Solo. Selama kurun waktu lebih dari 10 tahun, Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia professional untuk mengelola perpustakaan. Sampai saat ini, jumlah pustakawan yang ada baru 2.972 orang. Dari jumlah tersebut belum semuanya memiliki kompetensi sesuai harapan.
Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Perpustakaan Nasional, Supriyanto, ketika berbicara dalam seminar nasional bertajuk KOmpetensi dan Sertifikasi Profesi Pustakawan Implikasi UU Perpustakaan Nomor 43 Tahun 2007 di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Selasa (14/10).
“Saya melihat masih banyak pustakawan yang hanya sekedar menjadi penjaga buku. Padahal, tugasnya tidak hanya seperti itu. Pustakawan bukan hanya mengorganisir atau mengatalogisasi, tapi ia harus bias menjadi penyedia informasi,” katanya.
Karena itulah, paradigma tugas seorang pustakawan pun harus diubah. Menurutnya, berbagai karya tulis, cetak, rekam yang dikelola sebuah perpustakaan harus mudah diakses oleh public dari mana saja, termasuk dari rumah. Karena peran perpustakaan terhadap dunia pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi (P3IR) diharapkan bias betul-betul terwujud.
“Jadi tidak bisa hanya sekedar menunggu saja, melainkan harus mampu meneruskan dan menyebarkan berbagai informasi berharga itu.”
Sertifikasi Pustakawan
Lebih lanjut dikatakan, nantinya perlu pula diadakan sertifikasi pustakawan didasarkan pada standar kompetensi tertentu. Supriyanto menegaskan, sertifikasi tersebut tidak menitikberatkan pada perolehan sertifikat, tetapi lebih pada proses.
“Harus ada tahapan dan memenuhi syarat-syarat tertentu pula. Kalau misalnya ada perpustakaan yang berdekatan dengan kamar kecil atau sebuah perpustakaan yang sangat bagus, yah seperti itulah cerminan institusinya.”
Sementara itu Kepala UPT Perpustakaan UNS, Drs. Harmawan MLib, yang juga menjadi pembicara, melihat standar kompetensi untuk pustakawan sampai saat ini belum ada.
“Sayangnya standar kompetensi pustakawan di Indonesia sampai saat ini masih dalam proses penyusunan. Pustakawan sendiri sebenarnya bias mempersiapkan diri dari sekarang, “ungkapnya.
Dia juga melihat, apabila sudah tersertifikasi seharusnya mereka juga mendapat tunjangan profesi.
(Sumber : Suara Merdeka, 15 Oktober 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar