |
Faktor hygiene tidak meningkatkan produktivitas atau peningkatan hasil kerja, melainkan sekedar menjadi faktor pemelihara, untuk mempertahankan tingkat kepuasan kerja. Tetapi jika faktor hygiene ini diturunkan dapat mengakibatkan menurunnya produktivitas. Faktor hygiene meliputi lingkungan kerja, kebijaksanaan dan administrasi pekerjaan, pengawasan, kondisi kerja, hubungan antar personal, uang, status, dan keamanan.
Pemberdayaan Pustakawan Berdasarkan Teori Dua Faktor
Motivator menyentuh rasa kecintaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Faktor ini menyentuh rasa puas terhadap keberhasilan, kecintaan kepada profesi, pengakuan, memperoleh pengalaman bekerja yang memberi tantangan dan tanggung jawab. Faktor motivator meliputi pekerjaan itu sendiri, prestasi kerja, pengakuan, tantangan kerja, peningkatan tanggung jawab, pertumbuhan dan pengembangan.
Faktor hygiene mencerminkan sesuatu yang tidak dapat dipengaruhi secara langsung oleh pustakawan, melainkan merupakan produk dari institusi yang menaungi pustakawan. Jadi, faktor hygiene merupakan kewajiban pemerintah untuk memenuhinya. Untuk meminimalkan dampak negative dari faktor hygiene terhadap produktivitas seorang pustakawan, faktor motivator dapat memberi peran yang cukup besar, karena faktor motivator sesungguhnya berada dalam diri seorang pustakawan.
Pustakawan harus menjadi pribadi yang dewasa (mature), yang dalam melaksanakan tugas tidak terpengaruh oleh faktor-faktor hygiene. Jangan sampai karena ketiadaan salah satu faktor hygiene – misalnya kesejahteraan kurang layak – menjadikan seorang pustakawan pribadi yang belum dewasa (immature) yang mudah terombang-ambing oleh perubahan faktor hygiene. Douglas Mc. Gregor mengatakan bahwa faktor hygiene mencerminkan pribadi yang belum dewasa, sedangkan faktor motivator mencerminkan pribadi yang telah dewasa.
D. Kesimpulan
Teori psikologi manusia dapat menjadi cermin bagi pustakawan sekaligus bagi para pejabat struktural di lingkungan perpustakaan untuk menjalin kerja sama yang baik. Bagi pustakawan, teori psikologi manusia merupakan sarana untuk lebih mengenal potensi diri. Potensi diri inilah yang akan sangat berguna dalam menghadapi tantangan yang kian hari tentu kian berat. Sementara itu, bagi para pejabat strukural dapat memberikan arah guna menghasilkan kebijakan yang menguatkan potensi pustakawan. Bukan sekedar menyalahkan melainkan memberikan solusi yang realistis dan kondusif.
Bibliografi
Herzberg, Frederich. 1982. The Managerial Choice : of be efficient and to be Human. Homewood , Illinois : Dow – Jones Irwin.
Maslow, Abraham. 1970. Motivation and Personality. New York : Harper and Row Publisher.
*Romi Febriyanto Saputro, S.IP adalah Kasi Pembinaan, Penelitian dan Pengembangan Perpustakaan (Binalitbang) di Kantor Perpustakaan Daerah Kabupaten Sragen. Juara Pertama Lomba Penulisan Artikel Tentang Kepustakwanan Indonesia Tahun 2008 yang diselenggarakan oleh Perpusnas RI.
Sumber : Majalah Buletin Pustakawan Edisi 2 Tahun 2011/ Mei – Agustus 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar