- Oleh Muhammad Noor Ahsin
Mahasiswa yang demikian, tentu tidak hanya dapat mengharumkan nama baik dirinya, tapi juga dapat membanggakan seluruh civitas academica kampus tempatnya menuntut ilmu.
Dengan menulis di media massa, seseorang akan dikukuhkan sebagai warga intelektual. Serta, kiranya tidaklah berlebihan apabila mereka dikatakan sebagai ’’selebritas’’ kampus.
Manfaat yang didapat dari aktivitas menulis tentu sangat banyak. Sahabat Ali bin Abi Tholib pernah mengatakan, ikatlah ilmu dengan tulisan. Perkataan yang bernada anjuran menulis ilmu tersebut tentu mempunyai makna yang sangat dalam. Dengan aktivitas menulis, seseorang akan dimuliakan karena ilmu yang ia tulis. Itu sesuai dengan janji Allah kepada makhluknya, yaitu Allah akan mengangkat derajat orang-orang berilmu menjadi beberapa derajad. Makna kata derajad di atas tentu adalah kemuliaan. Pembuktian kemuliaan itu dapat diketahui melalui dua cara, yaitu mulia di dunia (mendapat materi) dan mulia di akhirat (ahli surga).
Dalam lingkup kampus, mahasiswa yang tulisannya dimuat, tidak jarang tiba-tiba menjadi bahan perbincangan karena menulis di media massa. Mungkin itulah salah satu dampak positif yang akan didapat seseorang mahasiswa yang namanya bisa nongol di media massa. Seorang yang menulis tentu akan dikenal secara positif oleh warga kampus dan masyarakat. Di samping itu, ketika tulisan yang ditulis mahasiswa dapat memberikan manfaat kepada khalayak umum, tentu dapat bernilai ibadah, dan kerja kreatif tersebut tentu bisa mendapatkan pahala. Orang yang berpahala, jaminannya adalah surga.
Dengan menulis, para mahasiswa dapat menuangkan bermacam ide ke dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan sebuah aktivitas intelektual dan wujud eksistensi seseorang untuk berkiprah dan berbagi ide kepada orang lain. Kebahagiaan seorang penulis adalah ketika tulisannya dimuat di media massa, lebih-lebih ketika dikomentari seseorang, menjadi buah bibir, dan tentunya ketika menerima honor.
Para pemikir zaman dahulu, seperti Aristoteles, Plato, Einstein, Ki Hajar Dewantara, RA Kartini, Soe Hok Gie, dan sebagainya dapat diketahui kadar intelektualitasnya, salah satunya melalui karya atau tulisan yang dihasilkannya. Walaupun mereka sudah meninggal, tapi mereka seolah masih ada dan masih bisa memberi manfaat karena telah meninggalkan tulisan atau karya yang bisa dibaca setiap orang sepanjang massa.
Membaca
Sayangnya, masih sedikit mahasiswa dan warga umum yang rajin menulis di media massa.
Diskursus kegiatan menulis atau budaya literasi di kalangan mahasiswa memang belum semarak. Bisa dikatakan hanya mahasiswa-mahasiswa tertentu saja yang eksis dan rajin menulis. Itu pun persentasenya masih sangat sedikit.
Kendati demikian, asalkan ada keinginan, niat dan usaha yang tekun untuk menulis, semua mahasiswa tentu bisa menjadi penulis. Semangat menulis sudah semestinya ditumbuhkan dalam diri setiap mahasiswa. Janganlah berhenti menulis hanya gara-gara beralasan tidak punya waktu atau sebagainya.
Tetaplah menjaga konsintensi dalam menulis. Selain itu, hal penting untuk menunjang profesi menulis adalah dengan banyak membaca buku. Bisa dikatakan, buku adalah gudang ilmu dan gudang kosakata yang dapat menjadi amunisi mahasiswa dalam menulis. Sangatlah mustahil menjadi penulis jika kita tidak suka membaca. Karena membaca itu berbanding lurus dengan kemampuan menulis.
Dengan membaca, kita banyak menemukan informasi, ide, dan imajinasi. Karena bacaan dapat menjadi sumber atau referensi yang bisa kita kemas menjadi sebuah tulisan yang bagus. Membaca tidak hanya yang berbentuk buku, tapi juga membaca secara luas, dalam arti membaca fenomena dan permasalahan yang ada dalam masyarakat. Jadi mahasiswa dituntut peka terhadap keadaan lingkungan sosialnya. Di sinilah elemen faktor membaca begitu sangat penting sekali. Kita bisa menyelami berbagai macam kota, negara, benua dan seluruh tempat di dunia dengan membaca.
Setelah banyak membaca lalu menulislah. Gagasan yang hanya diomongkan secara lisan tidaklah akan bertahan lama.
Mahasiswa jangan hanya pintar pidato dan sekadar retorika saja. Putuskan mulai sekarang ini untuk selalu menyempatkan waktu membaca dan menulis.
Seperti pepatah latin, scripta manent verba volant (yang tertulis akan mengabdi, yang terucap akan berlalu bersama angin). (24)
—Muhammad Noor Ahsin SPd, mantan aktivis pers mahasiswa di Tabloid Nuansa BP2M Unnes, pendidik dan peneliti sosial di Madrasah Aliyah NU TBS, Kudus.
Sumber: Suara Merdeka, 25 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar