Pages - Menu

30 Juli 2011

Tangkap Cumi dengan Alat yang Ramah Lingkungan

oleh Baskoro

KE depan, pengembangan teknologi penangkapan ikan diarahkan pada teknologi yang ramah lingkungan. Dengan cara ini, kita dapat memanfaatkan sumber daya perikanan secara berkelanjutan.

Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampat negatif terhadap lingkungan. Alat tangkap tersebut tidak merusak dasar perairan, dan tidak berdampak negatif terhadap biodiversity.


Penerapan teknologi ini juga merupakan tuntutan global. Dunia internasional akan memboikot ekspor ikan dari negara yang sistem penangkapan ikannya masih merusak lingkungan.

Teknologi penangkapan ikan, khususnya di Juwana, Kabupaten Pati, dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Jaring cumi merupakan alat tangkap yang layak untuk dikembangkan guna mendukung peningkatan produksi.

Sarana ini merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan tidak merusak habitat. Hasil tangkapan merupakan produk perikanan bernilai ekonomis tinggi, yaitu cumi-cumi dan tenggiri.

Nelayan menangkap ikan dengan metode multi purpose fishing gear,  yaitu dalam satu kapal mengoperasikan dua alat tangkap yang berbeda, jaring cumi dan pancing.

Alat tangkap jaring cumi dioperasikan antara bulan Juni - Desember yang merupakan musim cumi, dan untuk alat tangkap pancing dioperasikan antara bulan Maret ñ Mei untuk menangkap tenggiri. Bulan Januari - Februari merupakan musim paceklik. Biasanya ombak sangat besar sehingga nelayan tidak melaut, karena sangat berbahaya bagi keselamatan.

Berdasarkan informasi dari Ketua Paguyuban Mina Samudera Raya, jumlah armada alat tangkap ini 45 unit. Kapal jaring cumi yang menjadi anggota paguyuban dibedakan berdasarkan pendingin di atas kapal, yaitu kapal berpendinginan es dan berpendinginan langsung (refrigrator / palka berinsulasi ).

Dari 45 unit kapal, sebanyak 30 unit menggunakan pendinginan es berukuran 20 GT dan sebanyak 15 unit menggunakan refrigrator berukuran 28 GT.

Alat Bantu

Alat tangkap jaring cumi berbentuk seperti jala yang pengoperasiannya dijatuhkan dari atas kapal. Waktu pemakaiannya mulai menjelang malam hari hingga menjelang pagi hari berkisar antara pukul 18.00 sampai dengan pukul 05.00 WIB. Didukung dengan alat bantu penangkapan berupa lampu, yang mulai dinyalakan setelah matahari mulai terbenam. Alat tangkap jaring cumi memiliki lampu yang dikelompokkan menjadi 3 macam, yaitu lampu pengumpul ikan (fish gathering lamp), lampu pengarah ikan (fish leading lamp ) dan lampu pencari ikan ( fish searching lamp ).

Jenis lampu  pengumpul  ikan adalah lampu galaxy 1.500 watt sebanyak 18 set. Sementara lampu pencari ikan yang digunakan adalah lampu mercury sebanyak 2 buah. Lampu lain  yang digunakan dalam kegiatan penangkapan cumi adalah lampu halogen 1.000 watt sebagai lampu pengarah ikan dan lampu dop pajer yang berfungsi sebagai penerangan di atas dek.

Tahapan pengoperasian alat tangkap (jaring) cumi, antara lain jaring yang disangga dengan tiang-tiang disiapkan melalui sisi kapal, yang diatur sedemikian rupa sehingga posisinya menggantung dengan  mulut jaring terletak di bawah dalam posisi terbuka dan posisi kantung berada paling atas. Setelah kurang lebih 1 jam, saat cumi sudah terkumpul karena tertarik oleh cahaya lampu, maka jaring dijatuhkan dan mengurung cumi, kemudian diangkat ke atas dek.

Penanganan hasil tangkapan di atas kapal memegang peranan sangat penting dalam menjaga kualitas hasil tangkapan agar tetap segar, sehingga mempunyai nilai jual yang tinggi. Ikan merupakan salah satu bahan makanan yang mudah membusuk. Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan diangkat dari air, dengan perlakuan suhu rendah dan memperhatikan faktor kebersihan dan kesehatan. Kelemahan sistem ini adalah es tidak dapat bertahan lama sehingga kualitas hasil tangkapan dalam waktu lama menjadi menurun dan harga jualnya rendah.

Berbeda dari kapal refrigrator, hasil tangkapan lebih terjaga kesegarannya sehingga mempunyai nilai jual lebih tinggi.

Daerah penangkapan adalah Laut Jawa. Sebenarnya nelayan berkeinginan untuk beroperasi lebih jauh ke Pulau Buru dan Laut Arafura yang masih banyak cumi-cumi. Tetapi terkendala dengan sarana yang kurang mendukung. Untuk meningkatkan daerah jelajah diperlukan kapal dengan ukuran 30 GT ke atas dan berpendingin refrigrator. Penghasilan satu trip berkisar Rp 350 juta. Daerah pemasaran adalah Jakarta, Cirebon dan Juwana. Sementara pasar  ekspor adalah China dan Taiwan.

Penangkapan dengan jaring cumi masih terbuka peluang untuk pengembangannya, sehingga dapat memberikan konstribusi yang lebih banyak untuk peningkatan produksi perikanan.(24)

Sumber: Suara Merdeka, 25 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar