- Kalil : Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unimus Semarang
Jika dalam hadis pertama menunjukkan pentingnya mencari penghasilan dengan usaha pribadi, maka pada hadis kedua secara terang Rasulullah menganjurkan kepada umatnya untuk berusaha dalam bentuk berdagang (baca: wirausaha).
Dewasa ini, wirausaha memang menjadi tantangan bagi mahasiswa. Mahasiswa tidak hanya dituntut kecerdasan intelektual, tapi juga kemampuan menangani permasalahan penting di masyarakat, peka sekaligus cerdas menyikapi peluang, tidak membatasi diri dalam pergaulan (membangun network seluas-luasnya), dan mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk terjun di masyarakat.
Sangat disayangkan ketika mahasiswa hanya berkutat dengan buku-buku tebal, sedangkan masyarakat sangat membutuhkan solusi cerdas untuk penyelesaian masalah ekonomi. Seyogianya mahasiswa mampu sejak dini untuk berkarya di masyarakat, bukan malah menunggu kelulusan yang akhirnya hanya dipungkasi untuk mengejar status aman, pekerjaan mapan. Dalam hal ini, wirausaha merupakan salah satu solusi yang tepat di masyarakat. Dengan melatih jiwa entrepreneurship sejak di bangku kuliah, kematangan pola pikir dan kesiapan berkarya akan terasah dengan sendirinya.
Masalah yang kemudian timbul ketika mahasiswa hendak berwirausaha adalah rasa gengsi dan malu akan statusnya yang lebih tinggi dari anggota masyarakat pada umumnya. Tidak boleh ada istilah malu ataupun gengsi dalam berwirausaha, apalagi hal tersebut timbul karena menganggap diri lebih baik statusnya di masyarakat. Menganggap diri sebagai kaum terpelajar, namun ’’membodohi’’ diri dengan membiarkan ilmu di bangku kuliah menguap sia-sia tanpa memberikan manfaat di masyarakat.
Mahasiswa adalah agen perubahan, bukan oknum yang menambah jumlah angka pengangguran hanya karena malu dan gengsi. Buang rasa malu ketika menjadi mahasiswa wirausaha, dan wajib malu ketika menjadi mahasiswa biasa yang tidak bisa apa-apa, dan bukan siapa-siapa!
Hidup adalah beribadah kepada Allah. Berwirausaha akan mendapatkan penghasilan plus pahala jika diniatkan sebagai ibadah. Ibadah yang sesuai syariat: jujur, halal, dan bermanfaat. Selalu memegang prinsip bahwa bekerja adalah untuk ibadah, bukan kekayaan. (24)
Sumber: Suara Merdeka, 17 September 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar