Beragam jenis wayang di Indonesia terancam punah. Dari sekitar 100 jenis wayang di Indonesia, kini tinggal beberapa jenis saja yang masih dipagelarkan. Upaya pelestarian terkendala dana dan minimnya dukungan masyarakat.
Menurut Eko Tjipto, Ketua Umum Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi), sekarang ini beberapa jenis wayang dimainkan karena masih memiliki masyarakat pendukungnya, antara lain wayang kulit purwa gaya Jawa Timur, Surakarta, Yogyakarta, Cirebon dan Banyumas ; wayang golek Sunda, wayang Bali, wayang Sasak (Lombok), wayang Kancil yang berkisah tentang dunia binatang, dan lain-lain. Beberapa jenis wayang lainnya, seperti wayang Jemblung (Banyumas), wayang Klithik dan Krucil (Jawa Timur), wayang Gedhog (Jawa Tengah), wayang Banjar (Kalimantan), dan lain-lain sudah nyaris punah. Bahkan, punah.
"Harus ada campur tangan pemerintah untuk ikut melestarikan wayang, terutama wayang yang sudah tidak memiliki masyarakat pendukungnya," kata Tjipto, Senin (18/7), di sela-sela acara pra pegelaran Festival Dalang Bocah tingkat Nasional di Jakarta. Festival yang akan diadakan 21-23 Juli 2011 di Museum Bank Indonesia ini salah satu upaya mengenalkan kembali seni tradisi wayang di kalangan generasi muda.
Wayang sudah ada di Indonesia sejak masa pra sejarah. Seni tradisi ini menjadi salah satu akar pembentuk jati diri bangsa Indonesia.
Pemerintah Singapura yang tradisi wayangnya tidak mengakar seperti di Indonesia, bahkan menjadikan wayang, salah satunya wayang kulit purwa Indonesia, sebagai bagian dari pembentuk identitas bangsanya. Negara itu membangun museum wayang yang sebagian koleksinya adalah wayang Indonesia.
Tjipto mengatakan, pemerintah seharusnya memiliki strategi menyelamatkan wayang dari kepunahan. Salah satunya mengenalkan seni tradisi ini di sekolah-sekolah. Pemerintah seharusnya juga bisa mendorong wayang sebagai bagian dari industri pariwisata.
"Wayang jangan hanya berkembang di Jakarta, tetapi seharusnya juga di daerah-daerah. Minimal dengan menjadikan wayang sebagai tontonan wisatawan agar beragam jenis wayang tetap hidup," ungkap Tjipto.
Secara terpisah, Ketua Umum Sena Wangi, Solichin, mengatakan, bahasa menja di kendala pelestarian wayang di kalangan generasi muda karena sekarang ini ada kecenderungan anak-anak tak lagi memahami bahasa ibunya. Sesuai perkembangan zaman wayang memang mengalami pergeseran bahasa. Namun, lanjut Solichin, pergeseran itu tak bisa dipaksakan. "Biarkan wayang berakulturasi dalam bahasa agar tidak kehilangan roh nya," kata dia.
Kompas, 19 Juli 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar