Musim Jualan Politik
Kita tampaknya sedang dikepung oleh berbagai iklan poli- tik dari berbagai figur elite politik yang kerap muncul tiap jam di berbagai stasiun televisi dan di berbagai media cetak.
Di televisi kita menyaksikan iklan politik begitu marak.Tidak berlebihan bila kita mengatakan bahwa tiada hari tanpa iklan politik di televisi. Iklaniklan politik itu telah merasuk dalam ruang-ruang privat kita, saat kita sedang beristirahat menikmati acara televisi kesukaan kita.Sedang asyik-asyiknya menonton acara favorit, tiba-tiba kita disuguhi iklan politik.
Di antara tokoh dan partai politik yang gencar beriklan di televisi adalah Prabowo Subijanto bersama Partai Gerindra, Susilo Bambang Yudhoyono dengan Partai Demokrat, Megawati dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Selain digempur iklan politik di televisi, di media massa cetak juga kita disuguhi hal yang sama.Dari halaman muka, tengah, dan belakang surat kabar kita mendapat sajian sejumlah iklan politik para tokoh yang hendak maju sebagai calon presiden, para calon anggota legislatif, dan gambar-gambar partai politik.
Wajah-wajah mereka beserta tanda gambar partai politik terpampang disertai janji atau slogan-slogan yang mereka usung sambil tidak lupa mengajak untuk memilih mereka. Di sejumlah tempat-tempat umum di kota-kota, di jalan-jalan utama, di perempatan-perempatan jalan, kita bukan saja dibanjiri oleh bendera-bendera parpol,tetapi juga ditaburi berbagai iklan politik dalam bentuk billboard, baliho, dan spanduk-spanduk.
Wajah-wajah calon legislatif tingkat nasional atau tingkat lokal seperti berebut tempat untuk memasangnya di baliho-baliho besar. Tidak lupa di belakang mereka terdapat wajah-wajah para pemimpin atau dewan pembina partainya. Sepertinya mereka tidak percaya diri bila gambar mereka tidak mengikutsertakan juga gambar wajah para pemimpin atau dewan pembina partai mereka.
Citra dan Popularitas
Keberadaan iklan politik di media massa memang bukan hal yang baru. Di dunia Barat, sudah lama iklan politik menjadi sarana untuk memengaruhi pemilih. Di Indonesia,iklan politik mulai marak dipraktikkan pada Pemilu 1999 dalam sistem multipartai yang kompetitif.Namun iklan politik itu tidak sesemarak seperti saat ini.
Penggunaan iklan politik dalam kehidupan politik dengan sistem pemilu langsung di anggap sebagai sarana jitu membujuk calon pemilih. Iklan politik bertujuan untuk merebut hati dan simpati khalayak para calon pemilih. Dengan beriklan, diharapkan suara pemilih akhirnya diberikan kepada sang politisi atau partai politik itu pada saat pemilu nanti.
Melalui iklan politik, partai politik dan para politisi yang mengiklankan dirinya berlomba-lomba menampilkan citra positif diri mereka. Lewat iklan politik, sosok figur dan partai politik coba ditampilkan sebagai sosok yang peduli, populis,dan dekat dengan rakyat. Intinya, mereka yang mengiklan diri tersebut, merupakan bagian dari ”yang dipikirkan dan diderita oleh rakyat”, dan mereka mampu menyelesaikan semua persoalan itu..
Lewat iklan politik juga mereka berupaya mendongkrak dan mengatrol popularitas.Hasil survei yang dilakukan Lembaga Riset Indonesia (LRI) belum lama ini mengungkapkan adanya keterkaitan antara iklan politik dan naiknya popularitas politisi.
Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) juga menyimpulkan gencarnya iklan politik telah mendongkrak dukungan dan popularitas partai tertentu. Survei terakhir LSI menunjukkan bahwa Partai Demokrat melesat di urutan pertama mengungguli Partai Golkar dan PDIP. Partai Gerindra naik ke posisi tengah, menyaingi PAN dan PPP.
Pendidikan Politik
Iklan politik merupakan bagian dari jualan politik. Sebagai bagian dari jualan politik, produk atau barang yang hendak dijual tersebut harus menarik dan dikemas sedemikian rupa sehingga khalayak tertarik atas produk tersebut. Yang menjadi perhatian kita bersama, sejauh yang kita amati, iklaniklan politik di berbagai media massa tersebut betul-betul setali dengan iklan komersial di mana khalayak dicekoki janji-janji dan impian- impian fatamorgana.
Memang janji-janji yang ditawarkan tersebut menarik bagi khalayak karena terbius oleh ”mantra”isi iklan tersebut. Persoalannya,apakah itu layak terus dilakukan,seperti kita menyaksikan iklan komersial bahwa dengan memakan obat yang ditawarkan seketika itu juga maka langsung sembuh.
Bila hal itu terus dilakukan, dampak yang terjadi adalah berupa pembodohan politik. Ini berbahaya bagi masa depan bangsa. Karena itu, sudah saatnya iklan-iklan politik yang muncul memberikan pendidikan politik. Iklan-iklan politik mendasarkan pada visi-misi yang dimiliki oleh partai politik atau para tokoh yang mengiklankan itu dengan sungguh-sungguh, bukan lip service. Semoga! (*)
Lili Romli
Peneliti P2P LIPI
Direktur Desk Pemilu dan
Pilkada Puskapol UI
Sumber Sindo, 12 Desember 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar