Krisis finansial global yang terjadi saat ini bukan saja melemahkan kondisi perekonomian di berbagai negara, tapi juga menjadi ancaman nyata yang harus diantisipasi, termasuk oleh Indonesia.
Suasana yang tidak kondusif ini sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat, perdagangan, produktivitas, dam suku bunga. Pertumbuhan sektor riil sebagai motor penggerak perekonomian nasional pun semakin tidak berdaya. Karena itu, dampak yang ditimbulkan dari krisis finansial ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
Dampak-dampak itu ialah meningkatnya jumlah penduduk miskin (dari 41,7 juta atau 21,6% pada 2008 meningkat sekitar 43 juta atau 22% pada 2009), bertambahnya angka pengangguran, serta pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Saat ini pemerintah sedang menyusun paket stimulus untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan mendorong sektor riil.
Diperkirakan, paket stimulus ekonomi akan rampung dalam dua pekan ke depan. Untuk itu, Kadin Indonesia mendesak pemerintah mengeluarkan kebijakan paket stimulus secara komprehensif,mulai dari bidang energi, fiskal, moneter, perbankan, serta dukungan terhadap sektor riil. Ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan pemerintah dalam rangka menggerakkan sektor riil.
Pertama, membangkitkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat untuk mengambil inisiatif berusaha/ berbisnis.Kondisi rupiah yang kian terpuruk kini membuat banyak orang mengambil posisi wait and see. Bagaimanapun pemerintah dan BI sebagai penjaga otoritas moneter dan fiskal tidak sewajarnya membiarkan rupiah dalam kondisi terpuruk.Secara psikologis, pelemahan rupiah harus segera dihentikan dengan stimulus fiskal karena kalau terus dibiarkan akan membuat masyarakat tidak nyaman, gelisah dan ragu-ragu untuk berbisnis. Suasana ini akan membuat kalangan dunia usaha semakin tidak kondusif.
Kedua, kebijakan pemerintah menawarkan blanket guarantee(terutama simpanan dalam bentuk rupiah) diyakini berbagai kalangan akan mengembalikan valas di tangan masyarakat ke dalam sistim perbankan. Kebijakan ini akan membuat deposan besar tidak akan memindahkan dananya ke luar negeri. Jika tidak segera diatasi dikahwatirkan akan mendorong capital flight.Jadi,kebijakan pemerintah menetapkan blanket guarantee merupakan salah satu solusi agar nasabah dan pebisnis merasa lebih aman.
Ketiga, pemerintah harus memberikan stimulus fiskal moneter kepada sektor riil dan masyarakat konsumen dalam negeri. Stimulus yang dibutuhkan, antara lain meliputi subsidi pajak dan bea masuk, untuk sektor riil senilai Rp12,5 triliun perlu segera dicairkan serta pemberian insentif pajak kepada pengusaha dengan cara penundaan pembayaran pajak harus dipikirkan. Selain itu BI Rate harus didorong ke angka 8,5% agar mendorong penurunan bunga kredit.Pemerintah juga harus lebih mendukung kemudahan letter of credit (L/C). Ekspor komoditas andalan pun perlu dukungan khusus dengan skema pendanaan perbankan tertentu.
Turunnya harga BBM (premium dan solar) bersubsidi merupakan berita yang melegakan, namun saya yakin penurunan itu bisa jadi lebih jauh lagi.Saat ini, harga minyak dunia sudah turun hingga sekitar USD44 per barel.Mungkin sekarang solar bisa didorong untuk lebih murah lagi karena berhubungan langsung dengan banyak variabel produksi. Tampaknya harga Rp4.000– 4.500 per liter akan mendorong sektor industri.
Kondisi ini akan mendinamisasi kegiatan ekonomi rakyat dan memperkuat daya beli masyarakat. Politik subsidi itu bukan aib, pemerintah jangan merasa malu menerapkannya selama subsidi berhasil menyejahterakan rakyat.
Keempat, tingkatkan efektivitas penyerapan anggaran APBN, karena hingga akhir November ini baru sekitar 54% APBN yang terserap. Ini membuktikan APBN belum terlaksana secara efektif sebagai motor penggerak ekonomi.
Kelima,segera turunkan tarif dasar listrik 8–10%. Keenam, maksimalkan upaya mendorong masyarakat menggunakan produksi dalam negeri.Ketujuh, mendesak pemerintah untuk memperbaiki living cost (biaya hidup) yang semakin tinggi. Gejala menurunnya permintaan di pasar global sudah dimulai sejak bergejolaknya harga minyak mentah pada pertengahan 2008 ini.
Di pasardalamnegeri,konsumsimasyarakat anjlok mulai 2006, ekses dari tingginya harga BBM bersubsidi. Daya serap pasar anjlok akibat rontoknya daya beli rakyat. Kapasitas produksi sektor industri terus turun sehingga PHK dalam skala kecil terjadi di mana-mana,hampir setiap hari. Otomatis jumlah pengangguran dan warga miskin bertambah. Keadaan kita makin parah karena kinerja sektor riil dan UMKM begitu lemah,sementara efektivitas pengelolaan APBN begitu rendah.
Bahkan begitu banyak APBD— sekitar Rp90 triliun—yang seharusnya dibelanjakan, parkir di BI. Begitu krisis finansial mencapai puncaknya,situasi yang kita hadapi mengarah ke stagnasi, bahkan deindustrialisasi. Ancaman stagnasi itu harus diterobos dengan tindakan dan kebijakan luar biasa. Kalau kita tidak berani menerobos kebuntuan sekarang, kita akan terperangkap dalam kelesuan berkepanjangan.(*)
Bambang Soesatyo
Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia
Sumber Sindo, 19 Desember 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar